6 Gambaran Kondisi Ekonomi Global Amburadul Terimbas Wabah Virus Corona

Wabah virus juga menjadi salah satu ancaman terbesar bagi ekonomi global dan pasar keuangan.

oleh Nurmayanti diperbarui 12 Mar 2020, 11:00 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2020, 11:00 WIB
Geliat Ekonomi Zhejiang di Tengah Hantaman Virus Corona
Karyawan bekerja di sebuah perusahaan di Changxing, Huzhou, Provinsi Zhejiang, China, Rabu (12/2/2020). Di bawah arahan dan dukungan otoritas setempat, banyak perusahaan di Zhejiang kembali beroperasi setelah melakukan pencegahan dan pengendalian wabah virus corona. (Xinhua/Xu Yu)

Liputan6.com, Jakarta Virus corona baru, yang pertama kali muncul di kota Wuhan, China pada Desember 2019 telah menginfeksi lebih dari 110.000 orang di setidaknya 110 negara, menurut Organisasi Kesehatan Dunia.

Kekhawatiran wabah virus juga menjadi salah satu ancaman terbesar bagi ekonomi global dan mengguncang pasar saham di seluruh dunia.

Lembaga dan perbankan besar bahkan telah memangkas prediksi tentang kondisi ekonomi global. Salah satunya Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).

"Dari perspektif ekonomi, masalah utama bukan hanya jumlah kasus COVID-19, tetapi tingkat gangguan terhadap ekonomi dari langkah-langkah penahanan," ujar Kepala Penelitian Makro Global di Oxford Economics, dalam sebuah laporan, seperti mengutip laman CNBC, Kamis (12/3/2020).

Dia menuturkan jika langkah isolasi yang meluas seperti di China dan negara lainnya, jika diambil secara tidak proporsional, dapat memicu kepanikan dan melemahkan ekonomi global.

Berikut enam gambaran yang menunjukkan dampak wabah terhadap ekonomi global dan pasar sejauh ini.

1. Penurunan perkiraan pertumbuhan ekonomi

Wabah ini telah menyebabkan lembaga-lembaga besar dan bank-bank memangkas perkiraan tentang kondisi ekonomi global. Salah satu yang terbaru untuk melakukannya adalah Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi.

Dalam laporan bulan Maret, OECD menurunkan perkiraan pertumbuhan untuk hampir semua negara di tahun ini.

Dalam laporannya, pertumbuhan produk domestik bruto China yang memiliki penurunan peringkat terbesar. Raksasa ekonomi Asia ini diperkirakan hanya tumbuh 4,9 persen tahun ini, lebih lambat dari perkiraan sebelumnya 5,7 persen.

Sementara itu, ekonomi global diperkirakan akan tumbuh 2,4 persen pada tahun 2020 - turun dari proyeksi 2,9 persen sebelumnya.

2. Aktivitas manufaktur melambat

Sektor manufaktur di China terpukul Wabah [Virus Corona.]( 4199644 "") Aktivitas pabrik China mengalami kontraksi pada Februari, dengan posisi 40,3. Angka di bawah 50 menjadi tanda jika terjadi kontraksi.

Perlambatan manufaktur China berimbas lanjutan ke negara-negara yang memiliki hubungan ekonomi erat dengan negara tersebut. Ini di antaranya adalah negara Asia Pasifik seperti Vietnam, Singapura dan Korea Selatan.

Pabrik-pabrik di China membutuhkan waktu lebih lama dari yang diharapkan untuk melanjutkan operasi secara normal, menurut beberapa analis. Demikian pula dengan aktivitas manufaktur global.

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

3. Ganggu jasa layanan

Takut Virus Corona, Warga Hong Kong Antre Masker Gratis
Warga mengantre untuk mendapatkan masker wajah gratis di luar sebuah toko kosmetik di Tsuen Wan, Hong Kong, Selasa (28/1/2020). Hong Kong terkonfirmasi memiliki delapan kasus infeksi virus corona. (AP Photo/Achmad Ibrahim)

Wabah virus di China menghantam industri jasa negara itu, seiring berkurangnya belanja konsumen yang kemudian berdampak ke bisnis ritel, restoran, dan penerbangan.

China bukan satu-satunya negara di mana sektor jasa melemah. Amerika Serikat, pasar konsumen terbesar di dunia juga mengalami hal serupa. 

Salah satu alasan di balik kontraksi layanan di Amerika terkait pengurangan dalam "bisnis baru dari luar negeri karena pelanggan menahan diri memesan di tengah ketidakpastian ekonomi global dan wabah Virus Corona," kata IHS Markit.

4. Harga minyak turun

Pengurangan aktivitas ekonomi global telah menurunkan permintaan minyak, menjadikan harga minyak anjlok ke posisi terendah dalam beberapa tahun.

Kondisi ini terjadi bahkan sebelum terjadinya ketidaksepakatan tentang pengurangan produksi antara OPEC dan sekutunya, yang ikut mendorong harga minyak jatuh lebih besar.

Analis Bank Singapura DBS mengatakan berkurangnya permintaan minyak akibat wabah virus dan peningkatan pasokan, diperkirakan merupakan "double whammy" untuk pasar minyak.

CHina selama ini menjadi pusat penyebaran Virus Corona, adalah importir minyak mentah terbesar di dunia.

"Penyebaran virus di Italia dan bagian lain Eropa sangat mengkhawatirkan dan kemungkinan akan mengurangi permintaan di negara-negara OECD juga," tulis para analis DBS dalam sebuah laporan.

 

5. Kejatuhan pasar saham

Wall Street Tertekan Kena Imbas Krisis Yunani
Reaksi pasar negatif terhadap penyelesaian utang Yunani membuat indeks saham Dow Jones merosot 348,66 poin ke level 17.598.

Ketakutan seputar dampak COVID-19 pada ekonomi global telah merusak sentimen investor dan menurunkan harga saham di pasar-pasar utama.

Cedric Chehab, Kepala Risiko Negara dan Strategi Global di Fitch Solutions, mengatakan ada tiga cara wabah Virus Corona memberikan sentimen ke pasar.

"Kami telah mengidentifikasi tiga saluran melalui mana wabah COVID-19 akan membebani pasar sehingga perlambatan di China, perlambatan dari wabah domestik ... dan saluran ketiga adalah tekanan pasar keuangan," jelas dia.

6. Imbal hasil obligasi lebih rendah

Kekhawatiran atas penyebaran global dari Virus Corona telah mendorong para investor untuk menawar harga obligasi, menghasilkan imbal hasil di negara-negara besar sedikit lebih rendah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya