RI Gandeng Jerman Kembangkan Integrasi Listrik di Wilayah Kepulauan

Untuk mengembangkan jaringan kelistrikan di wilayah kepulauan, ‎kedua belah pihak membuat program Renewable Energy for Electrification Program (REEP).‎

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 21 Nov 2018, 20:50 WIB
Diterbitkan 21 Nov 2018, 20:50 WIB
Ilustrasi tarif Listrik Naik (2)
Ilustrasi tarif Listrik Naik (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjalin kerja‎sama dengan Kementerian Federal Jerman, untuk mengembangkan jaringan listrik di wilayah kepulauan‎. Hal ini untuk mengejar pemerataan kelistrikan di Indonesia.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, untuk mengembangkan jaringan kelistrikan di wilayah kepulauan, ‎kedua belah pihak membuat program Renewable Energy for Electrification Program (REEP).‎

REEP merupakan sistem monitoring untuk membuktikan kelayakan teknis dan ekonomis, penggunaan energi baru terbarukan yang diintegrasikan dalam jaringan kelistrikan di wilayah pulau. "REEP menggunakan pendekatan bottom up," kata Rida, di Jakarta, Rabu (21/11/2018).

Menurut Rida, dua pulau yaitu ‎Pulau Kaledupa dan Belitung telah dipilih sebagai percontohan penerapan REEP. Kedua pulau tersebut memiliki beban puncak yang tidak terlalu besar dari 10 Mega Watt (MW) sampai 100 MW.

"Demonstrasi akan dilakukan dua pulau kecil seperti Kedupa dengan beban puncak kurang dari 10 MW dan Belitung dengan beban puncak di antara 10-100 MW," ‎tuturnya.

Pulau Kaledupa akan diterapkan integrasi penggunaan EBT sumber energi berupa hybrid PV-diesel-baterai‎, kemudian akan dimasukan jaringan kelistrikan yang sebelumnya hanya memasok listrik dari sumber energi diesel. Pulau tersebut  merupakan daerah dengan kelistrikan yang masih 12 jam, beban puncak kurang dari 10 MW.

Sementara kelistrikan Pulau Belitung akan diintegrasikan EBT berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bio gas (PLTBg) dengan memanfaatkan limbah kelapa sawit.

Saat Pulau Belitung sudah menikmati listrik 24 jam, dengan beban puncak 10 sampai 100 MW, sumber pasokan listrik listrik yang sudah beroperasi berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) dan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD).

"Ada yang di Belitung, 24 jam tapi fosil semua, tapi bagaimana renewable masuk. Padahal potensinya ada," tandas dia.

Cirebon Power Operasikan Pembangkit Ramah Lingkungan pada 2022

Perbaikan Listrik Pasca Gempa dan Tsunami Palu
Petugas PLN memperbaiki jaringan listrik di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (6/10). PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) memastikan kondisi listrik di Kota Palu semakin membaik pasca gempa dan tsunami. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Konsorsium Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon Power berkomitmen menjadi operator pembangkit ramah lingkungan di Indonesia, dengan meningkatkan kinerja.

Presiden Direktur Cirebon Power, Heru Dewanto mengatakan, Cirebon Power akan terus meningkatkan kinerja dan standar operasi. Hal ini untuk meningkatkan performa perusahaan dalam mengoperasikan pembangkit listrik, termasuk dalam meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan.

"Cirebon Power akan terus memacu kinerja, khususnya kepedulian terhadap lingkungan," kata Heru, di Jakarta, Jumat (16/11/2018).

Cirebon Power merupakan konsorsium operator pembangkit listrik PLTU Cirebon berkapasitas 660 MW yang beroperasi sejak 2012. Pembangkit tersebut paling awal menerapkan teknologi super critical yang ramah lingkungan, dibandingkan PLTU biasa. Perusahaan itu juga tengah membangun PLTU Cirebon Unit II dengan kapasitas 1.000 MW. 

"Pembangkit yang ditargetkan beroperasi pada 2022 itu, akan menggunakan teknologi yang lebih maju dan bersih, yaitu Ultra Super Critical," ujar dia.

Atas penggunaan teknologi ramah lingkungan  yang digunakan tersebut, Cirebon Power dinilai sukses mengembangkan PLTU ramah lingkungan di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan  dua penghargaan yang didapat Cirebon Power.

Penghargaan pertama adalah The Best Pioneer In Utilization of Clean Coal Technology in The Country, di ajang ASEAN Outsanding Engineering Achievement Award 2018  di Singapura.

Penghargaan yang diberikan oleh ASEAN Federation of Engineering Organisations (AFEO) ini untuk mengapresiasi terobosan PLTU 1x660MW Cirebon, yang menjadi pelopor penerapan teknologi batu bara bersih. 

Kemudian, perusahaan pembangkit listrik itu juga memenangkan penghargaan khusus The Best Environmentally Concerned Company, atau perusahan yang paling peduli pada kelestarian lingkungan, dalam ajang Indonesia Best Electricity Award (IBEA) 2018 di Jakarta.

Dalam ajang ini, Cirebon Power dinilai terbukti berkomitmen tinggi dan sukses menjaga lingkungan sekitar dalam mengoperasikan pembangkit listriknya. 

"Ini bukti kepedulian kita terhadap lingkungan. Jadi ini pengakuan dari kerja keras kita semua. Seluruh karyawan di Cirebon Power yang bersungguh-sungguh menjalankan values,” kata dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya