Berhenti Kerja Jadi Ibu Rumah Tangga, Wanita Ini Dibayar Suami Rp 200 Ribu per Jam

Melissa Petro, seorang penulis lepas, istri dan ibu asal New York City yang memutuskan untuk berhenti bekerja dan mengurus rumah tangga.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 30 Jun 2020, 22:36 WIB
Diterbitkan 30 Jun 2020, 08:00 WIB
Ilustrasi orang tua dengan anaknya.
Ilustrasi orang tua dengan anaknya. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Terus bekerja ataupun menjadi ibu rumah tangga setelah melahirkan, setiap wanita tetap menganggap anaknya sebagai prioritas utama.

Tak terkecuali bagi Melissa Petro, seorang penulis lepas, istri dan ibu asal New York City yang memutuskan untuk berhenti bekerja dan mengurus rumah tangga setelah ia dianugrahi seorang anak.

Bedanya, melansir Business Insider, Selasa (30/6/2020), Petro meminta suaminya membayarnya untuk setiap pekerjaan rumah tangga, termasuk mengurus kebutuhan anak, membersihkan rumah dan tanggungjawab keluarga lainnya.

Untuk menjadi ibu rumah tangga, dia meminta bayaran sebesar USD 15 per jam atau setara Rp 213 ribu per jam (USD 1 = Rp 14.220).

Petro mengakui, sebelum menjadi seorang ibu dan masih bekerja, ia dan sang suami memiliki masukan finansial setara.

Keduanya bahkan berusaha membagi pemasukan agar sama rata digunakan untuk keperluan rumah tangga.

"Kami berdua bekerja full time, suami saya seorang konsultan di media digital. Sementara saya bekerja sebagai penulis lepas. Kami berkontribusi 50-50 untuk anggaran keluarga," terang Petro.

Namun setelah melahirkan, dan merasa tak mampu untuk mengatur waktu antara mengurus anak dan bekerja, Petro memutuskan berhenti bekerja.

Dia juga meminta sang suami untuk membayarnya per jam, daripada harus membayar seorang pengasuh.

Sistem pembayarannya sederhana, dia akan menghitung berapa jam dia bekerja setiap minggu lantas dikali dengan bayarannya per jam.

Meski memang, setelah sang suami pulang bekerja, dia mendapatkan bantuan mengurus anak, tapi tetap saja, merapihkan dan membereskan rumah termasuk cucian menjadi urusannya.

Namun semua tak berjalan sesuai rencana. Delapan jam per hari ternyata tak cukup menyelesaikan semua kebutuhan anak dan membereskan rumah. Tak perlu disebut lagi, piring kotor, tumpukan baju kotor, mainan yang berantakan.

"Saya tak punya waktu untuk mandi, bahkan untuk sedetik melakukan pekerjaan dengan tenang. Semua itu menjadi lebih tidak mudah setelah anak saya tak mau tidur siang dan lebih banyak bergerak," tutur Petro.

Dia lantas meminta kenaikkan gaji. Dan suaminya mengabulkannya. Namun ternyata itu semua tak cukup mengusir rasa jenuh dan lelahnya.

Meski Petro mengakui, sang suami selalu dengan ringan hati membantunya megurus pekerjaan rumah tangga yang tak sempat terselesaikan.

 

Berganti peran

20151116-Ilustrasi Kedekatan Orang Tua dan Anak
Ilustrasi Kedekatan Orang Tua dan Anak (iStockphoto)

Sesuatu yang menarik akhirnya terjadi dalam rumah tangga mereka. Suami Petro kehilangan pekerjaan, dan membuat mereka harus berganti peran.

"Dia bekerja untuk keluarga dengan mengurus rumah tangga termasuk mengurus anak, sementara saya kembali bekerja full time," tutur Petro.

Menurutnya, pelajaran yang bisa diambil, dia bisa mendapatkan gaji lebih tinggi ketika kembali bekerja karena kemampuan multitasking yang terlatih saat dia mengurus anak dan kebutuhan rumahtangga.

Sementara suaminya akhirnya memahami betapa sulitnya menjadi ibu rumahtangga, mengurus seluruh keperluan anak.

"Pada akhirnya, kami belajar, mengurus balita dan bekerja 12 jam per hari ternyata lebih sulit dari yang kami bayangkan. Dan saat suami saya mendapatkan pekerjaan kembali, kami menyerahkan seluruh urusan rumah tangga dan mengurus bayi kepada pengasuh profesional," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya