Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan 7-Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen. Upaya ini dinilai pengusaha belum cukup untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Masih ada permintaan dari pelaku usaha, salah satunya relaksasi pajak.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P. Roeslani mengaku, pemangkasan suku bunga acuan BI tidak akan berpengaruh besar terhadap dunia usaha apabila tidak diikuti penurunan tingkat bunga pinjaman atau kredit perbankan.
"Di tengah perlambatan ekonomi, memang perlu kebijakan seperti itu (suku bunga acuan turun). Tapi penurunan ini lebih bagus kalau dilanjutin dengan penurunan suku bunga pinjaman di bank. Kalau masih tinggi, tidak akan terasa buat dunia usaha," kata Rosan saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Kamis (24/8/2017).
Advertisement
Baca Juga
Rosan menambahkan, untuk bisa mendorong perekonomian nasional tetap bertumbuh dan lebih kencang, kebijakan moneter saja tidaklah cukup. Upaya tersebut harus diikuti dengan kebijakan fiskal untuk memacu pertumbuhan sektor-sektor industri.
"Dari dunia usaha, setelah kebijakan moneter, kebijakan fiskalnya apa yang bisa mendorong ekonomi berjalan lagi. Karena tidak dipungkiri lagi, semua melambat. Dari asosiasi, dunia usaha ritel, properti, dan hampir seluruhnya lagi turun," jelas dia.
Rosan lebih jauh mengaku telah menyampaikan secara langsung kepada Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati untuk memberikan stimulus perpajakan, seperti penurunan Pajak Penghasilan (PPh) Badan maupun pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi masyarakat.
"Saya sudah ngomong ke Bu Ani (Sri Mulyani) langsung dan di depan jajarannya, bikin saja kebijakan pembebasan PPN untuk orang yang makan dan belanja selama 1-2 minggu. Hanya untuk bikin jumper saja," Rosan menyarankan.
"Lihat penjualan mobil di pameran bagus sekali, di atas target karena diskonnya gede-gedean bisa sampai Rp 25 juta-Rp 30 juta per unit. Jadi buat jumper saja, yang merangsang orang untuk membeli," tambahnya.
Langkah stimulus berupa keringanan pajak, dinilai Rosan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk kembali membelanjakan uangnya. Dengan demikian, konsumsi rumah tangga tumbuh dan mampu mengerek pertumbuhan ekonomi lebih tinggi.
"Jangan malah pajak dikencengin yang bikin orang takut spending atau belanja. Ini kan masalah konfiden, sebenarnya duit ada tapi semua lagi pada naruh di bank. Kalau mau perekonomian jalan, kita harus spending. Jika tidak, ekonomi tidak bertumbuh sesuai harapan karena kan sumber utama pertumbuhan ekonomi berasal dari konsumsi rumah tangga," tutur Rosan.
Â
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:
Â
Pelonggaran Batas DP Rumah
Pelonggaran Batas DP Rumah dan Kendaraan
Rosan pun menaruh harapan kepada BI untuk memberi dosis tambahan pada kebijakan moneter, yakni melonggarkan loan to value (LTV) spasial untuk properti dan kendaraan bermotor.
Saat ini, LTV ratio sebesar 85 persen. Dengan relaksasi kebijakan LTV, uang muka alias DP
untuk pembelian properti dan kendaraan bermotor bisa lebih murah.
"Bagus sekali kalau direlaksasi karena bisnis properti sedang melemah 40-45 persen. Misalnya yang harga Rp 500 juta ke bawah dikasih pelonggaran LTV. Jadi kalau diturunkan (LTV) akan bagus sekali," harap Rosan.
Sebelumnya Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen. Keputusan tersebut berlaku efektif mulai 23 Agustus 2017.
Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan, dalam rapat yang berlangsung pada 21 dan 22 Agustus, Dewan Gubernur BI memutuskan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) turun menjadi sebesar 4,5 persen dengan suku bunga Deposit Facility turun 25 basis poin menjadi 3,75 persen dan Lending Facility turun 25 basis poin (bps) menjadi 5,25 persen.
"Penurunan suku bunga acuan ini akan diikuti dengan penurunan suku bunga instrumen moneter lainnya. Kebijakan moneter dengan rendahnya perkiraan inflasi 2017 dan 2018 di kisaran yang diperkirakan. Tetap terkendalinya neraca berjalan," jelas dia di Gedung BI Jakarta, Selasa 22 Agustus 2017.