Liputan6.com, Jakarta - Harga emas naik sekitar 1 persen pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta). Penguatan harga emas ini karena nilai tukar dolar AS melemah dan ekspektasi kesepakatan stimulus AS yang mungkin bisa dicapai jelang pemilihan presiden pada November nanti.
Stimulus ini tentu saja mendorong daya tarik emang sebagai lindung nilai dari inflasi.
Baca Juga
Mengutip CNBC, Selasa (20/10/2020), harga emas di pasar spot naik 0,4 persen menjadi USD 1.906,36 per ounce. Sedangkan harga emas berjangka AS ditutup naik 0,3 persen menjadi USD 1.911,70 per ounce.
Advertisement
Kepala Analis Blue Line Futures Chicago, Phillip Streible menjelaskan, harga emas menguat karena tren pelemahan dolar AS dan keyakinan bahwa beberapa paket stimulus akan disepakati dalam 48 jam ke depan.
“Orang-orang percaya bahwa kita akan memasuki periode inflasi hingga kuartal berikutnya. Jadi mereka mulai dari awal." jelas dia.
Dolar AS tergelincir 0,5 persen versus rival, membuat emas lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya.
Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengatakan pada hari Minggu bahwa perbedaan tetap ada dengan pemerintahan Presiden Donald Trump mengenai paket bantuan yang luas, tetapi dia optimis undang-undang dapat didorong sebelum Hari Pemilihan.
Harga emas telah menguat sekitar 26 persen sepanjang tahun ini karena investor mencari perlindungan dari pandemi virus Covid-19 yang memburuk dan juga risiko inflasi dan penurunan nilai mata uang karena bank sentral global memangkas suku bunga sambil memompa stimulus yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Intip Prediksi Harga Emas Jelang Pemilu AS
Harga emas yang berada di level USD 1.900 per ons dinilai dapat sedikit memberikan ketenangan. Setidaknya sebelum nantinya terkoyak pada saat pemilihan presiden AS pada 3 November 2020 mendatang.
Pasalnya, AS sangat terpolarisasi selama pemilihan ini. Disisi lain, ada pertanyaan yang membayangi apakah Trump akan menerima dan mengakui hasilnya jika rivalnya, Biden menang.
"Ketidakpastian seputar pemilu adalah masalah. Jika Anda tidak mempercayai sistem pemilu, itu adalah masalah," kata Grady. Dikhawatirkan, hal tersebut dapat memicu konflik atau kerusuhan sipil.
"Ketidakpastian tetap menjadi semboyan di pasar. Fakta bahwa harga emas belum benar-benar bergerak dan masih dengan mantap memperdagangkan kisaran dalam dolar mencerminkan keengganan pelaku pasar untuk mengambil posisi agresif menjelang hasil pemilu (dalam pandangan kami, setidaknya, hasil pemilu akan bullish untuk emas, bagaimanapun),” kata kepala analisis pasar StoneX untuk EMEA dan kawasan Asia Rhona O'Connell.
Dilansir dari laman Kitco, Senin (19/10/2020), Wakil presiden senior pedagang logam mulia MKS SA Afshin Nabavi mengatakan, untuk saat ini harga emas kemungkinan akan tetap dalam kisaran antara USD 1.880 dan USD 1.930 per ounce. Dimana harga emas ini mengacu pada dolar dan pasar saham.
“Kami harus menembus USD 1.925 pada sisi atas, dan pada sisi bawah, support yang solid berada di USD 1.880. Sentimen lebih pada sisi bullish untuk logam," kata Nabavi.
Harga emas tak hanya akan dipengaruhi oleh pemilu AS. Melainkan juga paket stimulus yang saat ini pembahasannya masih terus bergulir. Presiden Phoenix Futures and Options LLC Kevin Grady mengatakan, sebelum atau sesudah pemilu, stimulus pada akhirnya akan diloloskan karena kedua calon presiden melihat perlunya pengeluaran yang lebih besar.
"Terlepas dari kandidat presiden mana yang masuk, harga emas pada akhirnya akan naik lebih tinggi. Kedua kandidat akan mengeluarkan uang, dan itu bullish untuk emas. Saya memperkirakan harga emas akan naik kembali menjadi USD 2.000 pada akhir tahun." kata Grady.
Hal lain yang membuat investor berhati-hati adalah potensi adanya gelombang kedua dalam kasus COVID-19. JIka ini terjadi, maka kemungkinan besar pemerintah setempat akan segera kembali memberlakukan penguncian. Hal ini tentu bukan situasi yang menguntungkan.
"Investor global juga memperhatikan perkembangan terbaru seputar penyebaran virus, karena COVID-19 muncul kembali di seluruh Eropa dan Amerika Serikat. Di era pra-vaksin ini, pemulihan ekonomi suatu negara bergantung pada seberapa baik virus itu dapat menahannya. virus corona, karena respons kesehatan setiap negara yang menjadi dasar pemulihan ekonominya, "kata analis pasar FXTM, Han Tan.
Advertisement