‎Ini Sebab Surplus Neraca Perdagangan Indonesia Turun

Peningkatan impor migas dan non migas masing-masing US$ 173,5 juta atau naik 10,54 persen dan US$ 1,6 miliar atau naik 16,49 persen.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 15 Jun 2017, 14:05 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2017, 14:05 WIB
Peningkatan impor migas dan non migas masing-masing US$ 173,5 juta atau naik 10,54 persen dan US$ 1,6 miliar atau naik 16,49 persen.
Peningkatan impor migas dan non migas masing-masing US$ 173,5 juta atau naik 10,54 persen dan US$ 1,6 miliar atau naik 16,49 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, bahwa Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) pada Mei 2017 mengalami surplus US$ 474 juta. Meski masih surplus, angka tersebut lebih rendah jika dibandingkan April 2017 yang sebesar US$ 1,3 miliar.

Deputi Bidang Statistik Sosial M Sairi Hasbullah‎ menjelaskan, realisasi Neraca Perdagangan Indonesia tersebut dipengaruhi karena peningkatan impor Indonesia yang mencapai 15,67 persen atau menjadi US$ 13,8 miliar.

Sairi menjelaskan, peningkatan impor migas dan non migas masing-masing US$ 173,5 juta atau naik 10,54 persen dan US$ 1,6 miliar atau naik 16,49 persen.

"Jika dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya, impor Indonesia pada Mei itu meningkat lumayan tinggi, mencapai 24,03 persen atau peningkatannya US$ 2,6 miliar," kata Sairi di kantornya, Kamis (15/6/2017).

Peningkatan impor migas, dipicu oleh meningkatnya nilai impor semua komponen, yaitu minyak mentah US$ 102,9 juta (24,15 persen), hasil minyak US$ 62,3 juta (5,96 persen) dan gas US$ 8,3 juta (4,74 persen).

Sementara untuk yang non migas, peningkatan impor terbesar adalah golongan mesin dan peralatan mekanik US$ 274,6 juta atau nail 17,64 persen.

Mengenai negara-negara sumber impor non migas, yang menjadi indikator utama yang mempengaruhi turunnya surplus NPI adalah China, yakni sebesar US$ 3,3 miliar atau 23,9 persen, lalu Amerika Serikat US$ 750 juta atau 27,8 persen, dan Thailand sebesar US$ 884,8 juta atau 20,28 persen.

Sementara jika dilihat dari golongan pengguna barang ekonomi, diketahui bahwa Mei 2017 golongan bahan baku atau penolong memberikan peranan impor yang paling dominan, yaitu 76,27 persen dengan nilai US$ 10,5 miliar.

Setelah itu diikuti dengan impor barang modal 14,44 persen dengan nilai US$ 1,9 miliar dan impor barang konsumsi 9,29 persen dengan nilai U$ 1,2 miliar.

 

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya