Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali menggelar konferensi internasional mengenai pentingnya memperhatikan aspek Hak Asasi Manusia (HAM) dalam dunia kerja di industri perikanan pada Senin (27/3/2017).
Acara ini diadakan oleh Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan lkan secara Hegal (SATGAS 115), ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR), dan Yayasan Hak Asasi Manusia Internasional untuk Standard-Standard Pelaporan (FIHRRST), didukung oleh Kedutaan Besar Kerajaan Belgia untuk Indonesia.
"Acara ini untuk memperlihatkan kepada dunia, bahwa Hak Asisi Manusia (HAM) di industri‎ perikanan terutama di Indonesia terlindungi. Dan ini bisa dijadikan follow up apa yang sudah kita kerjakan selama ini," kata Menteri KKP Susi Pudjiastuti di kantornya, Senin (27/3/2017).
Advertisement
Susi menuturkan, KKP meIakukan analisa dan evaluasi (AnEv) pada kapal ikan yang pembuatannya dilakukan di luar negeri. Kegiatan AnEv menemukan banyak peIanggaran HAM serius di industri perikanan, termasuk perdagangan manusia, penyelundupan manusia, kerja paksa, eksploitasi anak, penyiksaan, diskriminasi upah dan pembayaran di bawah tingkat minimum, dan bekerja tanpa perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja.
Baca Juga
Kegiatan AnEv juga menginginkan setidaknya 168 dari 1.132 kapaI ikan yang pembangunannya diIakukan di luar negeri (14,8 persen) melakukan tindak pidana perdagangan manusia dan kerja paksa.
Selain itu, International Organization for Migration (IOM) melaporkan 1.207 dari 1.258 neIayan asing yang bekerja di kapal ikan eks-asing merupakan korban perdagangan manusia di perairan domestik. Dalam kasus Benjina, tahun 2014, kementerian juga melaporkan lebih dari 682 (di Benjina) dan 373 (di Ambon) orang ditemukan menjadi korban perbudakan modern.
Menanggapi hal tersebut, KKP telah menerbitkan peraturan yang mewajibkan kapal-kapal perikanan, baik kapal tangkap maupun kapaI angkut, yang beroperasi di Indonesia untuk mematuhi standar hak asasi manusia berdasarkan Prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia (Guiding Principles) sebagai prasyarat mendapatkan izin tangkap/angkut Ikan.
Peraturan tersebut adalah Peraturan Menteri No. 35/PERMEN-KP/2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia di Industri Perikanan yang diterbitkan pada tanggal 1O Desember 2015. bertepatan dengan Hari HAM Internasional, Peraturan Menteri No. 42/PERMEN-KP/2016 tentang Perjanjian Kerja Laut bagi Awak Kapal Perikanan, dan Peraturan Menteri No. 2/PERMEN-KP/2017 tentang Persyaratan dan Mekanisme Sedifikasi Hak Asasi Manusia di Industri Perikanan yang baru saja dirilis pada Januari 2017.
Tiga Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan sebagaimana disebutkan di atas benujuan untuk memastikan pengusaha perikanan menghormati dan melindungi HAM para pihak yang terkait dengan kegiatan usaha perikanan, termasuk awak kapal perikanan dan masyarakat sekitar.
"Melalui ketiga peraturan menteri ini, diharapkan terwujud pengelolaan perikanan yang berkeadilan, memberikan kepastian hukum, bermanfaat, dan sesuai dengan asas pembangunan berkelanjutan," ujar Susi.
Uji Coba Lapangan pelaksanaan sertifikasi HAM perikanan sesuai amanat Peraturan Menteri No. 35/PERMEN-KP/2015 dan Peraturan Menteri No. 2/PERMEN-KP/2017 telah dilaksanakan terhadap PT Perikanan Nusantara (Persero) yang menilai aspek-aspek sistem HAM yang terdiri dari kebijakan HAM, uji tuntas HAM, dan pemulihan HAM, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), Rekrutmen Awak Kapal, Ketenagakerjaan, Pengembangan Masyarakat Sekitar, Pengambilalihan Lahan, Keamanan dan Lingkungan.
Harapannya, pengusaha-pengusaha perikanan lain juga memahami mengenai aspek HAM di bidang industri perikanan sehingga implementasi kedua Peraturan Menteri in-i dapat berlaku efektif.‎ (Yas)