Liputan6.com, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan bahwa keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak menjalankan kebijakan kerantina wilayah secara total atau lockdown di masa pandemi Virus Corona sudah sangat tepat. Hal tersebut terbukti penyebaran virus Covid-19 bisa dikendalikan tetapi kondisi ekonomi Indonesia bisa lebih baik dibandingkan beberapa negara lain.
"Kalau kita lihat juga dari pertumbuhan, Indonesia dibandingkan negara-negara G20 seperti India, Prancis, Inggris, dan lain-lain, kita juga lebih baik. Oleh karena itu, keputusan Presiden Indonesia Joko Widodo untuk tidak lockdown adalah keputusan tepat. Kita bisa lihat dan bandingkan dengan Asia Tenggara, seperti Singapura, Malaysia, dan lain-lain, secara tren juga sangat baik," ujarnya, Jakarta, Rabu (16/9/2020).
Baca Juga
Erick Thohir mengatakan, ekonomi Indonesia masuk dalam kategori baik di tengah negara lain memasuki masa kejatuhan ekonomi yang cukup dalam. "Ada beberapa negara yang lebih baik dari kita, kalau lihat dari perekonomian ada Taiwan, Korea Selatan, Lithuania, Norwegia, dan Indonesia masuk dalam kategori ini," paparnya.
Advertisement
Dari sisi penanganan Covid-19, Indonesia juga tergolong lebih baik. Misalnya dari sisi fatality rate yang terus membaik dari kisaran 8 persen per April 2020, menjadi 3,99 pada bulan ini. "Memang global masih lebih baik. Tapi dengan kerja keras dan gotong royong bersama, kita yakini angka fatality rate ini bisa terus kita tekan," paparnya.
Dia optimistis Indonesia bisa keluar dari krisis akibat pandemi Covid-19. Rasa percaya diri itu bersumber dari proyeksi berbagai lembaga dunia termasuk IMF. Bahkan pada 2024, Indonesia diprediksi menjadi salah satu negara dengan perekonomian cukup besar.
"Kalau kita lihat di tahun depan, dari IMF, dan lain-lain, memproyeksikan, ekonomi Indonesia akan tumbuh baik. Maka di 2024 kita masuk dalam kategori negara besar. Data-data ini tentu dipresentasikan bukan oleh kami, tapi oleh para pengamat dan pemikir yang menyampaikan secara terbuka," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tingkat Pengangguran di Inggris Meningkat Akibat Lockdown Corona COVID-19
Sebelumnya, akibat karantina wilayah (lockdown), tingkat pengangguran di Inggris meningkat untuk pertama kalinya, demikian data resmi menunjukkan pada Selasa (15/9/2020).
"Tingkat pengangguran di negara tersebut meningkat menjadi 4,1 persen dalam periode Mei-Juli dari 3,9 persen dalam periode April-Juni," kata Kantor Statistik Nasional.
Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan tingkat pengangguran naik menjadi 4,1 persen, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia.
Namun, penurunan jumlah pengangguran hanya 12 ribu, dibandingkan estimasi penurunan yang dilakukan dalam jajak pendapat Reuters di angka 125 ribu.
Sementara itu waralaba Inggris, Grup Pizza Domino, mengatakan pada hari Selasa 15 September bahwa pihaknya berhasil menciptakan 5.000 pekerjaan baru di Inggris. Pekerjaan tersebut termasuk koki dan kurir.
Jaringan pengiriman pizza terbesar di Inggris itu juga mengatakan akan meluncurkan lebih dari 1.000 penempatan kerja untuk kaum muda di toko-toko di seluruh Inggris, Skotlandia, dan Wales.
Advertisement
Angka Perceraian
Selain angka pengangguran, tingginya angka perceraian yang dialami oleh sebuah negara lantaran pandemi Corona COVID-19 juga menjadi masalah.
China yang menjadi lokasi pertama penyebaran telah meminimalkan penyebaran wabah. Meski demikian, tampaknya China menghadapi masalah yang berbeda.
Dikutip dari laman HindustanTimes, beberapa laporan berita muncul yang mengutip pernyataan pejabat pendaftaran perkawinan China yang mengatakan bahwa tingkat perceraian di sana telah meningkat.
Hal ini karena banyak pasangan di negara tersebut yang menghabiskan terlalu banyak waktu sendiri akibat isolasi Virus Corona.
"Tingkat perceraian telah melonjak dibandingkan dengan sebelumnya," demikian menurut Lu Shijun, manajer pendaftaran pernikahan di Dazhou, Provinsi Sichuan di China.
"Kaum muda menghabiskan banyak waktu di rumah. Mereka cenderung masuk ke perdebatan sengit karena sesuatu yang kecil dan terburu-buru untuk bercerai," lanjut Lu.
Dia menambahkan bahwa lebih dari 300 pasangan telah menjadwalkan rencana untuk bercerai.Â