Liputan6.com, Jakarta - Pengembangan usaha sagu di Indonesia masih belum optimal. Hal ini tercermin dari rendahnya pemanfaatan lahan usaha sagu saat ini.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud menjelaskan, berdasarkan data Kementerian Pertanian, total luas potensi lahan sagu di Indonesia mencapai 5,4 juta hektare. Namun sampai saat ini potensi tersebut belum dimanfaatkan.
Baca Juga
"Jadi yang baru dimanfaatkan hanya 6 persen atau sekitar 318 ribu hektare," tutur Musdhalifah Machmud dalam Webinar Seri 2 Pekan Sagu Nusantara 2020, Senin (7/12/2020).
Advertisement
Padahal, kata Musdhalifah, upaya pengembangan usaha sagu nasional telah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Mengingat, sagu menjadi sumber pangan yang tidak bisa dilepaskan dari aspek kehidupan masyarakat di beberapa daerah.
"Maka, pemerintah dalam RPJMN 2020-2024 lebih berfokus pada aspek sosial dan kebudayaan sekitar. Di mana pengolaan sagu sangat tekait dengan tanah masyarakat adat, sehingga upaya peningkatan ekonomi masyarakat harus dilakukan secara berkelanjutan," paparnya.
Oleh karena itu, dia menyebut, pemerintah saat ini terus melakukan penyesuaian berbagai regulasi terkait usaha Sagu. Tujuannya agar tercipta usaha pengelolaan Sagu yang tidak hanya berdampak baik bagi ekonomi, namun juga turut melestarikan lingkungan untuk kesejahteraan masyarakat.
"Selain itu, pemerintah menilai penting untuk membantu usaha pengolahan Sagu di berbagai daerah dilakukan oleh UMKM dan rumah tangga. Karena mereka menjadi tumpuan atau sebagian motor penggerak ekonomi daerah. Jadi, hal ini menjadi fokus pemerintah untuk menciptakan pengelolaan usaha Sagu yang dapat meningkatkan produktivitas masyarakat," tutupnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan berikut ini:
Jaga Ketahanan Pangan, Bulog Dorong Pemanfaatan Sagu dan Tapioka
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menyatakan, untuk menjaga ketahanan pangan, pihaknya tidak hanya mengandalkan produksi beras namun juga mengoptimalkan alternatif pangan lain, seperti sagu dan tapioka.
Buwas, sapaan akrab pria ini, bilang, Indonesia memiliki potensi produksi sagu dan tapioka yang besar dan harus dimanfaatkan dengan baik.
"Kalau bicara stok di luar beras, sangat memadai dan cukup, jadi masyarakat nggak usah khawatir, jadi jangan lihat dari beras saja. Ada 5 juta ha lahan sagu yang belum diolah dengan baik, ini nanti juga akan dimaksimalkan oleh Bulog," ujar Buwas dalam dalam Bincang Editor "Ketahanan Pangan di Masa Pandemi Covid-19" yang ditayangkan di Vidio.com, Senin (2/11/2020).
Buwas melanjutkan, sebesar 87 persen lahan sagu berada di wilayah Papua dan belum diolah dengan teknik yang baik. Sisanya tersebar di Bangka Belitung, sebagian Lampung, Sumatera dan beberapa Jawa.
Untuk mendukung optimalisasi produksi sagu, pihaknya juga membangun pabrik pengolahan sagu di 20 wilayah. Nantinya, tepung sagu tersebut bisa diolah menjadi makanan seperti mie.
"Rasanya lebih enak, lebih sehat, ini menurut penelitian. Dan membantu Indonesia mengurangi ketergantungan impor gandum, gandum kan bahan baku mie," kata Dirut Bulog.
Mantan Kabareskrim ini menjelaskan, jika potensi bahan pangan pokok alternatif beras bisa dimaksimalkan, Indonesia mungkin saja akan memiliki cadangan pangan hingga 450 juta ton dalam 1 tahun.
"Kalau dikelola dengan baik, maka 1 tahun bisa punya cadangan pangan sampai 450 juta ton," kata Buwas.
Selain sagu dan tapioka, Bulog juga memaksimalkan potensi hasil pertanian di daerah-daerah dengan nilai yang tinggi. Misalnya, produksi komoditas jagung yang berlimpah di Sulawesi Utara tidak disalurkan ke pulau Jawa karena biaya logistik yang tinggi.
"Makanya kita ekspor misalnya ke Filipina dan itu punya nilai tambah," jelas Buwas.
Advertisement