Liputan6.com, Jakarta - Center of Reform on Economics (CORE) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih baik pada 2018. Setidaknya, pertumbuhan ekonomi di 2018 akan mencapai 5,2 persen.
Direktur Eksekutif CORE Hendri Saparini mengatakan, saat ini Indonesia memiliki semua komponen yang dibutuhkan untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi. Contohnya, kondisi di dalam negeri yang cenderung stabil, kemudian sektor keuangan baik, inflasi yang terjaga dan suku bunga yang cenderung turun.
"Kita stabil, tapi stabil tidak bergerak. Yang harus dilakukan, kita stabil tapi bagaimana modal yang cukup besar tadi. Investment grade sudah dapat. Bagaimana kita mengeluarkan innovative policies agar tidak terjebak di 5 persen. Karena potensi kita di atas 5 persen," ujar dia di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Selasa (28/11/2017).
Advertisement
Baca Juga
Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, lanjut Hendri, diperlukan inovasi kebijakan dan strategi untuk mendorong ekonomi yang berkualitas di 2018.
Pertama, yaitu soal perpajakan. Menurut dia, kebijakan yang diterapkan selama ini belum optimal untuk meningkatkan rasio pajak, kecuali peningkatan penerimaan. Agenda pemerintah dalam hal pajak, seperti penetapan pajak untuk pendidikan, pajak buku, pajak kertas tidak akan mendorong pertumbuhan penerimaan negara.
"Kenapa kok memburu di kebun binatang. mungkin yang perlu dilakukan adalah inovasi. Misal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor9 Tahun 2012, bagaimana pemerinah bisa menerapkan pajak pada harga emas dan perak. Yang sampai saat ini belum, sementara harga emas itu sudah luar biasa saat ini. Jadi kita sharing, kelompok yang mendapatkan profit lebih tinggi, di-share dong ke kita," jelas dia.‎‎
Kedua, pemerintah harus bisa menjaga stabilitas moneter dan inovasi pembiayaan untuk dukung pertumbuhan ekonomi. Hendri mengungkapkan, Indonesia perlu lebih banyak inovasi pembiayaan karena jumlah pelaku usaha di dalam negeri lebih dari 50 juta.
"Yang UKM mereka butuh pembiayaan, sementara kita punya kemampuan untuk bisa sharing pembiayaan kelompok bawah. Tapi kita enggak punya media, enggak punya data untuk UKM. Kita perlu lebih banyak lagi agar financial inclusion tidak hanya pro terhadap nasabah atau masyarakat, tetapi juga mereka yang sudah memiliki lembaga pembiayaan yang selama ini sudah eksis," kata dia.‎‎
Ketiga, selama ini banyak sekali keinginan yang ingin dicapai oleh pemerintah. Namun sayangnya, di lapangan tidak sinergi untuk mencapai keinginan tersebut.
"Bagi saya, sebelum bicara koordinasi, kita adalah sinkronisasi perencanaan. Kita akan menghadapi Asian Games. Menurut Wakil Presiden, pembangunan infrastrukturnya butuh Rp 10 triliun, transportasi butuh Rp 20 triliun. Jadi kita akan menggelontorkan dana lebih dari Rp 30 triliun untuk perhelatan Asian Games yang 1 bulan. Pertanyaannya, bisnis apa yang sedang diciptakan pemerintah oleh Asian Games? Nah ini siapa yang sinkronkan ini? Ini baru satu saja tentang Asian Games," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Pendorong Ekonomi pada 2018
Sebelumnya, Indonesia dinilai akan tumbuh lebih baik di 2018. Pada tahun depan, pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan akan berada di kisaran 5,3 persen-5,4 persen.
Pengamat Ekonomi Firmanzah mengatakan, pada tahun ini, ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh tidak jauh ada angka 5 persen. Namun, tahun depan pertumbuhan tersebut akan lebih baik.
"Tahun depan ekonomi kita bisa tumbuh lebih sedikit lebih baik dibandingkan tahun ini. Kalau saya melihat tahun ini kemungkinan besar kita akan menutup ekonomi kita di kisaran 5,04 persen-5,08 persen. Tahun depan kalau kita lihat prediksi IMF, World Bank, melihat ekonomi Indonesia bisa tumbuh 5,3 persen-5,4 persen," ujar dia di kawasan Salihara, Jakarta, Jumat 17 November 2017.
Dia menjelaskan, ada sejumlah faktor yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi di tahun depan. Pertama, harga komoditas mentah di pasar internasional akan mengalami perbaikan sehingga berdampak pada ekspor komoditas utama Indonesia.‎
"Beberapa faktor yang bisa membuat ekonomi kita bisa tumbuh lebih baik dibanding tahun ini, pertama, proyeksi harga komoditas dunia sudah menunjukkan arah perbaikan. Meskipun memang batubara dan CPO belum setinggi saat booming beberapa tahun lalu. Tetapi harganya sudah mengarah ke perbaikan," jelasdia.
Kedua, masuknya tahun politik yang membuat belanja partai politik akan lebih besar, khususnya di daerah yang berdampak pada daya beli masyarakat. Pada tahun depan, setidaknya akan ada 171 pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di berbagai daerah.
‎"Kemudian meskipun daya beli masyarakat kita tetap tumbuh, tapi tidak setinggi yang diharapkan. Tapi Di 2018, ada suatu motor baru yang mendorong daya beli masyarakat, yaitu belanja politik," kata dia.
Dan ketiga, pertumbuhan investasi Indonesia diperkirakan akan lebih pesat di tahun depan. Hal ini setelah Indonesia mendapatkan pengakuan soal kelayakan investasi dari tiga lembaga pemeringkatan internasional yaitu Fitch, Moody's dan Standard and Poor's (S&P).‎
"Kemudian investasi, kita bersyukur Indonesia menjadi salah satu negara dengan tujuan investasi. Peringkat rating kita semakin baik, dari Fitch, Moody's dan S&P. Jadi lengkap, kita memiliki risiko kredit yang friendly terhadap investasi," ujar dia.
Advertisement