Meski Negara Maju, Masyarakat Jepang Lebih Gemar Bertransaksi Tunai

Bahkan tingkat penggunaan transaksi nontunai Jepang kalah dibandingkan China dan Korea Selatan.

oleh Septian Deny diperbarui 01 Feb 2019, 09:45 WIB
Diterbitkan 01 Feb 2019, 09:45 WIB
Pertemuan Bank Indonesia di Jepang. Liputan6.com/Septian Deny
Pertemuan Bank Indonesia di Jepang. Liputan6.com/Septian Deny

Liputan6.com, Tokyo - Meski masuk dalam kategori negara maju dengan teknologi yang begitu berkembang, namun masyarakat di Jepang justru masih suka menggunakan uang tunai ketimbang nontunai. Selain itu, penghargaan masyarakat Negeri Sakura juga sangat tinggi terhadap uang kertasnya.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tokyo, Puji Atmoko mengatakan, Jepang merupakan salah satu negara maju yang masih dominan menggunakan uang tunai dalam transaksi sehari-hari. Bahkan tingkat penggunaan transaksi nontunainya kalah dibandingkan China dan Korea Selatan.

"Dia atas Jepang ada Jerman. Dan yang paling tinggi itu Swedia. Kemudian China, Korea Selatan, Jepang termasuk di bawah," ujar dia di Tokyo, Jepang, Jumat (1/2/2019).

Menurut Puji, selama ini masyarakat Jepang memang lebih suka menggunakan uang tunai dalam bertransaksi sehari-hari. Perhatian yang diberikan masyarakat Jepang terhadap uang kertas yang dimilikinya pun sangat ‎tinggi.

"Masyarakat Jepang masih senang dengan pembayaran tunai. Tetapi penghargaan terhadap uang itu luar biasa. Uang tidak pernah ada yang lecek, kalau mau disimpan (di dompet) itu harus diluruskan dulu, dan uangnya bersih-bersih. Tingkat kelusuhannya rendah. Itu membantu biaya pencetakan uangnya tidak setinggi kalau cepat lusuh," kata dia.

Masalah kerapihan uang kertas ini betul-betul diperhatikan masyarakat Jepang. Bahkan sampai hal yang detail pun dilakukan agar uang kertasnya tetap dalam keadaan baik.

Contoh kecil, kalau berbelanja di Family Mart misalnya, itu kalau ada kembalian diberikan uang kertasnya dulu, dengan maksud kita ada waktu untuk memasukkan ke dompet (dengan rapi). Baru uang logamnya diberikan belakangan. Cara mereka merawat uangnya, rapi banget," jelas dia.

Hal-hal seperti ini harusnya bisa dicontoh oleh masyarakat Indonesia. Penghargaan terhadap rupiah pecahan kertas harus dirawat secara baik agar tidak ada lagi uang kertas lusuh di Indonesia.

"Saya pernah di Sumatera Barat, beli ikan. Setelah saya bayar, pedagangnya bilang laris, laris, laris sambil disentuhkan (uangnya ke ikan. Dan naruhnya bukan di dompet, di kantong plastik, kena air. Itu pecahan (besar) Rp 50 ribu-Rp 100 ribu. Saya berharap, hal ini diperhatikan. Ini budaya yang harus diubah," tandas dia.

 

Vietnam Jadi Pesaing Terberat RI buat Tarik Investor Jepang

20151113-Ilustrasi Investasi
lustrasi Investasi Penanaman Uang atau Modal (iStockphoto)

Vietnam menjadi persaing terberat Indonesia dalam menarik investor asal Jepang. Salah satu kelebihan Vietnam di mata investor asal Negeri Sakura tersebut yaitu soal tenaga kerja.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tokyo, Puji Atmoko mengatakan, dari hasil survei yang dilakukan Japan Bank for International Corporation (JBIC), Indonesia selalu bersaing dengan Vietnam soal negara tujuan investasi perusahaan Jepang di luar negaranya. Indonesia dan Vietnam berada di posisi 3 dan 4 dalam survei tersebut.

"Yang jangka panjang, Indonesia itu di nomor 3, sempat turun dari sebelumnya tiga jadi empat. Kalah bersaing dari Vietnam. Saingan terberat kita di ASEAN itu Vietnam, sama Thailand," ujar dia di Tokyo, Jepang, Kamis (31/1/2019).

Menurut Puji, masalah infrastruktur, sebenarnya Indonesia lebih baik ketimbang Vietnam. Namun demikian, untuk masalah Sumber Daya Manusia (SDM), Vietnam dianggap lebih unggul.

"Infrastruktur kita masih jauh lebih baik, cuma kualitas SDM lebih unggul dari pada kita. (Dalam survei) Vietnam nilainya sama dengan Indonesia, tapi kualitas SDM-nya lebih unggul," kata dia.

Selain soal kualitas, upah pekerja Vietnam juga dianggap lebih stabil dan rendah ketimbang Indonesia. Hal ini menjadi nilai tambah tersendiri bagi para investor Jepang.

‎"Orang Vietnam dibayar tidak tinggi. Tapi kualitasnya lebih tinggi. Upah masih murah. Upah memang masalah sensitif," ungkap dia‎.

Kemudian, lanjut Puji, ada juga faktor lain yang membuat investor Jepang mau menanamkan modalnya di Vietnam. Contohnya soal regulasi dan lahan.

"Di Vietnam, (investor) di UMKM bisa masuk, tidak ada unsur protektif. Tanah juga itu bisa mudah dibebaskan," tandas dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya