Pemanfaatan Batu Bara Bisa Tekan Impor Migas

Saat ini kebutuhan LPG Indonesia mencapai 7 juta ton. Sebanyak 70 persen atau sekitar 4,55 juta ton dipenuhi dari impor.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 12 Agu 2019, 20:30 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2019, 20:30 WIB
Batu Bara Bengkulu
Ilustrasi batu bara Bengkulu (Liputan6.com / Yuliardi Hardjo Putro)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah seharusnya menjadikan [batu bara](regional "") sebagai komoditas peredam defisit neraca perdagangan. Cara yang bisa ditempuh dengan melakukan hilirisasi untuk dijadikan subtitusi Liqufied Petroleum Gas (LPG).

Direktur Eksekutif Center For Indonesia Resources Strategic Studies (Ciruss) Budi Santoso mengatakan, pemerinta saat ini menghadapi dua masalah besar yaitu defisit neraca perdagangan dan beban subsidi. Hal ini bisa diatasi dengan meningkatkan penggunaan batu bara yang berasal dari dalam negeri.

“Jadi kan energi [batu bara](regional "") pada saat ini adalah energi paling murah dan energi yang mahal itu minyak dan gas,"‎kata Budi, di Jakarta, Senin (12/8/2019).

Menurut Budi, impor Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk memenuhi kebutuhan sektor transportasi memang tidak bisa dihindari. Namun ada celah lain yang bisa dilakukan untuk mengurangi impor migas, yaitu menggantikan peran LPG. 

Penggunaan batu bara ‎bisa diterapkan pada sektor restoran, hotel dan rumah tangga.

Untuk diketahui, saat ini kebutuhan LPG Indonesia mencapai 7 juta ton. Sebanyak 70 persen atau sekitar 4,55 juta ton dipenuhi dari impor.

"Rumah tangga, industri, komersil (hotel dan restoran) itu kan bisa diganti [batu bara](regional "")," tuturnya.

Budi mengungkapkan, ‎pemerintah sebaiknya tidak tertinggal dalam pemanfaatan batu bara sebagai energi murah, selain mengejar pemanfaatkan bonus demografi.

"Kita jangan sampai kehilangan kesempatan energi murah, ‎bukan lagi mendapatkan bonus demografi," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Harga Acuan Batu Bara dan Emas Naik

Penambang Batu Bara di Bengkulu Tunggak Royalti Ratusan Miliar
Tak tanggung-tanggung, nilai tunggakan pembayaran tersebut mencapai Rp 100 miliar.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 147 K/30/MEM/2019, tentang Harga Mineral Logam Acuan (HMA) dan Harga Batu Bara Acuan (HBA) untuk  Agustus 2019. 

Dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM, di Jakarta, Senin (12/8/2019). Berdasarkan Kepmen tersebut, HBA Agustus 2019 ditetapkan sebesar USD 72,67 per ton. Harga batubara acuan mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya, naik sebesar USD 1,04 persen  dari HBA Juli 2019 sebesar USD 71,92 per ton. Sepanjang  ini, HBA berada dalam tren penurunan. Bahkan, HBA Juli yang sebesar USD 71,92 merupakan yang terendah dalam nyaris 2,5 tahun. 

Kenaikan HBA pada Agustus 2019 dibandingkan bulan sebelumnya salah satunya dipengaruhi pasar energi global yang relatif membaik. Selain itu, permintaan (demand) batu bara oleh Tiongkok dan Korea pun mengalami kenaikan. Selain itu, adanya gangguan pasokan batu bara dari tambang di Australia menyebabkan indeks Global Coal dan Newcastle mengalami penguatan pada Juli

HBA adalah harga yang diperoleh dari rata-rata Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platss 5900 pada bulan sebelumnya. Kualitasnya disetarakan pada kalori 6322 kcal per kg GAR, Total Moisture 8 persen, Total Sulphur 0,8 persen dan Ash 15 persen 

Selain Harga Batu Bara Acuan, dalam Kepmen tersebut juga mengatur HMA komoditas nikel, kobalt dan timbal mengalami penurunan. Harga nikel ditetapkan USD 11.874,77 per dry metric ton (dmt), naik dari USD 15.067,86 per dmt dari HMA Juli 2019, kobalt ditetapkan USD 28.527,27 per dmt turun dari USD 31.386,36 per dmt, dan timbal mengalami penurunan dari USD 1.847,68 per dmt menjadi USD 1.929,11 per dmt.

Komoditas seng dan aluminium pun juga mengalami tren penurunan. Harga seng turun dari USD 2.649,66 per dmt pada Juli 2019 menjadi USD 2.487,86 per dmt, HMA aluminium turun dari USD 1.752,00/dmt menjadi USD 1.787,93 per dmt, sementara untuk tembaga, HMA Agustus 2019 ditetapkan USD 5.937,45 per dmt, naik dari USD 5.852 perdmt.

Di samping komoditas mineral di atas, komoditas mineral lain mengalami fluktuasi harga sebagai berikut. Emas sebagai mineral ikutan sebesar USD 1.406,29 per ounce, naik dari USD 1.312,55 per dmt dari HMA Juli 2019. Perak sebagai mineral ikutan USD 15,35 per ounce, turun dari USD 14,67 per ounce dari HMA Juli 2019.   

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya