Punya Cadangan Gas 2,5 Triliun TCF, Jambaran-Tiung Baru Beroperasi November 2021

Proyek pengembangan gas lapangan unitisasi Jambaran-Tiung Biru (JBT) di Bojonegoro, Jawa Timur, ditargetkan mulai beroperasi pada November 2021.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Mar 2021, 10:30 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2021, 10:30 WIB
PT Pertamina EP Cepu (PEPC) melakukan pemancangan Perdana EPC Gas Processing Facisilty (GPF) proyek pengembangan lapangan gas unitisasi Jambaran - Tiung Biru (JTB). Dok Pertamina EP
PT Pertamina EP Cepu (PEPC) melakukan pemancangan Perdana EPC Gas Processing Facisilty (GPF) proyek pengembangan lapangan gas unitisasi Jambaran - Tiung Biru (JTB). Dok Pertamina EP

Liputan6.com, Jakarta - Proyek pengembangan gas lapangan unitisasi Jambaran-Tiung Biru (JBT) di Bojonegoro, Jawa Timur, ditargetkan mulai beroperasi pada November 2021, sehingga bisa memasok kebutuhan gas pembangkit listrik di sistem Jawa dan Bali.

"Gas JTB sangat penting untuk pasokan gas di Jawa Timur dan membantu kelistrikan di Jawa-Bali. Kami optimistis akan mulai on stream tahun ini," kata Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani dikutip dari Antara, Senin (8/3/2021).

Proyek gas JTB ini merupakan salah satu dari empat proyek strategis nasional di sektor migas yang akan tulang punggung energi nasional dengan kapasitas penjualan gas mencapai 192 MMSCFD dan cadangan sebanyak 2,5 triliun TCF.

Terdapat enam sumur di wilayah proyek JTB, yakni empat sumur di Jambaran Timur dan dua sumur di Jambaran Tengah.

PT Pertamina EP Cepu menargetkan keenam sumur tersebut mampu memproduksi gas dan kondensat dengan produksi rata-rata sebesar 315 MMSCFD.

"Meskipun kondisi pandemi, kami bisa mencatatkan progres yang bagus dan mewujudkan gas on stream pada November 2021," kata Direktur Utama EP Cepu Awang Lazuardi.

Tahun lalu, proyek gas JTB ini sempat mengalami hambatan karena pandemi. Proses pabrikasi barang-barang di sejumlah negara sempat tertunda karena ada pembatasan jam kerja dan transportasi material, termasuk pabrikasi di Indonesia ikut terdampak akibat kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Diketahui, konstruksi proyek JTB dilakukan oleh PT Rekayasa Industri bersama anggota konsorsium lainnya dengan nilai investasi sebesar 1,53 miliar dolar AS.

Sebagian besar produksi gas JBT nantinya akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pasokan gas pembangkit PLN Jawa III berkapasitas 800 megawatt.

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Indonesia Punya 1,5 Persen Cadangan Gas Dunia, Terbesar di Natuna

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Indonesia saat ini dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, salah satunya minyak dan gas (migas). Lalu berapa besarnya? 

Jumlah cadangan gas RI diungkap oleh eks Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar saat menjadi narasumber dalam RDPU Badan Anggaran DPR RI, Senin (17/02/2020).

"Apakah cadangan gas kita lebih baik? Cadangan gas hanya 1,5 persen dari cadangan terbukti dunia." ungkapnya.

Ia menjelaskan cadangan gas terbukti Indonesia sampai saat ini sebesar 100 tcf (trillion cubic feet). Diantaranya, paling dominan atau sebanyak 40 tcf berada di Laut Natuna dan hingga saat ini penggarapan proyeknya belum ada perkembangan yang signifikan.

Arcandra menegaskan, adanya cadangan tidak menjamin kemakmuran suatu bangsa. Sebagai contoh, Venezuela yang menjadi raja minyak namun terbukti terjerat masalah ekonomi. Begitu juga dengan negeri-negeri yang kaya cadangan gas.

"Negara kaya gas lebih makmur? Belum tentu juga, liat Iran, Qatar. Indonesia cuma mewakili 1,5 persen cadangan terbukti dunia. Kalau kita kurangi Natuna 40 tcf, rangking kita jauh di bawah," jelasnya.

Untuk diketahui, saat ini cadangan minyak RI hanya 0,2 persen dari cadangan minyak terbukti dunia. Indonesia bahkan masih kalah jauh dengan Malaysia yang berada pada 7 sampai 8 peringkat di atasnya. 

Arcandra Tahar Beberkan Berbagai Strategi untuk Kurangi Impor Minyak

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Indonesia masih mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri. Menyikapi hal tersebut, Wakil Menteri ESDM  periode 2016-2019, Arcandra Tahar, menjelaskan bahwa ada beberapa strategi untuk mengurangi atau menekan impor minyak dan digantikan dengan pasoka dalam negeri.

Arcandra menjelaskan, upaya yang bisa dilakukan pemerintah pertama dengan menerapkan teknologi enhanced oil recovery (EOR). Teknologi ini mampu meningkatkan jumlah minyak diekstrak dari ladang minyak hingga 60 persen. Menurutnya, teknologi ini mampu meningkatkan produksi minyak secara jangka pendek. 

Sedangkan cara kedua adalah cara jangka panjang yaitu dengan melakukan eksplorasi. Langkah ini mampu untuk meningkatkan pasokan di kilang.

Selanjutnya, Arcandra mengungkapkan alternatif lain yakni dengan menggantikan bahan bakar minyak dengan memanfaatkan energi lainnya.

"Strategi selanjutnya adalah dengan kendaraan listrik, energi listrik tidak pernah impor, karena dipasok oleh domestik. Kalau andalkan migas, kita butuh impor crude dan BBM," jelasnya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Anggaran DPR RI, Senin, (17/02/2020).

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia IATMI, Hadi Ismoyo, menyaranan lima kunci untuk meningkatkan produksi minyak.

Pertama melalui eksplorasi, Enhanced Oil Recovery (EOR), well work program, surface optimization, Plan of Development (POD) speed up for discoveries undevelopedment dan marginal field.

Dengan lima kunci tersebut, ia yakin target SKK Migas produksi 1 juta barel per hari bisa tercapai di tahun 2030.

Di luar lima kunci tersebut, Hadi Ismoyo juga menyarankan konversi gas ke minyak. "Kita penghasil gas daripada oil, 100 TCF, salah satunya Natuna," jelasnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya