Awas, 3 Hal Ini Picu Masyarakat Tergoda Fintech Ilegal

Ada tiga faktor pemicu masyarakat mudah tergoda fintech ilegal.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Apr 2021, 12:40 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2021, 12:40 WIB
Fintech
Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Liputan6.com, Jakarta - Vice President Digital Banking Development and Operation Division Bank Rakyat Indonesia Kholis Amhar, memaparkan tiga faktor pemicu masyarakat mudah tergoda fintech ilegal. Pertama, pemasaran fintech cukup masih dilakukan di seluruh media sosial.

"Pertama karena pemasaran fintech itu sangat masif dan mereka bisa menyediakan solusinya dari server di luar negeri," ujar Kholis dalam diskusi daring, Jakarta, Selasa (13/4).

Kemudian, faktor kedua adalah kebutuhan masyarakat yang meningkat pesat di tengah pandemi Virus Corona. Sementara di sisi lain, banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan.

"Kemudian juga ada perilaku masyarakat dipicu Covid-19. Di mana kebutuhan dana sehari-hari itu meningkat, banyak kehilangan pekerjaan tapi kebutuhan meningkat," jelas Kholis.

Dia menambahkan, faktor ketiga adalah, literasi keuangan yang minim namun penetrasi internet cukup tinggi. Penetrasi terus dilakukan fintech ilegal dengan menampilkan iklan yang menggiurkan.

"Rendahnya literasi keuangan masyarakat sementara penetrasi teknologi tinggi. Ada penawaran pencairan dana yang cepat dan syarat yang mudah serta kemudahan akses maka mendorong terjadinya transaksi melalui fintech ilegal," tandasnya.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Dukung Inovasi Startup Fintech, BI Luncurkan Sandbox 2.0

Ilustrasi Fintech
Ilustrasi Fintech. Dok: edgeverve.com

Bank Indonesia (BI) resmi meluncurkan program Sandbox 2.0, Kamis (8/4/2021). Program Sandbox 2.0 merupakan program uji coba bagi startup fintech agar dapat menguji coba layanannya sebelum dirilis ke publik.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, konsep Sandbox 2.0 ialah pembaruan dari versi sebelumnya, dengan memperkuat aspek keseimbangan antara inovasi, keamanan, manajemen risiko dan stabilisasi ekonomi.

"Yang sebelumnya passive regulatory approach sekarang lebih aktif, dari yang sempit menjadi luas. Yang sebelumnya aspek keamanan lebih ketat, sekarang lebih seimbang," ujar Perry dalam peluncuran Sandbox 20 dan Digitalisasi Startup.

Dalam Sandbox 2.0 ini, terdapat beberapa konsep diantaranya innovation lab, industrial sandbox dan regulatory sandbox.

Innovation lab memberikan wadah, ruang, sarana dan prasarana bagi penggiat ekonomi keuangan digital untuk melakukan inovasi baru.

"Apakah memperluas produk yang ada, penemuan baru atau berkolaborasi dalam melakukan inovasi ekonomi keuangan digital khususnya di bidang sistem pembayaran," katanya.

Konsep kedua ialah industrial sandbox dimana industri dan asosiasi bisa melakukan kolaborasi dalam melakukan inovasi, termasuk dengan BI sebagai pemangku kebijakan.

"Kemudian, ada regulatory sandbox untuk menyeimbangkan, meningkatkan keamanan dalam melakukan inovasi ekonomi keuangan digital," ujar Perry.

Adapun beberapa implementasi Sandbox yang sudah dilakukan antara lain dalam penggunaan kartu debet Bank BRI, Mandiri dan BNI. Tiga bank milik pemerintah tersebut telah bekerja sama dengan Dirjen Pajak, Kementerian Keuangan dalam hal melakukan pungutan pajak dan beberapa program lainnya.

Pada industrial Sandbox ini yang juga sudah masuk dalam QRIS CPM. Penggunaan untuk pembayaran transaksi secara manual dengan menunjukkan QR code dari pemilik merchant.

Selain itu, ada juga tanda tangan digital yang dikembangkan Privi ID. Tanda tangan elektronik ini pun sudah bisa menggantikan tanda tangan basah yang selama ini digunakan. 


BI Targetkan 12 Juta Merchant Terhubung QRIS di Akhir 2021

100 Lebih Perusahaan Ramaikan Fintech Summit and Expo 2019
Marketing menjelaskan produk fintech Dana pada Indonesia Fintech Summit and Expo (IFSE) 2019 di JCC Jakarta, Senin (23/9/2019). Fintech memberikan layanan keuangan berbasis digital serta mampu menjangkau sektor yang tidak dapat dijangkau perbankan konvensional. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menargetkan, 12 juta pelaku usaha dan industri terhubung dengan sistem Quick Response Indonesia Standard (QRIS) tahun ini.

Perry mengatakan, target ini disusun sebagai bentuk dukungan BI untuk mempercepat digitalisasi dalam sektor ekonomi dan keuangan.

"QRIS menawarkan suatu perubahan di dalam kita melakukan transaksi. Insya Allah tahun ini, 12 juta merchant bisa disambungkan melalui QRIS," ujar Perry dalam peluncuran Sandbox 2.0 dan Digitalisasi Startup, Kamis (8/4/2021).

Selain itu, Perry membeberkan langkah BI dalam mendukung percepatan digitalisasi di sektor ekonomi dan keuangan, seperti membangun fast payment untuk ritel menggantikan sistem kliring. Adapun, sistem ini akan segera diluncurkan tahun ini.

"Kita juga elektronifikasi bansos, lalu transaksi keuangan di pemerintah daerah juga didigitalisasi," lanjutnya.

Lalu, BI juga melakukan reformasi kebijakan di bidang sistem pembayaran, dimana reformasi ini akan mendorong percepatan digitalisasi sistem pembayaran, memperkuat industri, membangun end to end ecosystem dalam ekonomi keuangan digital dan mendorong inovasi.  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya