Wall Street Bervariasi Imbas Komentar Menteri Perdagangan AS

Dolar AS tertekan dan komentar Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross soal China membayangi wall street.

oleh Agustina Melani diperbarui 25 Jan 2018, 05:00 WIB
Diterbitkan 25 Jan 2018, 05:00 WIB
Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street bervariasi dengan indeks saham Dow Jones mencatatkan penguatan. Sedangkan S&P 500 Nasdaq melemah usai komentar US Commerce Secretary atau Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross mengenai perang dagang melawan China.

Berbicara di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Ross mengatakan, otoritas perdagangan AS sedang menyelidiki apakah ada kasus untuk mengambil tindakan atas pelanggaran hak kekayaan intelektual China.

Sentimen itu sempat membuat indeks saham S&P 500 turun 0,5 persen. Akan tetapi, indeks saham Dow Jones dan S&P 500 kembali pulih didorong kinerja perusahaan dan dolar AS yang tertekan mendukung kinerja perusahaan multinasional besar.

Pada penutupan perdagangan saham, Rabu (Kamis pagi WIB), indeks saham Dow Jones naik 41,31 poin atau 0,16 persen ke posisi 26.252,12. Indeks saham S&P 500 turun 1,6 poin atau 0,06 persen ke posisi 2.837,54. Indeks saham Nasdaq susut 45,23 poin atau 0,61 persen ke posisi 7.415,06.

"Secara teknikal wajar bagi pasar untuk sejenak beristirahat sehingga indeks sedikit menurun," ujar Stephen Massocca, Senior Vice President Wedbush Securities, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (25/1/2018).

Indeks dolar AS turun 0,98 persen terhadap sejumlah mata uang lainnya usai Menteri Keuangan AS Steve Munchin menyambut baik pelemahan mata uang dolar AS.

Kekhawatiran terhadap sikap proteksionisme menambah tekanan ke dolar AS. Apalagi usai kebijakan Presiden AS Donald Trump terhadap tarif impor mesin cuci dan panel surya.

Wall street bervariasi dengan indeks saham Dow Jones menguat didorong saham bank yang masuk saham unggulan. Saham bank menguat ikuti imbal hasil surat berharga AS usai dolar AS tertekan. Saham JP Morgan dan Goldman Sachs naik lebih dari satu persen.

Musim laporan keuangan juga membayangi wall street. Sejauh ini, laporan keuangan perusahaan cukup kuat. Berdasarkan survei Reuters, diharapkan perusahaan masuk indeks S&P 500 catatkan pertumbuhan 12,4 persen. Dari 88 perusahaan yang sudah sampaikan laporan keuangan, sekitar 78,4 persen mencatatkan kinerja keuangan di atas harapan.

Namun ada juga kinerja keuangan perusahaan yang tak sesuai harapan. Usai rilis laporan keuangan, saham General Electric melemah 2,66 persen.

Perseroan mengungkapkan penyelidikan mengenai biaya asuransi bernilai miliaran dolar dan melaporkan penurunan pendapatan lima persen jadi sentimen negatif untuk saham General Electrics. Saham Abbott Laboratories melonjak 4,37 persen usai laba kuartalan 2018 mengalahkan perkiraan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Bursa Asia Melemah pada Perdagangan Kemarin

Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Sebelumnya, Bursa Asia bergerak campuran pada perdagangan Rabu pekan ini. Wall Street Ditutup menguat karena investor Amerika Serikat (AS) memberikan sentimen positif kepada laporan keuangan emiten.

Mengutip CNBC, Rabu 24 Januari 2018, indeks Nikkei 225 Jepang tergelincir 0,42 persen setelah menyentuh level tertinggi dalam 26 tahun pada perdagangan Selasa kemarin.

Penurunan tersebut terjadi karena nilai tukar yen melemah terhadap dolar AS sehingga perusahaan yang berorientasi ekspor tertekan.

Saham-saham dari produsen otomotif, sektor keuangan dan manufaktur mengalami tekanan yang cukup dalam. Namun sektor konsumsi mengalami penguatan.

Dolar AS tergelincir jauh ke 110.15 per yen karena keluarnya data perdagangan ekspor-impor. Sebelumnya dolar AS menguat ke 111,7 per yen setelah Bank Sentral Jepang mempertahankan kebijakan moneter.

Menurut Reuters, data yang dirilis pada Rabu ini menunjukkan bahwa ekspor Jepang naik 9,3 persen pada Desember lalu jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Namun angka tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan perkiraan analis yang ada di angka 10,1 persen.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya