Liputan6.com, Jakarta Pemerintah berencana mengubah skema bagi hasil produksi minyak dan gas bumi (migas) dari ‎Production Sharing Contract (PSC) cost recovery menjadi gross split.
Seperti apa bentuk penghitungan rumus bagi hasil yang baru tersebut?
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menuturkan, sistem bagi hasil PSC menggunakan hitungan konvensional. Di mana, dalam bagi hasil minyak memiliki komposisi sebesar 85 persen untuk pemerintah dan 15 persen bagi kontaktor. Sedangkan bagi hasil gas, pemerintah sebesar 70 persen dan 30 persen kontraktor.
Advertisement
Baca Juga
‎"Dari mana angka itu? Apakah ada angka yang mengatakan, yang terbaik adalah 85:15 dan 70:30. Dari mana angka itu? Saya sudah bertanya keliling, apakah ada yang bisa jawab 85:15 dan 70:30," kata Arcandra di Jakarta, Senin (19/12/2016).
Arcandra mengungkapkan, nantinya mekanisme gross split diterapkan maka hasil produksi akan tetap dibagi dua yaitu bagian pemerintah dan kontraktor. Namun perbedaannya, pembagian dilakukan berdasarkan tiga hal.
Pertama, dia menyebutkan, pembagian dasar (base split) yang telah ditetapkan. Dia mencontohkan 70 persen pemerintah dan 30 persen kontraktor.
Arcandra melanjutkan, setelah membaginya dalam base split, kemudian ada variabel split dengan melihat lokasi blok migas. Jika berada di lepas pantai atau laut dalam maka bagiannya akan semakin besar.
Kemudian dengan melihat jenis blok berdasarkan kondisi geologi, dan kesulitan dalam pencarian kandungan migas semakin banyak kandungan Hidro karbon maka semakin besar kontraktor mendapat splitnya.
"Kemudian variable split, kita lihat yang pertama lokasinya. Kalau dia offshore, dia tambah split 0. Kalau dia water depth dia tambah split 2 persen, kalau deep water dia tambah 4 persen. Kedua, apa sekarang geologi ini konvensional atau unkonvensional. Kalau konvensional maka kita dapatkan splitnya 0 persen Kalau unkonvensional kita tambah lagi splitnya jadi 5 persen. Ketiga, CO2 kalau punya banyak 0-1 persen atau 2-5 persen maka dia tambah split ‎1persen," contoh Arcandra.‎
Arcandra melanjutkan‎, variabel lainya adalah penggunaan barang dan jasa dalam negeri, jika semakin banyak diganakan maka kontraktor mendapat bagian semakin besar.
"Kalau 50 persen lokal content kita kasih 10 persen split. Nah itulah salah satu insentif di variable. Dan rambu-rambunya sudah kita kasih berapa splitnya,"‎ tambah Arcandra.
Selain variabel diatas, kondisi harga minyak juga menjadi perhitungan pembagian split Apabila harga minyak sedang rendah di bawah harga normal maka kontraktor mendapat split dari hasil produksi migas, namun jika harganya tinggi maka negaralah yang akan mendapat tambahan splitnya.
"Jadi enggak ada lagi dinamakan profit terlalu gede. Semuanya berkeadilan. Kalau oil price turun maka kita kasih insentif lebih besar ke K3S, kalau oil price naik maka K3S harus mengganti split back to government sebesar scale yang kita terapkan," tutup Arcandra.