Tak Jadi Resesi, Ekonomi Singapura Tumbuh 0,5 Persen

Produk domestik bruto (PDB) Singapura naik 0,5 persen year on year. Angka ini sesuai dengan hasil jajak pendapat Reuters namun pertumbuhannya lebih tinggi 0,1 persen.

oleh Athika Rahma diperbarui 23 Nov 2019, 20:00 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2019, 20:00 WIB
Ilustrasi bendera Singapura - Portrait (Wikimedia Commons)
Ilustrasi bendera Singapura - Portrait (Wikimedia Commons)

Liputan6.com, Jakarta - Setelah beberapa kali terancam masuk jurang resesi, akhirnya Singapura berhasil menyelamatkan diri dan memulihkan kondisi ekonominya. Ekonomi Singapura tercatat tumbuh 0,5 persen, lebih tinggi dari proyeksi kuartal III 2019.

Mengutip laman CNBC, Jumat (22/11/2019), produk domestik bruto (PDB) Singapura naik 0,5 persen year on year. Angka ini sesuai dengan hasil jajak pendapat Reuters namun pertumbuhannya lebih tinggi 0,1 persen.

Pemerintah Singapura turut mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 0,5 persen - 1 persen dari yang sebelumnya 0 persen - 1 persen.

Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Gabriel Lim menyatakan, ada stabilisasi dalam ekonomi global, meski pertumbuhan ekonomi yang dirasakan masih melemah.

"Sektor manufaktur Singapura juga bekerja lebih baik dari harapan," ujarnya.

Lebih rinci, pada periode Juli hingga September 2019, ekonomi Singapura tumbuh 2,1 persen dari kuartal sebelumnya. Angka tersebut lebih tinggi dari perkiraan awal sebesar 0,6 persen.

Sebelumnya, ekonomi Singapura melemah imbas dari perang dagang yang tak kunjung menemui titik akhir. Akibatnya, ekspor Singapura melemah dan memperlambat ekonomi negara.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pemerintah Pastikan Indonesia Tak Masuk Jurang Resesi

Target Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2018
Pemandangan deretan gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, Jumat (29/9). Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani meyakinkan target pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sebesar 5,4 persen tetap realistis. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Ekonomi global saat ini tengah mengalami tren perlambatan. Beberapa negara bahkan sudah mengalami resesi seperti Argentina, Turki dan bahkan Singapura.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir mengungkapkan, meski ekonomi global mengalami perlambatan namun pemerintah optimis Indonesia tidak akan mengalami resesi.

Resesi adalah suatu kondisi dimana terjadi pertumbuhan ekonomi yang negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Dia menjelaskan hal itu tercermin dari struktur neraca perdagangan yang pada bulan Oktober mengalami surplus meski tipis. Namun jika dilihat secara keseluruhan komposisi ekspor dan impor masih berimbang.

"Kalau dilihat komposisi ekspor impor masih berimbang dan konsumsi rumah tangga masih bisa dipertahankan," kata dia, dalam sebuah acara diskusi bertajuk "Bagaimana Politik Anggaran Menjawab Ancaman Resesi Global", di Kemenkominfo, Jakarta, Jumat (15/11/2019).

Di tengah kondisi global seperti saat ini, kata dia, meningkatkan ekspor menjadi salah satu keharusan jika ingin selamat dari jerat resesi. Namun hal itu sangat sulit dilakukan mengingat hampir semua negara tengah mengalami kesulitan. Namun Indonesia terbukti berhasil mengatasi hal itu.

Iskandar menjelaskan, pelemahan kinerja ekspor masih tertolong oleh impor yang penurunannya lebih tajam. Selain itu kinerja ekspor akan dibantu oleh konsumsi rumah tangga yang sampai saat ini berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Tercatat, kontribusinya sekitar 54 persen.

"Kita bisa mengantisipasi pelemahan ekonomi global dan menambah pertumbuhan ekonomi ketika perekenomian global menurun sulit ekspor, makanya kita berdayakan domestik kita. Barang yang mengalami pelemahan ekspor kita jual ke dalam," ujarnya.

B30

Uji Coba Penggunaan Bahan Bakar B30
Sampel biodiesel B0, B20, B30, dan B100 dipamerkan saat uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Salah satu contohnya adalah percepatan program B30 dimana nantinya akan menggunakan CPO dalam negeri sebagai campuran untuk bio diesel.

"Itu kan meningkatkan penghasilan petani. Petani sawit tadi harganya menjadi lebih tinggi berarti daya beli petaninta menjadi lebih tinggi. Ketika daya beli menjadi tinggi, konsumsi barang-barang yang dihasilkan industri dalam negeri jadi naik," ujarnya.

"Makanya saya cerita tadi kita tidak akan jatuh (resesi) seperti negara lain," dia menambahkan.

Selanjutnya, upaya yang dilakukan Pemerintah juga dengan menurunkan suku bunga KUR (kredit usaha rakyat) yang berdampak langsung pada masyarakat. Pemerintah memutuskan untuk menurunkan bunga KUR menjadi 6 persen dari sebelumnya 7 persen dengan harapan dapat meningkatkan daya beli masyarakat.

"Faktor kunci kita cepat preemtive policy (pencegahan) mengantisipasi perubahan global, setidaknya BI sudah menurunkan bunga, ini responsif ketika tahu gejala global lemah BI menurunkan, termasuk Pemerintah menurunkan suku bunga KUR jadi 6 persen," tutupnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya