Pinjam Devisa dari Jepang, BI Bisa Tarik dalam Yen

Pemerintah dan BI bersama dengan Kementerian Keuangan Jepang secara prinsip menyepakati rencana amendemen kerja sama bilateral swap arrangement (BSA).

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Mei 2018, 18:34 WIB
Diterbitkan 04 Mei 2018, 18:34 WIB
Bank Indonesia
Bank Indonesia (ROMEO GACAD / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) bersama dengan Kementerian Keuangan Jepang secara prinsip menyepakati rencana amendemen kerja sama bilateral swap arrangement (BSA) kedua negara.

Kepala Departemen Internasional BI, Doddy Zulverdi, mengatakan kesepakatan tersebut dilakukan di tengah rangkaian pelaksanaan pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN+3 di Manila pada 4 Mei 2018.

Doddy menjelaskan, amandemen tersebut memungkinkan Indonesia untuk melakukan swap rupiah dengan yen sebagai tambahan fasilitas swap rupiah dengan dolar Amerika Serikat (USD) yang tersedia pada perjanjian BSA yang berlaku saat ini.

Dalam rencana amandemen BSA tersebut, BI dapat melakukan penarikan dalam yen sebagai tambahan fasilitas penarikan dalam USD yang telah tersedia dalam perjanjian kerja sama BSA yang berlaku saat ini.

"Substansinya amandemen ini intinya adalah untuk memberikan semacam tambahan fleksibilitas yang diberikan oleh Jepang jika BI membutuhkan devisa untuk melakukan stasbilisasi,” ujar Doddy dalam acara konferensi pers di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (4/5/2018).

"Jadi ketika BI membutuhkan devisa bisa menarik dalam bentuk dolar dari pemerintah Jepang, nanti juga kita bisa tarik dalam bentuk mata uang Jepang (yen), itu sebenarnya paling substansi dari amandemen ini," kata dia.

Doddy menuturkan, nilai total perjanjian BSA tersebut mencapai USD 22,76 miliar. Saat ini kedua otoritas tengah melakukan diskusi yang lebih detil terkait amandemen BSA dan mempersiapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan proses amandemen dimaksud.

"Kesepakatan amandemen BSA ini merupakan penguatan atas BSA sebelumnya, terutama dari sisi fleksibiltas mata uang yang dapat digunakan," ujar dia.

 

 

Selanjutnya

Bank Indonesia
Bank Indonesia AFP PHOTO / ROMEO GACAD

Dia juga mengatakan, rencana amandemen BSA merupakan bagian dari upaya untuk mendorong penggunaan mata uang lokal di kawasan pada jangka menengah, termasuk penggunaan yen.

"Penguatan BSA ini juga merupakan bentuk nyata upaya berkelanjutan Bank Indonesia untuk memperkuat jaring pengaman keuangan internasional sebagai salah satu policy tools dalam menjaga dan memelihara stabilitas nilai tukar rupiah," ujarnya.

Doddy mengungkapkan, saat ini jumlah cadangan devisa Indonesia sekitar USD 126 miliar (posisi per Maret 2018) masih di atas standar kecukupan internasional (sekitar 3 bulan impor).

Rencana penguatan BSA ini akan semakin memperkuat ruang gerak Bank lndonesia dalam menjaga stabilitas rupiah dan diharapkan semakin meningkatkan kepercayaan pelaku ekonomi terhadap stabilitas makroekonomi indonesia.

"Amandemen kerja sama BSA ini menunjukkan semakin kuatnya kerja sama keuangan dan ekonomi kedua negara. Jepang merupakan negara tujuan ekspor utama bagi indonesia dengan rata-rata nilai ekspor selama 2010-2016 mencapai USD 23,9 miliar,” ujar dia.

Sementara itu, Jepang merupakan negara asal impor ketiga terbesar setelah Tiongkok dan Singapura dengan rata-rata nilai impor selama 2010-2016 mencapai USD 17,1 miliar (pangsa 10,6 persen dari total impor lndonesia).

Jepang juga mempunyai peran penting dalam pembiayaan investasi langsung bagi Indonesia dan menempati posisi kedua sumber FDI Indonesia setelah Singapura, dengan pangsa 17,6 persen selama 2017 (USD 4,05 miliar).

Sebagai informasi, perjanjian kerja sama BSA pertama kali ditandatangani pada 17 Februari 2003 dan telah beberapa kali diamandemen dan diperpanjang.

Perjanjian BSA yang berlaku saat ini antara Jepang-lndonesia adalah kerja sama yang telah disepakati pada 12 Desember 2016 dan akan berakhir pada 12 Desember 2019. Kerja sama BSA yang berlaku saat ini merupakan kerja sama pertukaran mata uang (swap) rupiah dengan USD antara Jepang dengan Indonesia untuk mengatasi kesulitan likuiditas akibat permasalahan neraca pembayaran dan likuiditas jangka pendek.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya