Ketahanan Energi RI Kalah Dibandingkan Thailand dan Filipina

Indonesia masih tergantung pada impor bahan bakar minyak (BBM) dan minyak mentah sehingga mempengaruhi ketahanan energi.

oleh Septian Deny diperbarui 26 Sep 2018, 17:45 WIB
Diterbitkan 26 Sep 2018, 17:45 WIB
Pertambangan
Ilustrasi Foto Pertambangan (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Ketahanan energi nasional Indonesia dinilai masih buruk. Hal ini berdasarkan peringkat yang dikeluarkan oleh Dewan Energi Dunia atau World Energy Council melalui Energy Trilemma Index.

Pengamat Energi, Marwan Batubara, mengatakan dalam Trilemma Index memuat setidaknya tiga variabel penilaian terkait ketahanan energi secara global, yaitu keamanan energi, ekuitas energi (eksesibilitas dan keterjangkauan) serta kelestarian lingkungan.

"Di situ ditemukan daftar negara dengan ketahanan energi yang bagus, ada yang bagus, jelek dan sengat jelek. Kita termasuk yang jelek," ujar dia dalam diskusi Menyoalkan Kebijakan Energi Nasional di Jakarta, Rabu (26/9/2018).

Dia mengungkapkan, dari sekitar 125 negara, Indonesia berada di peringkat 75, lebih rendah dibandingkan Thailand di peringkat 74 dan Filipina di peringkat 70. Sedangkan di peringkat 1 yaitu Denmark, Swedia di peringkat 2 dan Swiss di peringkat 3.

"Kenapa? Karena mereka secara suplai terjamin, ramah lingkungan dan lain-lain. Sedangkan kita masih tergantung pada impor BBM, minyak mentah, faktor lingkungannya juga tidak diperhatikan," kata dia.

Marwan menuturkan, peringkat ini bisa menjadi gambaran bagi pemerintah soal kondisi ketahanan energi Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara lain.

Dengan demikian, pemerintah harusnya bisa secara serius membenahi sektor energi di dalam negeri agar Indonesia memiliki ketahanan energi yang lebih baik.

"Misalnya soal ketersediaan, sejak 10 tahun lalu kita sudah bicara soal pembangunan kilang baru supaya aman dan tidak tergantung pada negara lain. Tetapi tidak ada satu pun yang membangun," kata dia.

 

Dorong Ketahanan Energi, Kementerian ESDM Tukar Data dengan BPS

Kementerian ESDM dan BPS menyepakati pertukaran data pada sektor ESDM, Jumat (16/3/2018). (Wicak/Liputan6.com)
Kementerian ESDM dan BPS menyepakati pertukaran data pada sektor ESDM, Jumat (16/3/2018). (Wicak/Liputan6.com)

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menyepakati pertukaran data pada sektor ESDM. Pertukaran data ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengambilan keputusan dan pengembangan ekonomi.

Kesepakatan tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) yang dilakukan Menteri ESDM, Ignasius Jonan dan Kepala BPS Suhariyanto.

Jonan mengatakan, nota kesepahaman ini diharapkan akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dan hasilnya harus kelihatan.

Pemanfaatan data dan informasi statistik yang dimiliki kedua lembaga dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah data dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan bagi sosial ekonomi bangsa.

"Kementerian ESDM memiliki peran sangat penting untuk mengelola energi mineral demi kemaslahatan Indonesia, ketahanan energi salah satu program pembangunan nasional sehingga sangat penting bagi negara,‎" kata Jonan, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat 16 Maret 2018.

‎Jonan mengungkapkan, manfaat lain MoU ini adalah bisa membuat mekanisme serah terima data nol rupiah alias tidak berbayar, selama untuk mendukung kebijakan dan bukan untuk komersialiasi.

Selain itu, implementasi dari MoU ini juga harus mencakup pengembangan sumber daya manusia baik bidang statistik maupun bidang ESDM melalui pertukaran pengetahuan dan pertukaran pengalaman.

"Saya yakin rekan saya di ESDM pengelola data Pusdatin perlu belajar ke BPS, bagaimana mengelola data menyimpan data dengan baik," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya