RI Kekurangan SPBU, BPH Migas Bangun Subpenyalur

BPH Migas menyebutkan bahwa idealnya satu unit SPBU bisa melayani 35 ribu penduduk.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 19 Feb 2018, 19:15 WIB
Diterbitkan 19 Feb 2018, 19:15 WIB
Kenaikan Harga Minyak Dunia Berpotensi Picu Inflasi
Pengendara mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Abdul Muis, Jakarta, Jumat (2/2). Kenaikan harga minyak dunia berpotensi mendorong inflasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) akan membuat subpenyalur untuk menutupi kekurangan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Indonesia.

Kepala BPH Migas Fanshurullah Assa mengatakan, dengan luasnya wilayah dan banyaknya penduduk Indonesia, membuat pembangunan SPBU tidak masuk keekonomian untuk di wilayah terpencil dan terluar.

Pasalnya, volume BBM yang dijual kecil sementara investasinya besar, keuntungan yang didapat dari penjualan BBM tidak menarik pengusaha.

"Kalau ini dipaksakan dengan SPBU enggak ada yang mau. Tidak masuk ke ekonominya. Balik modalnya 20 tahun misalnya. Karena kecil sekali volumenya. Belum lagi biaya angkutnya Pertamina," kata Fanshurullah, di Jakarta, Senin (19/2/2018).

Fanshurullah mengungkapkan, di sisi lain jumlah SPBU yang ada di Indonesia saat ini masih kurang. Dia menyebutkan, idealnya satu unit SPBU untuk ‎35 ribu penduduk, sementara saat ini di Indonesia dengan 260 juta penduduk hanya memiliki 7 ribu SPBU.

Kondisi tersebut melatar belakangi BPH Migas membangun subpenyalur BBM, sebagai solusi untuk melengkapi kekurangan SPBU di Indonesia. Dengan begitu, kebutuhan BBM masyarakat dapat dipenuhi oleh lembaga penyalur resmi.

"Maka kita muncul subpenyalur. Kenapa? Tugas BPH sebagaimana Undang-Undang Migas pasal 46 ayat 2 dan 4 menyatakan, pemerintah menjamin ketersediaan dan kelancaran distribusi BBM di seluruh NKR. Pasal 4 nya dalam pelaksanaannya itu adalah BPH Migas," paparnya.

 


Biaya Lebih Kecil

Kenaikan Harga Minyak Dunia Berpotensi Picu Inflasi
Suasana di SPBU Abdul Muis, Jakarta, Jumat (2/2). Saat ini, harga minyak dunia sudah mencapai US$ 70 per barel, atau naik sekitar 25 persen sejak awal tahun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menurut Fanshurullah, biaya yang dibutuhkan untuk membangun sub‎penyalur relatif lebih kecil ketimbang membangun SPBU. Pengusaha harus merogoh miliaran rupiah, sementara untuk membangun subpenyalur hanya membutuhkan dana Rp 50 juta sampai Rp 100 juta.

Nantinya subpenyalur akan dioperasikan oleh koperasi atau Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Agar harga BBM sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah, BPH Migas akan mengatur mekanisme biaya angkut.

"Jadi kita sudah minta, sudah presentasi. Karena tadi kita mau mengatasi supaya nanti investasi katanya cuma Rp 50 juta-Rp 100 juta, lewat koperasi atau Bumdes, dia biayain, nanti dia dikasih biaya angkut. Jadi, tetap BBM satu harga," tutup Fanshurullah.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya