Mendag Ungkap 2 Kunci buat Kuasai Industri e-Commerce Dunia

Saat ini produk yang mendominasi e-commerce di tanah air berupa barang konsumsi. Mulai dari makanan hingga make up atau alat kecantikan.

oleh Merdeka.com diperbarui 06 Sep 2018, 18:17 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2018, 18:17 WIB
Gaya Mendag Enggartiasto Lukita Saat Pemotretan
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita saat pemotretan dalam kunjungannya ke Kantor Liputan6 di SCTV Tower, Jakarta (4/5). Di Partai Nasdem, Enggartiasto dipercaya menjabat sebagai Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menyatakan strategi mumpuni dan inovasi merupakan kunci utama untuk merebut pasar niaga elektronik (e-commerce ) domestik dan global. Penegasan ini disampaikan saat penutupan International Conference and Call for Paper (ICCAP 2018).

"Strategi dan inovasi perdagangan di era ekonomi digital adalah dua kunci utama yang harus dilakukan untuk merebut peluang pasar niaga domestik dan global," kata Mendag di Jakarta, Kamis (6/9/2018).

Dia mengungkapkan, transaksi niaga pada 2022 di Indonesia diperkirakan mencapai USD 55 miliar, sedangkan di dunia mencapai USD 2,6 triliun.

Menurut Mendag Enggar, nilai niaga elektronik di Indonesia akan terus meningkat seiring pertumbuhan dua platform besar, yaitu e-commerce formal dan socio commerce. Pada 2020, kedua platform tersebut masing-masing diperkirakan mencapai USD 40 miliar dan USD 15 miliar.

Mendag Enggar juga menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur secara masif yang dilakukan oleh pemerintah turut membantu pengembangan e-commerce  dari sisi logistik. Sehingga para pelaku usaha dapat menjual barang dengan lebih murah kepada konsumen, tidak hanya di Jakarta, namun di seluruh wilayah di Indonesia.

"Pembangunan infrastruktur yang hampir merata di seluruh wilayah Indonesia dan pertumbuhan fasilitas Iogistikjuga telah menyebabkan harga produk semakin terjangkau sehingga niaga-el menjadi tren cara berbelanja masyarakat masa kini," ujarnya.

ICCAP 2018 merupakan acara tahunan yang digelar Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP). Ajang yang digelar untuk kedua kalinya ini berlangsung pada 5-6 September 2018 dengan mengusung tema Strategy and Innovation of Trade in the Digital Economy Age".

ICCAP 2018 terselenggara atas kerja sama dengan Program Kemitraan Indonesia Australia untuk Perekonomian (PROSPERA), Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI), dan KSO Sucofindo-Surveyor Indonesia.

Lebih dari 250 peserta dari berbagai provinsi di Indonesia dan beberapa dari luar negeri yaitu Korea Selatan dan Taiwan hadir dalam acara tersebut. Peserta terdiri dari para peneliti, akademisi, birokrat, dan pelaku usaha di bidang niaga-el.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Mendag Enggar Beberkan Tantangan Industri e-Commerce di Indonesia

Ilustrasi e-Commerce
Ilustrasi e-Commerce (iStockPhoto)

Transaksi jual beli digital melalui e-commerce sudah menjadi budaya baru di masyarakat saat ini. Namun rupanya perkembangan e-commerce di Indonesia belum semulus yang perkiraan.

Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengungkapkan ada beberapa tantangan yang tidak bisa terhindarkan pada era digitalisasi transaksi. Salah satunya, membanjirnya produk luar negeri yang dijual e-commerce.

"Yang menjadi persoalan adalah kalau kita lihat dari sisi penjualan sementara sisi impornya barang luar yang masuk lebih besar dari pada sisi ekspor untuk kita jual melalui e-commerce. Itu yang menjadi persoalan. Itu satu challenge lah satu tantangan bagi kita untuk mencari solusinya," kata Mendag Enggar di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (6/9/2018).

Dia menjelaskan, saat ini produk yang mendominasi e-commerce di tanah air berupa barang konsumsi. Mulai dari makanan hingga make up atau alat kecantikan.

"Ya konsumsi macam-macam lah mulai dari bedak, gincu itu segala kan ada," ujarnya.

Namun dia mengaku belum ada angka pasti perihal besaran produk impor yang menguasai pasar domestik. Ini karena jumlah marketplace jualan online yan sangat besar. Bahkan media sosial seperti instagram, twitter dan facebook pun bisa disulap menjadi wadah berjualan oleh pedagang online.

"Belum ada satupun di dunia yang bisa mencatat itu. Karena kita ada yang resmi, tetapi instagram, media sosial ininya kan (susah didata). Jadi kalau tanya data itu maka akurasi atas data itu yang masih jadi persoalan," dia menandaskan.

Tantangan lain, cara menciptakan level of playing field atau persaingan usaha yang setara antara e-commerce dengan pedagang tradisional atau konvensional. Padahal, saat ini transaksi jual beli online sudah menjadi suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindari.

Menurut Enggar, hal yang sekarang jadi persoalan adalah bagaimana mengatasi transisi atau masa menuju kesini masa penjualan online, antara pengusaha tradisional dengan yang penjual online berada pada level of playing field yang sama.

"Memang ada pendapat yang menyatakan ini kan harus ada evolusi harus ada perubahan, tetapi di dalam perubahan itu bagaimana caranya kita me-minimize dampak negatifnya karena mereka sudah menjalankan sekian lama bisnis yang tradisional itu. Mengubah, meng-educated mereka juga tidak mudah tetapi kita tidak bisa hentikan, itu harus berjalan," dia menandaskan.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya