Penerimaan Negara Loyo, Utang Indonesia Bisa Tambah Rp 1.000 Triliun di 2021

Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Soepriyatno mendorong Kementerian Keuangan untuk melakukan terobosan-terobosan baru terhadap sektor penerimaan negara.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Sep 2020, 12:30 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2020, 12:30 WIB
IHSG Berakhir Bertahan di Zona Hijau
Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Soepriyatno mendorong Kementerian Keuangan untuk melakukan terobosan-terobosan baru terhadap sektor penerimaan negara. Apalagi, pendapatan negara Indonesia terus mengalami penurunan dan belum mencapai target yang ditentukan oleh pemerintah.

Dia mengatakan, jika penerimaan negara terus menurun maka dampaknya besarnya adalah terhadap beban utang pemerintah. Di mana utang dapat terus membengkak setiap tahunnya.

"Jangan sampai terus menurun. Kalau terus menurun ini yang kita andalkan hanya utang saja, utang tahun 2021 bisa nambah Rp 1.000 triliun," kata dia dalam rapat kerja bersama Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Selasa (15/9).

Politisi Fraksi Gerinda itu pun meminta agar Menteri Kuangan Sri Mulyani Indrawati dapat mengendalikan postur belanja negara. Dimana belanja negara yang tidak penting bisa dipotong dan dikurangi. Sehingga bisa lebih efektif dan efisiensi.

"Saya rasa ibu menteri sudah tahu kita ini hidup dari utang negara, penerimaan kita kecil. Tahu diri masing-masing kementerian belanja negara yang gak penting harus dikurangi," jelas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Naik 4,1 Persen, Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp 6.078 Triliun

Nilai Tukar Rupiah
Aktivitas penukaran uang dolar AS di gerai penukaran mata uang asing PT Ayu Masagung, Jakarta, Kamis (19/3/2020). Nilai tukar Rupiah pada Kamis (19/3) sore ini bergerak melemah menjadi 15.912 per dolar Amerika Serikat, menyentuh level terlemah sejak krisis 1998. (merdeka.com/Imam Buhori)

Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia per Juli 2020 tumbuh melambat, yang tercatat sebesar USD 409,7 miliar atau setara Rp 6.078 triliun (kurs rupiah 14.835 per dolar AS). Total tersebut terdiri dari ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) sebesar USD 201,8 miliar dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar USD 207,9 miliar.

“Pertumbuhan ULN Indonesia pada Juli 2020 tercatat 4,1 persen (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 5,1 persen (yoy). Perkembangan ini didorong oleh menurunnya pertumbuhan ULN swasta di tengah pertumbuhan ULN Pemerintah yang relatif stabil,” jelas Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Onny Widjanarko dalam keterangan resmi, Selasa (15/9/2020).

BACA JUGA

Menko Airlangga Sebut Kondisi Jakarta Sangat Pengaruhi Ekonomi Nasional Adapun ULN Pemerintah pada akhir Juli 2020 tercatat sebesar USD 199,0 miliar atau tumbuh 2,3 persen (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan bulan Juni 2020 sebesar 2,1 persen (yoy).

Perkembangan ini, kata Onny, disebabkan adanya penarikan sebagian komitmen lembaga multilateral dan penerbitan Samurai Bonds untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan, termasuk untuk penanganan pandemi COVID-19 dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

“ULN Pemerintah dikelola secara terukur dan berhati-hati untuk mendukung belanja prioritas Pemerintah, yaitu sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (23,6 persen dari total ULN Pemerintah), sektor konstruksi (16,5 persen), sektor jasa pendidikan (16,4 persen), sektor jasa keuangan dan asuransi (11,9 persen), serta sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (11,8 persen),” papar dia.

Utang luar negeri swasta pada Juli 2020 tercatat tumbuh 6,1 persen (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada Juni 2020 sebesar 8,3 persen (yoy). Perkembangan ini dipengaruhi oleh berlanjutnya perlambatan pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan (PBLK) dan kontraksi ULN lembaga keuangan (LK).

“ULN PBLK tumbuh 8,7 persen (yoy), melambat dari pertumbuhan bulan sebelumnya 11,5 persen (yoy). Sementara itu, ULN LK terkontraksi 2,2 persen (yoy), sedikit meningkat dari kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 1,9 persen (yoy),” sebut Onny.

Pangsa ULN Terbesar

Rupiah Menguat Tipis atas Dolar
Petugas bank menghitung uang dollar AS di Jakarta, Jumat (20/10). Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih belum beranjak dari level Rp 13.500-an per USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Adapun sejumlah sektor dengan pangsa ULN terbesar, yakni mencapai 77,2 persen dari total ULN swasta adalah sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin (LGA), sektor pertambangan dan penggalian, dan sektor industri pengolahan.

Onny juga membeberkan struktur ULN Indonesia yang tetap sehat, didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir Juli 2020 tercatat sebesar 38,2 persen, meningkat dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 37,4 persen.

“Struktur ULN Indonesia tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang dengan pangsa 89,1 persen dari total ULN,” kata Onny.

Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus meningkatkan koordinasi dalam memantau perkembangan ULN, didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menyokong pembiayaan pembangunan, dengan meminimalisasi risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya