Liputan6.com, Jakarta - Indonesia berhasil menempati posisi ke-2 lingkungan, sosial, dan tata kelola (LST) pada 38 bank di ASEAN. Hal itu tertulis dalam laporan WWF Sustainable Banking Assessment (SUSBA) edisi ke-4 di Singapura pada Selasa, 21 September 2020.
Laporan SUSBA tahun ini, 75 persen bank-bank di ASEAN mengalami perkembangan yang signifikan. Hampir 30 persen bank mengalami peningkatan setidaknya 10 persen dari penilaian SUSBA di tahun 2019.
Bank yang memenuhi separuh dari total 70 kriteria SUSBA mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat dari 4 menjadi 8 bank.
Advertisement
Penanggung jawab untuk program keuangan berkelanjutan Yayasan WWF Indonesia Rizkiasari Yudawinata, mengatakan sejak 2019 penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 51 tentang Keuangan Berkelanjutan yang berlaku bagi bank kategori BUKU 3 dan 4 telah mendorong peningkatan pengungkapan integrasi LST secara lebih merata di sektor perbankan Indonesia.
“Sehingga berhasil menempati posisi ke-2 di lingkup ASEAN,” kata Rizkiasari
Lanjutnya, Bank-bank Indonesia unggul dalam hal pengungkapan integrasi LST ke dalam strategi bisnis secara keseluruhan, kebijakan sektor spesifik, serta telah memiliki program peningkatan kapasitas untuk keuangan berkelanjutan.
Adapun 2 bank di Indonesia yang terunggul dalam pemenuhan kriteria di tahun ini adalah BRI dan BCA. BRI masuk ke dalam 10 besar bank yang memenuhi kriteria tertinggi di tingkat ASEAN. BRI memenuhi 40 dari total 70 kriteria, sedangkan BCA sebanyak 33 kriteria.
“Selain itu, BRI adalah bank pertama di Indonesia yang mengungkapkan bahwa tidak lagi akan membiayai kegiatan bisnis yang akan berdampak negatif terhadap UNESCO World Heritage Sites,” ujarnya.
Adapun pada tahun ini, cakupan penilaian SUSBA diperluas, dengan ditambahnya bank Jepang dan Korsel. Bank-bank di kedua negara tersebut memainkan peranan penting terhadap kegiatan bisnis di Asia Tenggara.
Dibutuhkan keselarasan dan kesetaraan norma dalam penerapan keuangan berkelanjutan di tataran Asia, mengingat ketergantungan dalam hal ekonomi di antara negara-negara di wilayah tersebut.
Keselarasan ini penting untuk memberikan kontribusi yang signifikan untuk menghadapi tantangan pembangunan berkelanjutan, dan membangun daya lenting industri keuangan terhadap risiko perubahan iklim dan degradasi lingkungan.
“SUSBA diharapkan dapat membantu perbankan di wilayah dimaksud untuk meningkatkan kesetaraan penerapan keuangan berkelanjutan,” pungkas Rizkia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pertumbuhan Kredit Bank Diprediksi Cuma 5 Persen Meski BI Rate Dipangkas
Bank Indonesia (BI) menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen persen pada 19 November 2020. Penurunan tersebut tidak akan bisa mendorong pertumbuhan kredit bank.
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad memprediksi, pertumbuhan kredit perbankan hanya akan di angka 5 persen saja meskipun ada penurunan suku bunga BI.
“Saya melihat ke depan pertumbuhan kredit masih 5 persen hingga 6 persen, berat untuk sampai ke titik normal. Ini menjadi tantangan, karena situasi NPL berpotensi naik maka otomatis perbankan akan semakin susah,” kata Tauhid kepada Liputan6.com, Minggu (22/11/2020).
Sebab kondisi normal pertumbuhan kredit bank itu berkisar antara 10 persen, namun dengan kondisi pandemi covid-19 ia memprediksi hanya tumbuh 5-6 persen saja lantaran saat ini perekonomian Indonesia dalam tahap recovery.
“Kan kalo lagi recovery perbankan lebih hati-hati sektor mana yang akan dibiayai dan sektor mana yang akan bertahan atau tidak. Masih banyak sektor yang belum bisa dibiayai,” katanya.
Selain itu perbankan sebelumnya telah melakukan restrukturisasi kredit dampak pandemi kepada para kreditur. Dengan demikian dalam masa pandemi dan 2 tahun kedepan setelah pandemi pendapatan perbankan masih belum normal atau istilahnya kehilangan pendapatan.
“Ketika kehilangan pendapatan yang seharusnya bank mendapatkan bunga plus pokok kan dapat untung, yang mana situasi pandemi perbankan tidak bisa menyalurkan kredit sembarangan, karena potensi gagalnya semakin tinggi,” ujarnya.
Advertisement