Produk Baut Indonesia Bebas Pungutan Bea Masuk di Afrika Selatan

Tiap tahun sejak 2018, Afrika Selatan tidak pernah absen dalam penyelidikan safeguard produk fastener atau baut pengencang.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 14 Agu 2020, 17:20 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2020, 17:20 WIB
Mendag Agus Suparmanto Sambangi EMTEK Group
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyambangi PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (Emtek) dan Indosiar Grup di SCTV Tower Jakarta, Rabu (12/8/2020). Dalam pertemuan Kemendag berharap peran media dan grup besar menyampaikan berita positif kepada publik selama pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia memperoleh pengecualian dari pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (safeguard) oleh Afrika Selatan (Afsel) atas produk threaded fasteners of ironor steel: bolt ends & screw studs, screw studding and other hexagon nuts (fastener). Fastener adalah sebutan lain baut pengencang, benda dengan ukuran kecil namun sangat penting dalam struktur sebuah bangunan.

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengungkapkan, penyelidikan pada 2019 oleh Otoritas Afsel atas produk fastener impor baru saja rampung dan menempatkan Indonesia dalam daftar yang dikecualikan dari pengenaan safeguard.

“Afsel sangat terusik dengan banjirnya produk dari Tiongkok. Karena itu, mereka gencar melindungi industri dalam negerinya melalui safeguard. Namun demikian, kita tentu tidak tinggal diam dan mengupayakan Indonesia lolos dari pengenaan safeguard,” ujar Agus dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (14/8/2020).

Tiap tahun sejak 2018, Afrika Selatan tidak pernah absen dalam penyelidikan safeguard produk fastener, masing-masing dengan cakupan HS yang berbeda. Sejak 1 Maret 2019, International Trade Administration Commission of South Africa (ITAC) selaku Otoritas Pengamanan Perdagangan Afsel melakukan penyelidikan atas permohonan South Africa Iron and Steel Institute (Petisioner).

Penyelidikan tersebut berlangsung selama 17 bulan dan telah selesai dilakukan. Dalam laporannya, ITAC menemukan semua prasyarat pengenaan safeguard berupa lonjakan impor, kerugian material industri domestik, dan hubungan sebab akibat di antara keduanya.

ITAC memutuskan memberlakukan safeguard berupa ad valorem duty selama tiga tahun.

Afrika Selatan (Afsel) mengenakan bea masuk safeguard selama tiga tahun terhitung mulai 24 Juli 2020. Sesuai ketentuan WTO, tarif akan diliberalisasi memasuki tahun kedua dan tahun ketiga. Tarif tahun pertama ditetapkan sebesar 54,04 persen; lalu diliberalisasi menjadi 52,04 persen di tahun kedua; dan 50,04 persen pada tahun ketiga.

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Keistimewaan

Mendag Agus Suparmanto Sambangi EMTEK Group
Suasana saat jajaran tinggi Kementrian Perdagangan menyambangi PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (Emtek) dan Indosiar Grup di SCTV Tower Jakarta, Rabu (12/8/2020). Pertemuan dipimpin langsung Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dan Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Didi Sumedi menjelaskan, pada awal penyelidikan, Indonesia ingin memastikan mendapat keistimewaan negara berkembangyang pangsa impornya di Afsel kurang dari 3 persen.

“Sementara ini kita sudah mendapatkan apa yang kita minta ke Otoritas Afsel, tapi harus diwaspadai karena pengecualian Indonesia tidak permanen. Afsel akan terus mengamatipergerakan impornya. Indonesia bisa langsung dikenakan bea masuk safeguard jika dalam periodepengenaan terjadi lonjakan tajam impor dari Indonesia melampaui ambang batas 3 persen,” terangDidi.

Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati menjelaskan, Indonesia dari awal bersikap kooperatif dan tidak menentang penyelidikan safeguard Afsel. Indonesia lebih berupaya agar dapat dikecualikan dari pengenaan safeguard.

“Kita sudah hitung pangsa pasar kita di sana kurang dari 3 persen. Pada saat itu kita langsung meminta kepada Afsel supaya Indonesia dikecualikan dari pengenaan bea masuk safeguard jika penyelidikan ini selesai,” tutur Pradnyawati.

Ekspor fastener Indonesia ke Afsel cukup stagnan dan cenderung turun. Pada 2017 nilai ekspornya mencapai USD 766 ribu, lalu pada 2018 turun menjadi USD 622 ribu, dan pada 2019 kembali meningkat menjadi USD 758 ribu. Sedangkan, nilai ekspor pada paruh pertama 2020 hanya mencapai USD 281 ribu, jauh di bawah nilai ekspor periode yang sama pada 2019 yang sebesar USD407 ribu.

Dengan dikecualikannya Indonesia dari pengenaan tindakan safeguard ini, maka akses ekspor semakin terbuka bagi Indonesia karena negara-negara pemasok utama Afsel seperti Tiongkok, India, dan Jerman menjadi tidak kompetitif akibat tambahan bea masuk safeguard. Pemerintah Indonesia juga telah menyampaikan hasil ini ke perusahaan dan Asosiasi Fastener Indonesia agar dapat memanfaatkan peluang ekspor ini dengan sebaik-baiknya.

“Selama ini penjualan kita stagnan karena dominasi Tiongkok. Sekarang kita harus ambil peluang. Jika Tiongkok dan negara-negara eksportir utama fastener berhasil dibendung, maka Indonesia akan diuntungkan walaupun harus tetap berhati-hati dengan ambang batas 3 persen,” pungkas Pradnyawati.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya