Usai Dapat Restrukturisasi, Nasabah Bank UOB Mulai Kembali Bayar Cicilan

PT Bank UOB Indonesia terus melanjutkan program restrukturisasi kredit kepada para nasabah yang terdampak pandemi Covid-19.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Sep 2021, 17:45 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2021, 17:45 WIB
Ilustrasi bank
Ilustrasi bank (Sumber: Istockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank UOB Indonesia terus melanjutkan program restrukturisasi kredit kepada para nasabah yang terdampak pandemi Covid-19. Hal ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah yang melanjutkan pemberian relaksasi kredit bagi nasabah yang masih belum survive.

"Buat nasabah yang terdampak pandemi seperti penurunan income dan sebagainya sampai tahun 2022," kata Business Banking Sales Head Bank UOB Indonesia, Hendrik Komandangi, dalam konferensi pers UOB Economic Outlook 2022, Jakarta, Rabu (15/9).

Meski begitu, Hendrik mengatakan jumlah nasabah yang mendapatkan fasilitas restrukturisasi terus berkurang. Dibandingkan tahun lalu, nasabah restrukturisasi kredit sudah berkurang hingga setengahnya.

" Dari periode pertama cukup banyak yang ambil program (restrukturisasi) tapi seiring berjalannya waktu jumlahnya berkurang setengahnya dari April 2020 sampai September," kata dia.

Artinya kata Hendrik, setengah dari nasabah yang mendapatkan fasilitas restrukturisasi kredit sudah mulai kembali membayarkan kewajibannya. Ini tidak terlepas dari strategi yang dijalankan perseroan dalam memberikan solusi bagi para nasabahnya.

Selain masih memberikan fasilitas restrukturisasi, Bank UOB Indonesia juga memberikan pinjaman lunak kepada nasabah baru. Pinjaman yang ditawarkan memiliki bunga yang bersaing dengan lembaga pembiayaan yang ada.

"Kepada nasabah baru ini kita kasih kredit dengan bunga yang bersaing," kata dia.

Pembiayaan ini diberikan untuk membantu dunia usaha Khususnya UMKM untuk tetap berkembang. Namun, pemberian kredit baru ini juga diseleksi kepada sektor-sektor yang bisa berkembang ditengah ketidakpastian akibat pandemi yang berlarut-larut.

"Ini bisa digunakan buat nasabah yang ingin mengembangkan usahanya di masa pandemi," kata dia mengakhiri.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Strategi Bank UOB Indonesia Hindari Kredit Macet

Ilustrasi Bank
Ilustrasi Bank

PT Bank UOB Indonesia menggunakan strategi dalam permainan sepak bola untuk menghindar dari risiko kredit macet debitur yang terdampak pandemi Covid-19 yakni taking dan defense. Sebab sebagian besar debitur di kawasan Asia merupakan pelaku usaha sektor UMKM.

"UOB ini bank regional dan kuat di sektor UMKM di Asia Tenggara, kita banyak base practice di negara tetangga maka yang kita lakukan untuk menghindari reisko kredit ini starteginya ada 2," kata Business Banking Sales Head UOB Indonesia, Hendrik Komandangi, dalam konferensi pers UOB Economic Outlook 2022, Jakarta, Rabu (15/9).

Pertama, strategi taking digunakan untuk mencari nasabah baru untuk menambah profil kredit yang sehat. Cara ini akan membantu nasabah untuk memperbaiki modal dasar dan memperbaiki industri yang sangat terimbas pandemi.

Selama pandemi berlangsung, Hendrik menilai hampir semua lini bisnis ikut terdampak, baik dampak yang paling rendah maupun tinggi. Namun di saat yang sama ada peluang yang bisa diupayakan perseroan untuk mendapatkan nasabah.

"Dari situ juga basis asesmen nasabah yang bisa dipilah berdasarkan kategori nasabah. Sehingga program pembiayaan yang diberikan kita sesuaikan," kata dia.

Kedua, strategi defense yakni memilah nasabah-nasabah yang terdampak pandemi Covid-19. Perseroan mengidentifikasi usaha-usaha nasabah yang terimbas pandemi dan jemput bola untuk mengetahui kebutuhan debitur. Tetapi tidak sedikit juga nasabah yang terdampak pandemi melaporkan dirinya menjadi korban pandemi Covid-19.

"Kita merespon nasabah dengan mengindetifikasi dan menerima mereka yang datang ke bank," katanya.

Hasil identifikasi tersebut akan menjadi acuan perusahaan untuk menawarkan program-program yang menjadi solusi. Salah satunya diberikan keringanan berupa relaksasi.

Relaksasi ini pun dilakukan pendalaman untuk memilah resiko yang mungkin terjadi di masa depan. Biasanya kata Hendrik ini disesuaikan dengan jenis bisnis yang dijalani debitur. Semakin besar resiko yang akan terjadi, maka pencadangan yang dilakukan perusahaan akan lebih banyak. "Kita lakukan pencadangan tambahan yang lebih beresiko supaya kita bisa melihat nasabah yang tidak tertolong, kita sudah siap dengan kondis NPL," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya