Korban Covid-19 Bertambah Susutkan Harga Minyak Dunia

Persediaan minyak mentah dan sulingan AS naik secara tak terduga, sementara permintaan bahan bakar merosot pada pekan lalu.

oleh Nurmayanti diperbarui 24 Jul 2020, 08:16 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2020, 08:16 WIB
Ilustrasi Harga Minyak Naik
Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, Jakarta Harga minyak turun 2 persen di tengah lonjakan kasus Virus Corona yang memicu kekhawatiran terpukulnya permintaan dan pertikaian diplomatik terbaru antara Amerika Serikat dan Cina. Alasan ini lebih besar mempengaruhi harga minyak daripada manfaat dari melemahnya dolar.

Melansir laman CNBC, Jumat (24/7/2020), harga minyak berjangka Brent  turun USD 1,01, atau 2,3 persen menjadi USD 43,28 per barel.

Sementara minyak mentah West Texas Intermediate menetap 1,98 persen atau 83 sen, lebih rendah ke posisi USD  41,07 per barel.

Kedua tolok ukur harga minyak tersebut, sebelumnya diperdagangkan mendekati posisi tertinggi dalam 4 bulan pada beberapa hari yang lalu.

Dolar AS diperdagangkan pada level terendah terhadap sekeranjang mata uang sejak September 2018. Dolar yang lebih lemah biasanya memacu pembelian komoditas yang dihargakan dalam dolar, seperti minyak. Ini karena mereka menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya.

 

Saksikan video di bawah ini:

Kenaikan persediaan minyak AS juga menekan harga

Ilustrasi Harga Minyak
Ilustrasi Harga Minyak

Persediaan minyak mentah dan sulingan AS naik secara tak terduga, sementara permintaan bahan bakar merosot pada pekan lalu. Ini menurut laporan Administrasi Informasi Energi AS.

Harga minyak juga dipengaruhi jumlah kasus virus korona AS yang mendekati 4 juta, dengan rata-rata lebih dari 2.600 kasus setiap jam. Ini merupakan tingkat tertinggi di dunia, menurut perhitungan Reuters.

"Prospek permintaan minyak harus berjuang dalam jangka pendek karena ketegangan geopolitik menempatkan hubungan perdagangan global dalam risiko dan karena penyebaran virus korona tampaknya telah melumpuhkan momentum pembukaan kembali," kata Edward Moya, Analis Pasar Senior di OANDA di New York.

Menambah ketidakpastian pasar minyak adalah memburuknya hubungan AS-China ketika Washington memberi Beijing 72 jam untuk menutup konsulatnya di Houston dengan tuduhan memata-matai.

Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan langkah itu "sangat merusak" hubungan dan bahwa China akan dipaksa untuk merespons.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya