Defisit Migas Bikin Rupiah Tak Stabil

Ketahanan energi di Indonesia dinilais angat penting. Sebab berdampak besar pada stabilitas nilai tukar rupiah.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Okt 2019, 14:16 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2019, 14:16 WIB
Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Berly Martawardaya menegaskan pentingnya ketahanan energi di Indonesia. Sebab berdampak besar pada stabilitas makro, salah satunya nilai tukar rupiah.

Sebagai contoh, dia menjelaskan, defisit neraca perdagangan akibat impor migas menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi tidak stabil.

"Dampak dari energi ini sangat besar tidak hanya produksi tapi stabilitas rupiah karena sebagian besar defisitnya migas kita hanya setengah yag hanya bisa diproduksi dan impor kita beli dalam dollar," kata dia, dalam diskusi, di Jakarta, Senin (21/10/2019).

Dia menambahkan, saat ini tingkat konsumsi BBM terus meningkat sementara produksi dalam negeri menurun. Untuk memenuhi kebutuhan BBM, jalan yang ditempuh adalah dengan melakukan impor.

"Jumlah kendaraan makin meningkat produksi Migas turun maka defisit besar. Lifting migas turun 30 persen. Ketika defisit rupiah melemah secara signifikan," ujar dia.

Karena itu, Pemerintah perlu memerhatikan kinerja sektor migas, misalnya dengan mendorong eksplorasi. Sehingga dapat meningkatkan produksi dalam negeri.

"Selama difisit migas besar rupiah kita labil ini satu hal yang penting. Suplly demand akan berpengaruh ke stabilitas makro kita," tandasnya.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Usai Pelantikan Jokowi, Rupiah Menguat

Rupiah Masih Tertahan di Zona Merah
Teller menghitung mata uang rupiah dan dolar AS di Jakarta, Selasa (15/10/219). Rupiah di pasar spot ditutup di level Rp 14.166 per dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Senin ini.

Mengutip Bloomberg, Senin (21/10/2019), rupiah dibuka di angka 14.127 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan sebelumnya yang ada di angka 14.147 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.125 per dolar AS hingga 14.135 per dolar AS.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia(BI), rupiah dipatok di angka 14.140 per dolar AS. Menguat jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.172 per dolar AS.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih di Jakarta, Senin, mengatakan, usai pelantikan presiden, rupiah diprediksi menguat seiring dengan positifnya mata uang Asia.

"Pagi ini mata uang kuat Asia yen, dolar Hong Kong dan dolar Singapura dibuka menguat terhadap US dolar yang bisa menjadi sentimen penguatan rupiah hari ini," ujar Lana seperti dikutip dari Antara.

Prediksi Pergerakan Rupiah

Rupiah Masih Tertahan di Zona Merah
Teller menghitung mata uang rupiah dan dolar AS di Jakarta, Selasa (15/10/219). Hari ini rupiah ditutup melemah terhadap dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dalam pidato perdananya, Presiden Jokowi menyampaikan lima tahapan besar yang menjadi perhatiannya dalam periode kedua kepemimpinannya, yaitu pembangunan sumber daya manusia (SDM), pembangunan infrastruktur, penyederhanaan kendala regulasi termasuk akan menerbitkan dua undang-undang besar, yaitu UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM, penyederhanaan birokrasi, dan transformasi ekonomi.

Kelima tahapan ini sebagai upaya meraih cita-cita di tahun 2045 dengan pendapatan per kapita mencapai Rp320 juta, dengan Produk Domestik Bruto Nominal mencapai 7 triliun dolar AS, menjadi lima besar ekonomi dunia, dengan kemiskinan mendekati nol persen.

Dari eksternal, ekonomi China tumbuh 6 persen pada Kuartal III-2019, melambat dari 6,2 persen pada Kuartal II-2019, dan 6,4 persen pada Kuartal I- 2019. Kinerja tersebut dibawah ekspektasi konsensus 6,1 persen, dan terendah sejak Kuartal I-1992.

Perlambatan tersebut terjadi karena beberapa faktor diantaranya efek perang dagang AS-China selama 15 bulan terakhir, melemahnya permintaan global, dan kekawatiran terhadap pinjaman yang off-balance- sheet" oleh pemerintah lokal.

"Diperkirakan ekonomi China masih akan melambat jika perang dagang dengan AS berlanjut. Kendati demikian perlambatan ekonomi China ini dianggap sedang menuju ‘new normal’," kata Lana.

Lana memperkirakan hari ini rupiah akan bergerak menguat di kisaran Rp14.120 per dolar AS sampai Rp14.140 per dolar AS.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya