Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengakui tingkat literasi wakaf di Indonesia masih rendah. Menurutnya, masyarakat belum begitu memahami esensi dan makna dari wakaf itu sendiri.
Hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang menilai bahwa wakaf hanya bisa dilakukan dengan barang atau tanah dan diterapkan di sektor sosial, seperti tanah untuk makam, masjid dan lainnya.
Baca Juga
"Ini memang perlu sosialisasi, pemahaman secara masif, ini masalah literasi. Literasi wakaf kita rendah, di bawah zakat, masih 0 koma sekian (persen). Sangat rendah," ujar Ma'ruf dalam tayangan virtual, Rabu (24/3/2021).
Advertisement
Menurut Ma'ruf, mengubah persepsi dan pemahaman masyarakat tentang wakaf merupakan pekerjaan yang besar. Pihaknya memastikan akan memberi sosialisasi yang lebih intensif kepada masyarakat untuk menjelaskan makna wakaf tersebut, terutama wakaf uang.
Lanjutnya, uang yang sudah diwakafkan akan dijaga keutuhannya dan dapat digunakan untuk keperluan yang dihendaki pemberi wakaf.
"Uang itu sekarang bukan hanya benda mati, tapi juga bisa dalam bentuk nilai yang keutuhannya terjaga dan bisa dikembangkan. Jadi kita dorong gerakan wakaf uang untuk literasi masyarakat ini," ujarnya.
Ma'ruf bilang, pemerintah menjadi fasilitator dalam pelaksanaan wakaf uang melalui koordinasi dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang menjamin pengelolaan wakaf uang melalui lembaga penerima wakaf berupa bank.
Setelah melalui bank, nantinya wakaf bisa dikembangkan agar nilainya tidak kurang bahkan hilang
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Wapres: Ekonomi Syariah di Indonesia Sudah Berkembang, tapi Belum Optimal
Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengakui ekonomi dan keuangan syariah di Tanah Air masih jauh dari optimal. Sebab, potensinya masih kecil hanya sekitar 7-8 persen. Bahkan, keuangan syariah di perbankan baru mencapai 6,7 persen saja.
"Ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia ini sudah berkembang cukup baik, tetapi belum optimal," kata Wapres Ma'ruf dalam acara Katadata Indonesia: Data and Economic Conference 2021, Rabu (24/3).
Dia mengatakan, sebetulnya potensi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia besar, begitu juga dana sosial seperti wakaf. Oleh karena itu, pemerintah punya komitmen kuat untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah. Salah satunya melalui Perpres Nomor 28 Tahun 2020, yaitu dengan membentuk Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS).
"KNEKS berfokus empat hal. Satu pengembangan industri halal, pengembangan industri keuangan, pengembangan dana sosial masyarakat Islam, dan pengembangan usaha bisnis syariah," kata dia.
Dia menjelaskan salah satu alasan pemerintah mendorong industri halal, karena potensi Indonesia besar sebagai umat dengan bangsa mayoritas muslim 78 pesen di dunia. Namun, dengan potensi ekonomi yang besar ini, Indonesia baru jadi konsumen alat terbesar di dunia, belum sebagai produsen.
"Produsennya justru negara non-muslim seperti Brasil nomor satu, keduanya Australia dan lain-lain. Karena itu, potensi produk halal harus ditarik kembangkan. Pasarnya juga besar, baik nasional maupun global. Karena itu, ini salah satu komitmen pemerintah untuk mendorong potensi ini," kata dia.
Kedua, pengembangan industri keuangan syariah. Dia memahami keuaangan syariah baru mencapai 6,7 persen dari potensi yang ada. Oleh karena itu, menurut Maruf Amin, perlu adanya upaya pengembangan baik yang berskala besar maupun kecil.
Untuk skala besar salah satunya dengan penggabungan tiga bank himbara. Tujuannya agar bank ini bisa melayani transaksi domestik bahkan juga global. Ke depan tidak hanya melayani transaksi-transaksi kecil seperti UMKM, tetapi juga transaksi besar.
"Begitu juga lembaga-lembaga mikro juga kita kembangkan. Seperti bank wakaf mikro yang akan kita dorong. Kemudian koperasi-koperasi syariah dan juga lembaga-lembaga keuangan mikro syariah ini potensinya besar, tapi masih belum terkelola dengan baik," sebutnya.Â
Advertisement