Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Corona yang terjadi hampir di seluruh negara di dunia ternyata membuat perekonomian dunia terpuruk. Bahkan World Bank atau Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi dunia akan merosot hingga minus 5,2 persen di 2020.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan, proyeksi pertumbuhan ekonomi yang turun cukup tajam tersebut belum pernah terjadi. Bahkan OECD, membuat dua skenario single hit sebesar minus 6 persen sementara untuk double hit sebesar minus 7 persen.
"Di Juni 2020, World Bank memprediksi ekonomi dunia akan terkontraksi -5,2 persen bahkan OECD mengajukan 2 skenario single hit dan double hit. Single hit -6 persen, double hit -7 persen. Ini belum pernah terjadi di dunia dalam hidup kita," ujarnya melalui diskusi online, Jakarta, Rabu (17/6).
Advertisement
Febrio melanjutkan, sebagai dampak resesi global banyak masyarakat yang tidak bisa bekerja dan terancam sumber pendapatannya. Jika tidak diantisipasi segera maka berpotensi mengganggu stabilitas perekonomian dan sistem keuangan secara keseluruhan.
"Untuk mencegah itu seluruh dunia mengambil langkah luar biasa untuk menyelamatkan manusia dan ekonominya. Stimulus fiskal dalam jumlah yang sangat besar disiapkan. Singapura, Amerika, Malaysia mengeluarkan stimulus fiskal lebih dari 10 persen dari PDB nya masing-masing," paparnya.
Dia menambahkan, penanganan dampak pandemi Virus Corona di berbagai negara di kelompokkan menjadi empat bagian penting. Mulai dari penanganan langsung Covid-19 di sektor kesehatan hingga melakukan mitigasi sektor keuangan dengan menjaga penopang ekonomi tetap bergerak.
"Secara umum, penanganan Covid di berbagai negara dapat dikelompokkan dalam 4 kategori. Pertama, penanganan langsung Covid-19 di sektor kesehatan, perluasan social safety net, stimulus dunia usaha dan mitigasi sektor keuangan. Bagi Indonesia penyusunan kebijakan ekonomi makro 2021 dilakukan dalam kondisi ketidakpastian yang tinggi sebagai dampak sosial ekonomi akibat Covid-19," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan berikut ini:
Bank Dunia: Ekonomi Global Akan Menyusut 5,2 Persen Tahun Ini
Sebelumnya Bank Dunia mengeluarkan proyeksi kondisi perekonomian negara-negara di dunia. Lembaga ini menilai pandemi Covid-19 dan langkah-langkah penguncian guna mencegah penyebaran virus telah membuat ekonomi dunia kacau balau.
Bahkan ketika negara-negara di dunia membuka kembali membuka kegiatan, Bank Dunia memperkirakan tahun ini dunia akan mengalami resesi global terdalam dalam 80 tahun.
Pandemi itu, yang telah menginfeksi sekitar tujuh juta orang di seluruh dunia, membuat negara-negara memerintahkan warganya untuk tinggal di rumah dan bisnis agar terhenti.
Laporan Bank Dunia, seperti melansir laman CNN, Selasa (9/6/2020), menyebutkan jika produk domestik bruto dunia--ukuran pertumbuhan ekonomi--akan berkontraksi 5,2 persen pada tahun ini.
Meskipun berbagai negara di dunia telah meluncurkan berbagai langkah dan stimulus sebagai bentuk dukungan kebijakan fiskal dan moneter yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Nilai kucuran stimulus mencapai triliun dolar Amerika Serikat (AS) yang dikerahkan untuk membantu perusahaan bertahan, membantu konsumen, dan membuat pasar keuangan berfungsi dengan baik.
Namun, ekonomi maju, seperti Amerika Serikat atau Eropa, diproyeksikan menyusut sebesar 7 persen. Ekonomi Amerika diperkirakan berkontraksi 6,1 persen sebelum rebound pada 2021.
Bahkan kurtal ini hampir pasti akan menjadi massa yang terburuk bagi negara Barat. Sementara sebagian besar negara di Asia merasakan beban paling berat dari wabah adalah pada bulan-bulan pertama tahun ini.
Ekonomi China, negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia, diproyeksikan tumbuh 1 persen pada tahun ini, turun dari 6,1 persen pada 2019, sebelum bisa bangkit kembali.
Resesi pandemi juga akan meninggalkan dampak ke sektor lain seperti investasi akan rendah dalam jangka pendek, dan perdagangan global serta rantai pasokan akan terkikis sampai batas tertentu.
Selain itu, jutaan orang kehilangan pekerjaan. Ini salah satunya menyebabkan pukulan terbesar ke pasar tenaga kerja Amerika sejak Great Depression.
Advertisement