Kemenhub Pantau Harga Tiket Pesawat di Bandara Soekarno Hatta

Kemenhub telah mengeluarkan Permenhub Nomor 20 Tahun 2019 tentang pengaturan tarif tiket pesawat.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 09 Apr 2019, 09:45 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2019, 09:45 WIB
Ilustrasi tiket pesawat
Ilustrasi tiket pesawat (Liputan6.com/Andri Wiranuari)
Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, melalui Direktorat Angkutan Udara, melakukan pemantauan harga tiket pesawat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang.
 
Pantauan guna memastikan maskapai telah mematuhi Permenhub Nomor 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
 
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Polana B. Pramesti memastikan pihaknya akan terus memantau harga yang diberikan oleh maskapai tidak menyalahi aturan.
 
 
"Kami terus memantau tarif tiket pesawat yang ditetapkan maskapai tidak melebihi Tarif Batas Atas yang telah ditetapkan oleh Kemenhub agar jangan sampai memberatkan masyarakat," kata Polana, Selasa (9/4/2019).
 
Berdasarkan hasil pemantauan pada tiga operator penerbangan yaitu Sriwijaya Air, Lion Air dan Garuda Indonesia untuk penerbangan yang berasal dari Bandara Soetta masih belum melampau Tarif Batas Atas (TBA). 
 
Untuk maskapai Sriwijaya Air rute CGK-BPN dengan tarif NET yang dikenakan rata-rata Rp 1.526.050 dari penetapan TBA sebesar Rp 1.702.000 , Untuk  maskapai Lion Air rute CGK - BPN  tarif NET yang dikenakan rata-rata Rp 1.262.950  dari penetapan TBA sebesar Rp 1.607. 000.
 
Sementara harga tiket pesawat Garuda Indonesia, rute CGK-BPN menetapkan tarif NET rata rata  Rp 1.695.488 dari penetapan TBA sebesar Rp 1.891.000. 

Harga Tiket Pesawat Mahal, Penumpang Domestik Merosot

Ilustrasi tiket pesawat
Ilustrasi tiket pesawat (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Harga tiket pesawat yang mahal masih menjadi polemik. Penumpang yang punya alternatif moda lain akan beralih, sementara yang lainnya pasrah membeli tiket mahal agar dapat pergi ke tempat tujuan.

Maskapai pelat merah seperti Garuda Indonesia sudah mencoba menurunkan harga dengan memberikan diskon sebesar 50 persen.

Direktur Utama PT Angkasa Pura II, Muhammad Awaluddin menyatakan, memang ada penurunan jumlah penumpang setelah harga tiket pesawat naik, setidaknya untuk rute-rute domestik yang jarak tempuhnya dekat.

"Untuk rute-rute dekat seperti Jakarta-Jogja itu mengalami penurunan, tapi tergantung kalau lagi libur atau Lebaran mungkin tidak terpengaruh, kalau low season itu cukup menurun," ungkapnya di Palangkaraya, Senin (8/4/2019).

Dirinya tidak menyebutkan pasti berapa persentasenya. Ada dua faktor yang menyebabkan penurunan penumpang, yaitu adanya alternatif moda untuk rute dekat dan kesiapan operasional dari maskapai.

"Contohnya seperti Lion, ada 10 pesawat yang digrounded dan itu pasti berpengaruh," ujar dia.

Sementara, jumlah penumpang internasional masih tetap stabil. Bandara di timur Indonesia juga tidak terlalu terpengaruh. 

 

BPKN: Kebijakan Tarif Bawah Pesawat Hambat Persaingan Usaha

Sebelumnya, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menilai kebijakan tarif batas bawah dan batas atas untuk maskapai penerbangan telah melanggar hak konsumen seperti yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

"Penetapan tarif batas bawah dan batas atas sangat mencederai dan melanggar hak-hak yang diatur dalam UU 8 Tahun 1999 karena tidak memberi insentif kepada konsumen untuk mendapatkan harga yang bisa mengkonversi menjadi konsumen surplus," kata Koordinator Komisi Advokasi BPKN Rizal. E. Halim seperti dikutip dari Antara, Senin 8 April 2019.

Rizal menjelaskan seharusnya pemerintah menetapkan single tarif atau penetapan tarif batas atas saja. Penetapan tarif batas bawah hanya akan menghambat persaingan usaha dan efisiensi sehingga akan berdampak pada harga tiket pesawat lebih mahal.

Akibatnya, bukan hanya konsumen pengguna pesawat terbang yang akan terimbas, tetapi juga pelaku usaha bidang logistik dan pengiriman barang akan tertekan sehingga daya beli masyarakat bisa melambat seiring dengan mahalnya harga tiket.

Sebaliknya, jika tarif batas bawah dibebaskan akan terjadi kompetisi yang intens namun tetap dalam kendali Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), namun dapat mewujudkan dari produsen surplus menjadi konsumen surplus.

"Yang terjadi kalau ada tarif batas bawah dan batas atas, semua harga akan mendekati ke batas atas, artinya kompetisi yang menghadirkan jasa superior ke konsumen itu sulit dilakukan industri ini," kata Rizal.

Oleh karena itu, BPKN menyarankan pemerintah untuk mengeluarkan peraturan jangka pendek dan jangka panjang agar harga tiket transportasi udara lebih terjangkau dengan tetap mengedepankan aspek keamanan dan keselamatan.

Ia menambahkan bahwa seharusnya pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, dapat melibatkan konsumen, baik yang diwakili melalui BPKN atau pun LSM lainnya terkaiti Kebijakan Tarif Batas Bawah dan Batas Atas (TBBTBA) ini.

Tarif angkutan udara turut memberikan andil terhadap inflasi pada Maret 2019 sebesar 0,03 persen dalam kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan.

 

Tonton Video Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya