Menaker Ida Fauziyah Ungkap Berbagai Masalah Tenaga Kerja di Indonesia

Menaker Ida mengakui bahwa iklim penciptaan lapangan pekerjaan di Indonesia belum bersahabat.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 22 Des 2020, 13:55 WIB
Diterbitkan 22 Des 2020, 13:55 WIB
Bahas Nasib Pekerja Terimbas Corona, Menaker Raker dengan DPR
Menaker Ida Fauziyah mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/7/2020). Rapat juga membahas langkah strategis pemerintah dalam penciptaan lapangan pekerjaan pada tahun 2021 pada proyek strategis nasional dan UMKM. (Liputan6.com/JohanTallo

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyebutkan, salah satu yang paling dibutuhkan dalam proses pemulihan ekonomi di 2021 adalah penciptaan lapangan kerja.

“Dengan prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali tumbuh positif tahun depan maka diharapkan juga tercipta lapangan kerja baru untuk memenuhi kebutuhan tersebut,” kata Ida dalam Outlook Perekonomian Indonesia 2021, Selasa (22/12/2020).

Namun di tengah besarnya kebutuhan tersebut, Ida mengakui bahwa iklim penciptaan lapangan pekerjaan di Indonesia belum bersahabat. Dimana tingkat kemudahan berusaha Indonesia berada pada peringkat 73. Angka ini jauh di bawah negara-negara tetangga.

Selain itu, tingkat produktivitas tenaga kerja Indonesia juga cenderung lebih rendah dibandingkan negara menengah ke bawah lainnya.

“Semua data ini menunjukkan besarnya tantangan bagi investasi dan penciptaan lapangan kerja di Indonesia. Dibutuhkan sebuah regulasi yang dapat melakukan reformasi struktural dan transformasi ekonomi untuk merespon dengan cepat tantangan tersebut. Sehingga kita dapat segera memulihkan perekonomian dan sektor Ketenagakerjaan kita yang terdampak pandemi,” kata Ida.

Adapun pemerintah telah menerbitkan UU Cipta Kerja sebagai jawaban dari sejumlah permasalahan investasi hingga penciptaan lapangan pekerjaan. Melalui UU ini, dilakukan penyederhanaan sejumlah regulasi yang semrawut dan tumpang tindih. Dengan demikian, diharapkan dapat menarik lebih banyak investasi sehingga dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja.

Cipta kerja dibuat untuk penyederhanaan, sinkronisasi, pemangkasan regulasi atas banyaknya aturan dan regulasi yang hyper yang menghambat menciptakan lapangan kerja. UU Cipta Kerja ini diharapkan dapat meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia yang selama ini menghambat penciptaan lapangan kerja,” pungkas dia.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lewat UU Cipta Kerja, Pemerintah Siapkan 2,8 Juta Lapangan Kerja

Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) Raden Pardede,
Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) Raden Pardede.

Sebelumnya, Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) Raden Pardede mengatakan, Undang-Undang Cipta Kerja menjadi game changer untuk pemulihan ekonomi.

Kehadiran UU Cipta Kerja digadang-gadang mendorong kebebasan ekonomi di Indonesia, termasuk kemudahan berusaha dan peningkatan investasi yang berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja.

“Kebijakan jangka panjang Undang-Undang Cipta Kerja tidak akan dilihat dampaknya sekarang. Karena prioritasnya sekarang adalah pengelolaan pandemi, vaksinasi, perlindungan sosial dan UMKM,” kata Raden, dikutip Sabtu (12/12/2020).

Dalam UU Cipta Kerja, dunia usaha dan tenaga kerja yang produktif tidak dapat dipisahkan. Dimana dunia usaha harus maju dan tenaga kerja harus produktif. Adapun dunia usaha harus membina tenaga kerja melalui pendidikan, training, vokasi, dan perbaikan.

“UU Cipta Kerja ini memperbaiki lingkungan bisnis atau investasi, dan kemudahan berusaha. Sehingga dunia usaha mampu berdaya saing dan mendapatkan untung dari penjualan produksinya. Dan pada saat yang sama kita akan b erdayakan UMK (Usaha Mikro Kecil) atau koperasi dengan mempermudahkan izin dan fasilitas yang diharapkan dapat menumbuhkan entrepreneur baru,” tambah Raden.

Kelompok informal dan UMKM mengalami dampak sangat sangat signifikan khususnya di wilayah perkotaan. Oleh karena itu, pemerintah saat ini sedang menggagas 2 program.

“Pertama, program padat karya pada tahun 2021, seperti melakukan perbaikan selokan dan lingkungan perumahan. Selain itu, perbaikan kepada seluruh bantaran sungai di Jawa maupun Sumatera. Sehingga terdapat sekitar 2,8 juta lapangan kerja untuk menyangga sementara selama 1-2 tahun,” ujar Raden.

Kedua, program UMKM, yakni pemerintah akan memberikan kemudahan akses pemodalan, akses terhadap pasar dan skill manajemen yang juga ditunjang oleh keberadaan UU Cipta Kerja. Utamanya KPCPEN mengusulkan pada pemerintah untuk melanjutkan program bantuan pada UMKM hingga tahun depan.

Sementara itu, Staf Khusus Menko Perekonomian I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan pandemi COVID-19 menjadi peluang dan tantangan untuk memperbaiki berbagai sektor. Sehingga dapat menarik beberapa jenis investasi masuk ke Indonesia.

“UU Cipta Kerja menjadi titik tengah, yang merupakan kompromi diantara pasar kerja kaku dan pasar kerja lentur. Sehingga diharapkan kedepan dapat terciptanya ruang bagi perusahaan dan individu untuk menggerakkan kegiatan ekonomi dan investasi yang berujung pada penyerapan tenaga kerja,” tutur I Gusti.

Pandemi COVID-19 mendorong fleksibilitas pada pasar tenaga kerja, dimana pemerintah berama dengan dunia usaha perlu lakukan pelatihan, perbaikan ketrampilan tenaga kerja yang ada dan pada saat bersamaan menyiapkan tenaga kerja yang abru dengan kemampuan dan kapasitas yang lebih unggul.

“Meski lebih fleksibel, namun pemerintah memberikan jaminan kehilangan pekerjaan dan jaringan pengamanan sosial dan terus memperbaikinya seperti, BPJS, PKH dan lainnnya,” imbuhnya.

Kemudian, pemerintah akan membekali pekerja dengan berbagai kebijakan kerja aktif seperti pemberian kartu prakerja, pelatihan, pemagangan, vokasi, dna penyedian informasi yang memfasilitasi terpenuhinya permintaan pekerja dan pemberi kerja, sehingga mampu meningkatkan skill pekerja.

Jika penyusunan UU Cipta Kerja tidak dilakukan, kata I Gusti, maka lapangan kerja akan pindah ke negara lain yang lebih kompetitif, daya saing pencari kerja pun akan relative rendah, dan penduduk yang tidak atau belum bekerja semakin meningkat.

“Indonesia akan terjebak dalam middle income trap, jika tidak bisa menjadi high income country dalam beberapa tahun ke depan. Sehingga hal ini harus segera diatasi dengan meningkatkan produktivitas dan daya saing,” jelasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya