Pedagang Pasar Anggap Pemerintah Gagal Kendalikan Harga Cabai

IKAPPI menyebut rata-rata harga cabai secara nasional sudah menembus kisaran Rp 100 per kilogram (kg).

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 05 Jan 2017, 09:30 WIB
Diterbitkan 05 Jan 2017, 09:30 WIB

Liputan6.com, Jakarta Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) menyebut rata-rata harga cabai secara nasional sudah menembus kisaran Rp 100 per kilogram (kg). Bahkan beberapa daerah di Kalimantan menyentuh angka Rp 150 ribu per kg. Harga ini dianggap berstatus waspada dan merupakan kegagalan pemerintah dalam mengendalikan harga pangan.

"Pengamatan kami harga cabai belum tembus Rp 250 ribu, karena di beberapa daerah di Kalimantan harganya Rp 150 ribu per kg. Sedangkan secara nasional di kisaran Rp 100 ribu per kg, seperti di Jakarta Rp 100 ribu dan harga cabai di Jabodetabek Rp 90 ribu per kg," ujar Ketua Umum IKAPPI, Abdullah Mansuri saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Kamis (5/1/2017).

‎Harga yang bertengger Rp 150 ribu ini, diakui Mansuri, sudah dikategorikan waspada. Pasalnya dijelaskan dia, IKAPPI telah mengingatkan pemerintah satu bulan menjelang Natal bahwa dalam proses kenaikan harga cabai sudah bergerak tidak wajar alias makin liar.

"Masa sebelum Desember‎, harga cabai naiknya Rp 3 ribu-Rp 5 ribu per kg per hari. Itu sudah tidak wajar, karena wajarnya harga naik Rp 300-Rp 500 per kg, dan kalau sudah seribu sampai Rp 5 ribu, tidak wajar," tegasnya.

Menurutnya, jika harga naik lebih tinggi lagi, maka tidak mungkin masyarakat mampu membeli komoditas pangan ini. Cabai, sambung Mansuri, bukan merupakan komoditas wajib namun cabai sangat dibutuhkan masyarakat. "Hal ini merupakan tamparan keras bagi pemerintah karena tidak mampu menjaga stabilitas harga cabai . Ini kita anggap kegagalan pemerintah," ucap Mansuri.

Dia membeberkan beberapa faktor penyebab harga cabai kian mahal. Pertama, karena beberapa sentra produksi cabai mengalami gagal panen. Kedua, curah hujan tinggi menyebabkan banjir di titik-titik sentra produksi. Akan tetapi, ada pula daerah yang mengalami surplus cabai, seperti Lumajang dan daerah Jawaa Timur wilayah Timur.

Disarankan Mansuri untuk melakukan beberapa upaya untuk menekan harga cabai kian meroket. Pertama, IKAPPI sudah meminta pemerintah segera melakukan pendataan tentang hasil produksi. Tujuannya, supaya masyarakat tahu daerah mana saja yang gagal panen dan mana yang mengalami surplus.

"Dari data ini kita bisa ketahui daerah mana yang bisa menyuplai cabai di daerah yang kekurangan pasokan‎. Jadi pemerintah mengerahkan sumber daya manusia untuk mendata daerah mana saja yang bisa disuplai supaya harga tidak naik terus," jelasnya.

Upaya kedua, tambah Mansuri, dengan memberikan fasilitas subsidi distribusi. Sebagai contoh daerah Kalimantan Timur sedang kekurangan pasokan cabai, maka bisa disuplai dari wilayah Jawa Timur. Dengan demikian, pemerintah memfasilitasi pedagang pasar di Kalimantan untuk belanja ke sentra cabai di daerah lain difasilitasi dengan subsidi.

"Dua ini bisa diupayakan supaya menekan harga cabai agar tidak terus naik. Masih bisa kok dilakukan pemerintah, tidak ada kata terlambat. Harapannya masa panen Januari atau akhir Februari 2017 bisa terjadi," paparnya.

Namun demikian, dia menegaskan, IKAPPI tidak menyarankan untuk impor pangan, khususnya cabai. Karena risikonya akan terus menerus impor. "Impor adalah jalan terakhir kalau kita sudah tidak mampu produksi cabai, seperti bawang putih impor silakan. Jadi saya berharap tidak dilakukan pemerintah," kata Mansuri.

Sementara itu, ‎Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia Ngadiran mengungkapkan, telah mengecek langsung harga cabai rawit merah yang masih di kisaran Rp 120 ribu per kg. "Kalau yang saya cek sih harga cabai rawit merah Rp 120 ribu per kg karena barang kosong. Nah yang harga cabai Rp 200 ribu atau Rp 250 ribu saya belum yakin‎," tandasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya