Liputan6.com, Jakarta - Wabah Covid-19 mempengaruhi proyeksi pertumbuhan ekonomi dan kondisi kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 diproyeksikan -0,4 persen sampai dengan 1,0 persen.
"Perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah keluar, tahun ini diproyeksikan antara -0,4 persen sampai 1,0 persen," kata Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Adi Budiarso dalam Webinar LPPI bertajuk 'Mengelola Disrupsi Kembar', Jakarta, Jumat (3/7).
Adi menuturkan eskalasi Covid-19 dan perlambatan ekonomi yang tajam harus dimitigasi dampaknya pada kesejahteraan masyarakat. Caranya melalui kebijakan extraordinary.
Advertisement
Baca Juga
"Kita galang kekuatan fiskal dan keuangan untuk recovery," kata Adi.
Kementerian Keuangan telah mencoba memprediksikan kondisi yang terjadi dengan keuangan negara. Mulai dari kekuatan APBN, moneter dan semua instrumen telah dilakukan mitigasi.
Prediksi dilakukan sampai dengan kondisi terjadi gelombang kedua penyebaran virus di Indonesia. Jika hal ini terjadi, diharapkan pertumbuhan ekonomi berpola V shape, bukan U shape atau W shape.
"Kalau sampai ada second wave, pertumbuhan ekonomi akan lebih dalam tapi yang kita harapkan polanya V shape saja, bukan yang lain," kata Adi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jaga Pertumbuhan Ekonomi
Adi menambahkan Lewat berbagai langkah extraordinary, artinya pemerintah tengah berupaya menjaga agar pertumbuhan ekonomi. Termasuk menjaga dampak kesejahteraan tidak menuju skenario sangat berat.
Melemahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia kata Adi berdampak langsung pada meningkatnya pemutusah hubungan kerja dan pengangguran. Begitu juga dengan masyarakat miskin yang semakin bertambah.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Pemerintah Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2020 hingga Minus 1 Persen
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah merevisi atas proyeksi pertumbuhan ekonomi di 2020. Sehingga diprediksi pertumbuhan ekonomi nasional akan terkoreksi sampai minus 0,4 persen sampai minus 1 persen.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional, Suminto mengatakan, bahwa revisi penting dilakukan untuk menentukan berbagai kebijakan yang coba dilakukan oleh pemerintah. Khusunya untuk menghindari laju penurunan pertumbuhan ekonomi agar tidak lebih dalam di tahun ini.
"Sekaligus juga untuk memberikan 'environment' bagi pemulihan ekonomi yang lebih baik. Sehingga proses recovery akan lebih cepat," kata dia dalam video conference via Zoom, Selasa (23/6).
Anak buah Sri Mulyani ini mengatakan, apabila pertumbuhan ekonomi nasional terkontraksi sangat dalam akan berdampak buruk terhadap kesejahteraan masyarakat. Imbasnya angka pengangguran dan kemiskinan akan melonjak secara drastis.
Kementerian Keuangan sendiri telah memproyeksikan jumlah pengangguran akan meningkat berkisar 4-5 juta orang. Hal ini didasarkan pada prediksi akan bertambahnya kelompok masyarakat miskin sampai 5 juta orang pada tahun ini.
Untuk itu, dalam upaya menahan lonjakan jumlah kemiskinan maupun pengangguran ini. Pihaknya dalam konteks kebijakan fiskal akan memaksimalkan dari sisi demand side maupun supply side-nya.Â
Fokus ke Daya Beli
Dari sisi permintaan, Kementerian Keuangan akan fokus menjaga daya beli masyarakat dengan berbagai program social safety net atau bantuan sosial (bansos). Sehingga dapat menahan kenaikan angka kemiskinan baru.
Tak ayal, manfaat bansos ditargetkan menyentuh lebih dari 40 persen penduduk Indonesia saat ini. Nantinya, penerima bansos diutamakan dari kelompok masyarakat dengan pendapatan terendah.
Sedangkan dari sisi suplai, pihaknya akan meningkatkan berbagai stimulus bagi dunia usaha yang terdampak pandemi Covid-19. Termasuk UMKM dan koperasi sebagai bagian dari tulang punggung ekonomi nasional.
"Tujuannya yakni agar dapat mencegah terjadinya lay off (PHK) dalam jumlah yang signifikan. Yang mana berpotensi turut menyebabkan terjadinya kenaikan jumlah pengangguran di Indonesia," tandasnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.comÂ
Advertisement