Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri mengatakan permintaan buruh untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan harus dikaji lebih dalam. Dia menegaskan, revisi upah buruh harus saling menguntungkan baik bagi pekerja maupun pelaku usaha.
"Nanti kita kaji dulu bersama stakeholder terkait. Kalau soal permintaan kan yang minta bukan hanya serikat, dunia usaha juga punya permintaan. Itulah kenapa harus dikaji dulu bersama-sama," ujar Hanif saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (2/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
Apabila nantinya dilakukan revisi maka pemerintah juga akan mendengar masukan dari pengusaha dan stakeholder lainnya. Oleh karena itu, pihaknya belum menetapkan target kapan revisi PP dilakukan dan diselesaikan.
"Kalau di atas satu tahun kita sudah ada kebijakan Struktur Skala Upah. Jadi orang diupah berdasarkan masa kerja, pendidikan, kompetensi, produktivitas, dan sebagainya. Jadi saya kira enggak ada persoalan yang terlalu ini lah," jelasnya.
Â
Tuntutan Buruh
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan, Presiden Joko Widodo ( Jokowi) telah menyetujui tuntutan buruh terkait revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan atau upah buruh. Persetujuan ini telah diutarakan Jokowi saat serikat pekerja diundang ke Istana Bogor pada Jumat lalu.
"KSPI mengapresiasi dan berterimakasih kepada presiden Jokowi yang menyetujui adanya revisi PP 78. Meski kita belum tahu siapa yang akan menjadi presiden berikutnya," ujar dia saat sesi konferensi pers di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, pada Senin 29 April 2019.
Dengan begitu, pernyataan Jokowi perihal revisi PP 78/2015 tersebut akan coba KSPI deklarasikan saat perayaan May Day pada 1 Mei mendatang. Menurutnya, perubahan formulasi peraturan tentang pengupahan ini wajib diimplementasikan, sebab kaum buruh menuntut untuk mendapat upah yang berkeadilan.
"Kita enggak setuju upah murah. Kita setujunya upah berkeadilan," seru Said Iqbal.
Â
Advertisement
Hal Runding Buruh
Dia pun menyoroti dihapuskannya hal runding buruh dalam PP Nomor 78, sehingga membuat pemerintah seolah sepihak dalam penentuan data upah buruh minimum seperti yang dilakukan beberapa negara beraliran kiri.
"Data upah minimum itu sepihak pemerintah. Itu seperti yang dilakukan negara komunis seperti Kuba dan Korea Utara. Itu bertentangan dengan bermacam aturan pada undang-undang tentang pengupahan," tuturnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com