Ini Cara Pupuk Indonesia Tekan Biaya Produksi saat Rupiah Melemah

Pupuk Indonesia kini mencampurkan penggunaan energi antara gas alam dan batu bara guna menekan biaya produksi yang ada.

oleh Bawono Yadika diperbarui 28 Okt 2018, 12:15 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2018, 12:15 WIB
PT Pupuk Indonesia (Persero) merupakan produsen pupuk terbesar di Asia. (Dok Pupuk Indonesia)
PT Pupuk Indonesia (Persero) merupakan produsen pupuk terbesar di Asia. (Dok Pupuk Indonesia)

Liputan6.com, Jakarta - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) turut membawa dampak bagi perusahaan pupuk milik negara yaitu PT Pupuk Indonesia (Persero). Perusahaan pelat merah ini terdampak karena sumber energi untuk menggerakkan mesin berpatokan dolar AS.

Direktur Utama Pupuk Indonesia Aas Asikin Idat mengatakan, perseroan kini mencampurkan penggunaan antara gas alam dan batu bara (mix) guna menekan biaya produksi yang ada.

“Kami mix energi, kan harga gas relatif tinggi. Jadi kita mix penggunaan gas dan batu bara, untuk steam contohnya bukan dari gas tetapi batu bara,” tuturnya di Bontang, Kalimantan Timur, Minggu (28/10/2018).

Aas menambahkan, metode penggunaan campuran antara gas dan batu bara itu membantu Pupuk Indonesia untuk menekan biaya produksi sebesar 20 persen.

"Mix itu adalah strategi agar kami dapat harga pokok yang lebih rendah," ujarnya.

Meski begitu, Aas mengaku tidak semua perusahaan pupuk mengimplementasikan metode yang sama seperti pencampuran tersebut guna menekan biaya.

"Jadi mix energi itu siasat saja, bukan berarti semua bisa diganti dengan batu bara. Jadi bisa menghemat sekitar 20 persen," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Penjualan Pupuk Indonesia Capai 8,95 Juta Ton

Pabrik Kaltim-5 milik PT Pupuk Kaltim. (Foto: Pupuk Indonesia)
Pabrik Kaltim-5 milik PT Pupuk Kaltim. (Foto: Pupuk Indonesia)

Sebelumnya, Pupuk Indonesia mencatat penjualan sebesar 8,956 Juta ton sepanjang periode Januari-September 2018. Angka tersebut  tumbuh sekitar 7 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Direktur Utama Pupuk Indonesia Aas Asikin Sidat menjelaskan, penjualan pupuk untuk sektor PSO, yaitu penyaluran pupuk bersubsidi ke sektor tanaman pangan, hingga saat ini sudah mencapai 6.633.982 ton. Itu meningkat lebih dari 300 ribu ton dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

"Ini artinya, Perseroan tetap memprioritaskan kebutuhan pupuk untuk pangan dalam mengamankan kebutuhan petani dan penyaluran pupuk bersubsidi semakin efektif dan diterima oleh petani yang berhak memperolehnya," tuturnya. 

Aas menjelaskan, peningkatan penjualan Pupuk Indonesia antara lain ditopang oleh kenaikan penjualan ekspor sebesar 60 persen menjadi USD 332 juta pada kuartal III 2018, ketimbang raihan di periode yang sama tahun 2017. Adapun ekspor Perseroan terdiri dari 770 ribu ton pupuk dan 439 ribu ton amoniak.

Sampai dengan akhir tahun 2018, manajemen Pupuk Indonesia memproyeksikan total ekspor mencapai 1,588 juta ton pupuk dan 630 ribu ton amoniak senilai USD 650.563.913. Meski begitu, kata dia, Perseroan tetap memprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pupuk di sektor tanaman pangan dalam rangka penugasan PSO.

“izin ekspor hanya bisa keluar jika kebutuhan dan stok dalam negeri sudah aman," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya