Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengecam keras kebijakan pemerintah yang berencana mengizinkan masyarakat berusia 45 tahun ke bawah bekerja kembali. Sebab, di tengah pandemi Corona seyogyanya pemerintah membatasi mobilitas masyarakat untuk memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19.
Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, saat ini pun pemerintah telah membuat banyak kelonggaran termasuk di area PSBB. Misalnya dengan tetap mengizinkan perusahaan tetap beroperasi, sehingga buruh harus bekerja di tengah pandemi ini.
"Jadi sikap pemerintah yang memperbolehkan bekerja kembali. Sama saja mempertaruhkan nyawa buruh di tengah pandemi corona," tegas Said Iqbal melalui keterangan tertulis, Kamis (14/5).
Advertisement
Dia menjelaskan akibat operasional industri di tengah pandemi, sudah banyak pekerja yang dilaporkan terpapar virus berbahaya asal kota Wuhan. Bahkan, mereka yang terdampak adapula yang berusia di bawah 45 tahun artinya usia tersebut bukan jaminan kebal dengan corona.
Baca Juga
KSPI mencatat, jumlah buruh yang meninggal diduga positif corona mencapai 6 orang. Antara lain 2 orang di PT PEMI Tangerang (status PDP), 1 orang di PT Denso, 1 orang di PT Yamaha Music, dan 2 orang buruh PT Sampoerna.
"Karena itu KSPI menolak kebijakan masyarakat yang berusia di bawah 45 tahun kembali bekerja. Sebaliknya, kami meminta agar pabrik-pabrik yang saat ini masih bekerja segera diliburkan dengan tetap membayar upah dan THR secara penuh," katanya.
Mengenai kebutuhan buruh selama tidak bekerja, Said Iqbal berujar bahwa konstitusi sudah mengamanatkan agar negara memenuhi kebutuhan pokok masyarakat yang terdampak pandemi. Hal ini tertuang dalam peraturan UU Karantina, UU Kesehatan, dan bahkan ada pemberian stimulus yang sudah dianggarkan untuk pencegahan Covid-19.
Buruh Minta Pemerintah Tambah Anggaran BLT
Sementara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, KSPI meminta agar pemerintah menambah anggaran untuk BLT kepada para buruh yang terdampak, sebagai bentuk subsidi upah. Sehingga mereka bisa memenuhi kebutuhan pokok, seperti sembako, kontrak rumah, hingga membayar listrik.
Apalagi, pemberian subsidi upah seperti ini lazim dilakukan di beberapa negara seperti Australia, Amerika, Malaysia, dan beberapa negara di Eropa. "Lagipula dalam situasi seperti ini mau bekerja dimana? Yang ada justru terjadi gelombang PHK, dan pemerintah tidak mampu mencegah," imbuhnya.
"Terakhir, harus ada audit bagi perusahaan yang melakukan PHK dan tidak membayar THR. Jika kemudian terbukti tidak mengalami kerugian, maka pemerintah harus mewajibkan untuk mempekerjakan kembali buruh yang di PHK, serta membayar upah dan THR secara penuh," tegasnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement