Krakatau Steel Bakal Ekspor Baja ke Malaysia dan Australia pada 2019

PT Krakatau Steel Tbk menargetkan produksi dan penjualan tumbuh hingga 30 persen pada 2019.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 09 Feb 2019, 15:00 WIB
Diterbitkan 09 Feb 2019, 15:00 WIB
Krakatau Steel
(Foto: Krakatau Steel)

Liputan6.com, Jakarta - PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) prediksi pasar baja di dalam dan luar negeri meningkat pada 2019.

Direktur Pemasaran PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Purwono Widodo mengatakan, salah satu peluang yang terlihat adalah potensi ekspor baja ke Malaysia dan Australia pada 2019.

Untuk Malaysia, Perseroan menargetkan mampu ekspor mencapai 500 ribu ton sepanjang 2019. Australia diharapkan bisa mengekspor 5.000 ton per kuartal sepanjang 2019.

"Kami optimis bahwa tahun ini Krakatau Steel dapat menaikan penjualan dan produksi baja sebesar 20-30 persen dibanding tahun 2018," ungkap Purwono, Sabtu (9/2/2019).

Selain itu, faktor lain adalah pada Januari lalu pun pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pembatasan impor baja lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 110 tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya. 

Peraturan ini mulai berlaku pada 20 Januari 2019 dan diharapkan dapat memberikan peluang pertumbuhan bagi industri baja nasional karena penggunaan baja impor akan dibatasi dan lebih mengutamakan penggunaan baja lokal. 

Pada kinerja kuartal III 3 2018, Perseroan mampu mencatatkan peningkatan volume penjualan sebesar 14,21 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu menjadi 1.595.260 ton. 

Kontribusi kenaikan ini disumbang oleh kenaikan penjualan baja lembaran panas dan long product sebesar 26,20 perern dan 12,92 pereen menjadi 913.619 ton dan 216.738 ton dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. 

Kenaikan volume pendapatan ini, mendorong PT Krakatau Steel Tbk meraih pendapatan bersih sebesar USD 1.274,10 juta atau meningkat 22,71 persen dibanding kuartal III 2017. 

Kemajuan pembangunan blast furnace juga telah menunjukkan hasil yang menggembirakan.

Pada 16 Oktober 2018 telah dilakukan pemanasan tungku blast stove yang merupakan tahapan penting dari beroperasinya keseluruhan pabrik blast furnace complex.  Pabrik ini melakukan produksi perdananya atau first blow in pada 20 Desember 2018.

 

Dua Proyek Besar Jadi Andalan Perbaikan Kinerja Krakatau Steel pada 2019

Krakatau Steel
(Liputan6.com)

Sebelumnya, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk berencana mengerjakan dua proyek strategis pada 2019. Proyek ini bagian dari langkah ekspansi kapasitas di bagian hilir dan menurunkan biaya produksi di bagian hulu.

Proyek pertama adalah Pembangunan Pabrik Blast Furnace Complex. Pabrik ini akan berdiri pada area Blast Furnace Complex PTKS seluas 55 hektare (ha). ini merupakan proyek yang dilakukan konsorsium kontraktor yang terdiri dari MCC CERI dari China dan PT Krakatau Engineering (PTKE). Dengan ada Blast Furnace Complex, biaya produksi baja akan turun sebesar USD 50 per ton.

Silmy mengatakan, pengoperasian pabrik Blast Furnace di PTKS akan menambah fasilitas iron making atau tahap hulu bertambah.

"Ini merupakan suatu awal dari rangkaian usaha Perseroan untuk meningkatkan daya saing di sektor hulu. Fasilitas Blast Furnace merupakan teknologi berbasis batu bara. Penggunaan batu bara ini juga akan meningkatkan fleksibilitas penggunaan energi serta mengurangi ketergantungan terhadap gas alam yang yang diproyeksikan yang akan terus mengalami kenaikan harga dan keterbatasan," ungkap Silmy kepada wartawan, Selasa 15 Januari 2019.

Dalam Blast Furnace Complex, juga terdapat Sinter Plant yang memiliki kapasitas 1,7 juta ton per tahun, Hot Metal Treatment Plant dengan kapasitas 1,2 juta ton per tahun serta Coke Oven Plant dengan kapasitas 555 ribu ton per tahun. Sebagai penunjang, terdapat Raw Material Handling(Stockyard) yang mampu menampung 400 ribu ton per tahun.

Proyek lainnya adalah penambahan kapasitas baja lembaran panas melalui pembangunan Hot Strip Mill 2 yang sudah mencapai 90,23 persen terhitung per November 2018.

Proyek pemasok baja Hot Rolled Coil dengan kapasitas 1,5 juta ton per tahun ini ditargetkan selesai pada April 2019. Proyek Hot Rolled Coil existing Krakatau Steel bahkan mengalami pencapaian yang sangat baik hingga akhir 2018.

“Rekor volume penjualan HRC berhasil dicapai pada bulan Oktober 2018 yang mencapai 127.005 ton, setelah sebelumnya pada bulan Maret sempat mencapai 120.843 ton. Sementara total volume penjualan produk baja Perseroan selama Januari–September 2018 mencapai 1.595.260 ton, atau naik 14,24 persen Year-on-Year (YoY) dari 1.396.422 ton selama periode yang sama tahun lalu. Kami juga mencatat rekor produksi HRC tertinggi sebesar 189.702 ton pada November 2018," ungkap dia.

Soal efisiensi, perseroan pun telah melakukan sejumlah langkah perbaikan kinerja operasional di Hot Strip Mill terkait dengan peningkatan produktivitas pabrik serta penghematan konsumsi energi dan bahan consumables seperti konsumsi gas, listrik, dan work roll dengan total penghematan mencapai Rp 593 miliar hingga November 2018.

Selama Januari – September 2018, Krakatau Steel memiliki pangsa pasar Hot Rolled Coil sebanyak 40 persen, sisanya adalah pangsa produsen domestik lain dan impor.

Dari data di atas dapat diartikan bahwa kerugian Krakatau Steel berkurang di quartal 3 tahun 2018. Kinerja keuangan, perseroan juga mengalami kenaikan pendapatan netto sebesar 22,71persen (YoY), dan laba / (rugi) yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas produk meningkat sebesar 50,19 persen (YoY).

Dari data tersebut menunjukkan bahwa Krakatau Steel telah membaik sehingga dua proyek besar Krakatau Steel tahun ini diyakini mampu memenuhi kebutuhan baja nasional.

 

 Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya