KPPU Minta Pemerintah Cabut Aturan Penghambat Lahirnya Produsen Minyak Goreng Baru

Tiga perusahaan minyak goreng menguasai sebagian besar pasar dengan presentase di atas 10 persen.

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 20 Jan 2022, 18:11 WIB
Diterbitkan 20 Jan 2022, 17:45 WIB
Minyak Goreng Satu Harga Rp 14.000 per Liter Berlaku
Penjual memperlihatkan minyak goreng kemasan di kiosnya Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Rabu (19/1/2022). Pemerintah resmi mengimplementasikan kebijakan minyak goreng satu harga Rp14.000 per liter untuk semua jenis kemasan mulai hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta pemerintah mencabut regulasi yang menghambat lahirnya perusahaan produsen minyak goreng baru di Industri dalam negeri. Hal ini untuk mengurangi dominasi perusahaan besar yang terintegrasi secara vertikal.

Maksudnya, dengan penyederhanaan aturan yang dilakukan diharapkan ujungnya akan mampu memengaruhi harga minyak goreng di sektor hilir. Ini akibat semakin terbukanya pasar dalam negeri dengan beragamnya pelaku industri.

“Bahwa terdapat beberapa regulasi yang menghambat munculnya pelaku usaha baru dalam industri minyak goreng, seperti Permentan No. 21 Tahun 2017 yang mewajibkan bahan baku sekurang-kurangnya 20 persen dari kebun sendiri,” kata Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Renamanggala dalam konferensi pers, Kamis (20/1/2022).

Ia mengatakan telah mengupayakan kepada pemerintah agar regulasi ini dicabut karena dinilai akan mengurangi persaingan. Dengan begitu, dominasi perusahaan besar bisa ditekan dengan lahirnya industri menengah dan kecil baru di pasaran.

“Saran dari kami agar pemerintah untuk mencabut regulasi yang menimbulkan hambatan masuk (entry barrier) pelaku usaha baru di industri minyak goreng termasuk pelaku usaha lokal dan skala menengah kecil. Dengan semakin banyaknya pelaku usaha baru diharapkan akan mengurangi dominasi kelompok usaha yang terintegrasi secara vertikal,” katanya.

Integrasi yang dimaksud Mulyawan merujuk pada sebagian kecil perusahaan yang menguasai pasar minyak goreng yang memiliki perkebunan kelapa sawit sendiri.

Ia menyebut dari puluhan pelaku usaha minyak goreng, tiga perusahaan minyak goreng menguasai sebagian besar pasar dengan presentasi di atas 10 persen. Sementara itu ada beberapa yang berada di angka 6-8 persen. Namun, banyak perusahaan lainnya memiliki persentase pasar di bawah 2 persen.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pabrik Minyak Goreng Terpusat di Pulau Jawa

FOTO: Kenaikan Harga Minyak Goreng Penyumbang Utama Inflasi
Pedagang menunjukkan minyak goreng di sebuah pasar di Kota Tangerang, Banten, Selasa (9/11/2011). Bank Indonesia mengatakan penyumbang utama inflasi November 2021 sampai minggu pertama bulan ini yaitu komoditas minyak goreng yang naik 0,04 persen mom. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pada paparannya, Mulyawan menampilkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), didapatkan mayoritas pabrik minyak goreng berada di pulau Jawa. Sementara sebagian lainnya berada di Sumatera dan Kalimantan.

Rinciannya, 23 pabrik ada di Jawa timur, 11 pabrik ada di DKI Jakarta, 6 pabrik di Jawa Barat, 3 pabrik di Jawa Tengah, dan 2 pabrik di Banten. Totalnya, ada 45 pabrik yang beroperasi di pulau Jawa.

Sementara itu, 14 pabrik di Sumatera Utara, 3 pabrik di Sumatera Selatan, 3 pabrik di Lampung, 2 pabrik di Sumatera Barat, dan 1 pabrik di Kepulauan Riau. Lalu, 2 pabrik di Kalimantan Barat, 2 pabrik di Kalimantan Selatan, 1 pabrik di Kalimantan Timur, serta 1 pabrik di Kalimantan Tengah.

Pada kesempatan yang sama, Komisioner KPPU Ukay Karyadi mengkritisi aturan munculnya produsen minyak goreng baru tersebut. ia pun mengatakan seharusnya di aspek ini bisa mencontoh industri pengolahan pertanian.

“Mendirikan pabrik minyak goreng ini harus dipasok kebun sendiri 20 persen, kan susah ya kalau mau punya skala kecil menengah ini kan susah. Kita bisa contoh industri pengolahan pertanian, untuk punya pabrik beras kan gak mesti harus punya sawah. Bahkan petani juga punya penggilingan beras. Teknologi bikin minyak goreng itu tak sulit,” tuturnya.

“Oligopoli ini punya posisi tawar apalagi produknya itu eskalasi harganya berapapun harganya akan tetap dibeli itu mengundang kesepakatan harga atau kartel,” imbuhnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya