CEO Boeing Khawatir Perang Dagang Hantam Industri Penerbangan

CEO Boeing Dennis Muilenburg khawatir dengan dampak perang dagang pada industri penerbangan.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 17 Jul 2018, 08:40 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2018, 08:40 WIB
Pimpinan Negara G20 Tiba di Jerman
Presiden AS, Donald Trump dan Ibu Negara, Melania Trump turun dari pesawat sambil melambaikan tangan setibanya di Hamburg, Jerman, Kamis (6/7). Sejumlah kepala negara telah tiba di Hamburg jelang pembukaan KTT G20 pada 7-8 Juli 2017. (AP/Markus Schreiber)

Liputan6.com, New York - CEO Boeing Dennis Muilenburg mengaku khawatir dengan perang dagang yang sedang terjadi. Ia memandang sektor industri aerospace (dirgantara) berkembang pada perdagangan yang bebas.

"Sudah jelas bahwa pasar aerospace tumbuh berkembang pada perdagangan bebas dan terbuka di seluruh dunia. Kami khawatir tentang perbincangan terkait tarif dan pembatasan dagang," ucap dia seperti dilansir CNBC.

Muilenburg menjelaskan, berkembangnya industri aerospace bisa memberi dampak positif pada pertumbuhan ekonomi global, dan pembatasan dagang dapat menimbulkan masalah.

"Ambil contoh pada hubungan dagang AS-China. Aerospace bagus untuk menumbuhkan ekonomi di China dan menciptakan kebangkitan yang mereka butuhkan," papar Muilenburg sambil menambahkan hal itu bagus untuk pekerjaan manufaktur dan ekonomi AS.

Namun, Muilenburg menyebut belum terlihat adanya bukti bahwa perang dagang telah membawa dampak buruk pada penerbangan antar benua, seperti yang sempat dikhawatirkan industri travel.

Saat ini, Boeing tengah menambah rantai suplai di seluruh dunia karena permintaan pesawat terbang terus meningkat. Sang CEO menyebut, Boeing menargetkan membangun 900 pesawat terbang per tahun mulai dari 2020. Pada 2017, Boeing berhasil memenuhi pesanan 763 jet.

"Kami memperkirakan USD 8,1 triliun pasar dalam 10 tahun kedepan dan dunia akan membutuhkan sebanyak hampir 43 ribu pesawat baru dalam 20 tahun kedepan," ucapnya.

Perang Dagang AS-China Bisa Jadi Peluang buat RI

Capaian Ekspor - Impor 2018 Masih Tergolong Sehat
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (25/5). Menkeu Sri Mulyani Indrawati menilai tren yang terjadi pada capaian ekspor-impor 2018 masih tergolong sehat. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China dimulai. Ini ditandai dengan keputusan Presiden AS Donald Trump yang resmi memberikan tarif sebesar USD 34 miliar ke 818 kategori produk China pada Jumat pekan lalu. Kemudian, China merespons dengan mengenakan tarif ke produk-produk AS.

Perang dagang kini makin memanas usai Trump menegaskan akan menambah daftar produk asal Negeri Tirai Bambu yang kena bea masuk menjadi lebih dari USD 500 miliar.

Menyikapi itu, Indonesia sebaiknya tidak lantas panik serta turut dapat memanfaatkan momentum perang dagang AS-China. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan menyatakan, situasi panas kedua negara besar tersebut otomatis akan turut berimbas kepada perdagangan Indonesia.

"Mau apa pun ceritanya itu akan berdampak ke perdagangan kita. Minimal, ada trade diversion(pengalihan perdagangan)," ungkap dia di Jakarta, seperti dikutip Selasa, 10 Juli 2018.

Meski demikian, ia menyampaikan, Indonesia harus tetap mampu mencari kesempatan dan memanfaatkan momentum dalam kondisi kisruh ini. Oke mengimbau pelaku perdagangan dalam negeri untuk dapat memanfaatkan potensi perjanjian dagang bilateral antar negara yang sudah ada. Sebagai contoh, perjanjian ASEAN-China.

"ASEAN-China itu hampir 95 persen komoditas sudah diperjanjikan. Jadi sudah banyak yang bisa kita manfaatkan. Sehingga kalau China misal menjadi kurang kebutuhan karena pasokan di situ tidak ada, kita bisa manfaatkan," terangnya.

Namun begitu, dia menekankan, perang dagang ini sejatinya berdampak merugikan bagi banyak negara dunia, termasuk Indonesia. Oleh karenanya, ia terus mendorong agar Indonesia bisa melihat opportunityyang ada.

"Ya kita pada akhirnya menyepakati kalau perang dagang itu tidak baik bagi kita, rugi bagi semuanya. Makanya kita mungkin harus melihat lebih banyak supaya dapat mengoptimalkan (momentum) dari situasi yang ada," imbau dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya