Menteri PANRB Beberkan Area Rawan Korupsi di Pemerintahan, Apa Saja?

Kasus Korupsi menjadi perhatian penuh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB).

oleh Athika Rahma diperbarui 17 Mar 2021, 19:30 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2021, 19:30 WIB
Tjahjo Kumolo
Menpan RB Tjahjo Kumolo (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus korupsi masih membayangi pemerintahan Indonesia. Belum lama ini, publik dihebohkan dengan kasus korupsi dan suap pejabat Ditjen Pajak. Beberapa waktu lalu, dua menteri terseret kasus korupsi di lingkup kerja mereka masing-masing.

Fenomena tersebut menjadi perhatian penuh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB). Menteri PANRB Tjahjo Kumolo mengatakan, pihaknya selalu mengingatkan para Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk berhati-hati di area pemerintahan yang rawan dikorupsi.

"Pertama, terkait perencanaan anggaran. Kedua, terkait dana hibah dan dana bansos. Ini milik rakyat, jangan dikorupsi, dipotong. Lalu ketiga, terkait retribusi, pajak, ini hati-hati. Lalu terkait pengadaan barang dan jasa," jelas Tjahjo Tjahjo dalam Bincang Editor Liputan6.com 'Perampingan Birokrasi dan Rekrutmen ASN 2021', Rabu (17/3/2021).

Tjahjo tidak menampik, banyaknya kasus korupsi yang menyeret ASN menandakan masih rentannya pemerintahan Indonesia terhadap praktik curang tersebut. Menurutnya, para ASN harus bersyukur dengan kondisi yang diterima saat ini, bukannya menjadi tamak dan mengharapkan lebih.

"Kalau melihatnya ke atas, tidak akan cukup-cukup dari yang kita terima. Kalau liat ke bawah, cukup. ASN sekarang itu lumayan dibanding teman-teman swasta, jelas penerimaannya. Kalau berkurang, wajar karena tidak ada dinas dan lain-lain," jelasnya.

Tjahjo bilang, pihaknya sebagai pemerintah hanya bisa mengingatkan agar ASN menjauhi korupsi. Selebihnya, keputusan untuk bekerja secara bersih dan lurus tergantung pada niat dan keteguhan para ASN dalam melaksanakan tugas negara.

Untuk penegakan hukum sendiri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian sudah membentuk tim yang cukup andal dalam meringkus para 'tikus' pemerintahan.

"Pemerintah tidak bisa mengawasi 4,2 juta (jumlah ASN seluruh Indonesia). Kalau ada yang terlibat, pasti ada pihak ketiga seperti swasta, atau rekan sendiri. Tugas kami membuat rambu-rambu semakin banyak dan saling mengingatkan," ujarnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Begini Strategi KPK Cegah Praktik Korupsi di Berbagai Sektor

Ketua KPK Firli Bahuri memperkenalkan dua Plt Jubir KPK pengganti Febri Diansyah
Ketua KPK Firli Bahuri (dua dari kiri) memperkenalkan dua Plt Jubir KPK pengganti Febri Diansyah (kanan), yakni Ipi Maryati dan Ali Fikri. (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)

Sebelumnya, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengatakan pihaknya akan menerapkan strategi pencegahan praktik korupsi di berbagai sektor melalui jalur penguatan pendidikan pada 2021.

Menurut dia, upaya tersebut merupakan salah satu bagian dari implementasi struktur baru yang dibuat oleh komisi antirasuah, yakni Kedeputian Pendidikan Masyarakat. 

"Sasarannya yaitu perguruan tinggi, sekolah, penyelenggara negara hingga calon kepala daerah," kata Ali Fikri pada diskusi daring bertajuk "hukuman mati bagi koruptor apakah tepat?" yang dipantau di Jakarta, Jumat (12/3/2021) dilansir Antara

Strategi pencegahan praktik korupsi tersebut, lanjut Ali, telah dimulai KPK pada penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.

Dalam hal itu, KPK melakukan sejumlah intervensi bagi calon kepala daerah dengan mewanti-wanti tindakan korupsi.

"Setelah mereka dilantik, KPK akan menindaklanjuti dengan mengumpulkan mereka kembali," ujar Ali Fikri. 

Hal tersebut, lanjut Ali Fikri, merupakan salah satu ikhtiar dari KPK agar praktik-praktik korupsi yang merugikan negara tidak terjadi lagi.

Strategi kedua yang diterapkan ialah pendekatan pencegahan dengan menggunakan sistem yang memang telah lama dilakukan oleh KPK. Terakhir ialah penindakan yang dibarengi dengan hukuman pidana penjara.

Apa KPK Setuju Hukuman Mati?

KPK Beberkan Pengembangan Kasus Proyek Jalan di Bengkalis
Plt Jubir KPK Ali Fikri (kanan) bersama Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan keterangan terkait pengembangan kasus proyek jalan Bengkalis di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (17/1/2020). Proyek jalan Bengkalis juga ikut menjerat Bupati Amril Mukminin. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Saat ini KPK sedang menyelesaikan pedoman penuntutan dengan tujuan tidak terjadinya disparitas.

Selain itu agar lebih terukur atas tuntutan yang dilakukan KPK hingga upaya penyitaan aset yang selama ini dinikmati oleh koruptor melalui putusan pengadilan.

Terkait apakah KPK setuju atau tidak dengan hukuman mati bagi koruptor, Fikri mengatakan lembaga tersebut tidak dalam kapasitas untuk mengatakan iya atau tidak. Namun, pada pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi memungkinkan aparat penegak hukum menuntut hukuman mati.

"Pedoman tuntutan hukuman mati KPK juga sudah ada, draft terkait apa saja kriterianya," kata dia.

Khusus untuk kasus dugaan korupsi pada Kementerian Sosial (Kemensos) yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, ia mengatakan pasal yang dikenakan ialah pasal penyuapan sehingga ancaman hukuman mati tidak bisa diterapkan.

"Karena sejauh ini pasal yang digunakan dalam penyidikan pasal penyuapan," ujarnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya