Kementerian ESDM Optimistis Pengusaha Tetap Bangun Smelter Nikel

Kementerian ESDM optimistis pengusaha tetap membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) jenis nikel meski saat ini harganya menurun.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 30 Apr 2018, 16:51 WIB
Diterbitkan 30 Apr 2018, 16:51 WIB
KESDM Beri Antam Rekomendasi Perpanjangan Ekspor 2018
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) menyetujui rekomendasi perpanjangan ekspor untuk Antam tahun ini. Untuk nikel kadar rendah sebesar 2,7 juta wet metric ton (wmt) dan bauksit tercuci 840 ribu wmt.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis pengusaha tetap membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) jenis nikel meski saat ini harganya menurun.

Hal itu seperti disampaikan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang‎ Gatot. Seperti diketahui, saat ini harga nikel berada di level USD 14 ribu per metrik ton.  Harga nikel turun 3,4 persen menjadi USD 14.320 per metrik ton di bursa London Metal Exchange pada pekan lalu.

"Masih (masih meminati pembangunan smelter nikel)," kata Bambang, di Kantor Kementerian ESDM‎, Jakarta, Senin (30/4/2018).

Bambang menuturkan, optimisme itu dilatarbelakangi saat harga nikel di level US$ 11 ribu per metrik ton, tetapi investor tetap membangun smelter nikel. ‎"Kemarin yang USD 11 ribu masih pada bangun terus," tutur Bambang.

 

 

Selanjutnya

Harga Nikel Naik 28 Persen, Ini Strategi Antam Agar Kompetitif
Ilustrasi nikel

Selain itu, Kementerian ESDM telah menerbitkan beberapa kebijakan untuk meningkatkan investasi pembangunan smelter nikel, yaitu Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2017. Kebijakan itu memberikan insentif bagi pengusaha yang membangun fasilitas pemurnian untuk dapat menjual bijih nikel kadar rendah.

"Insentif mampu mendorong minat pelaku usaha, untuk dengan sungguh-sungguh membangun fasilitas pemurnian baru atau bahkan mendorong existing smelter," Bambang memaparkan.

‎Dia mengatakan hal tersebut terbukti dengan kenaikan kapasitas fasilitas pemurnian nikel pada tahun lalu, yang mencapai 28 juta ton bijih nikel. Smelter tersebut terdiri dari 11 perusahaan baru dan dua perusahaan yang melebarkan usahanya (ekspansi).

Total investasi yang ditanamkan 13 perusahaan tersebut mencapai USD 4,3 miliar atau Rp 56 triliun, dengan kapasitas input sebesar 28 juta ton bijih nikel.

Selain nikel, insentif turut memacu minat pembangunan smelter bauksit. Tercatat kini ada empat fasilitas pemurnian dengan nilai investasi USD 4 miliar atau Rp 52 triliun. Ini menambah kemampuan pemurnian bauksit dalam negeri sebesar 13 ,7 juta ton.

"Pada komoditas bauksit, insentif peningkatan nilai tambah mampu mendorong investasi baru," tutur dia.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya