Liputan6.com, Jakarta - Program Pengungkapan Sukarela tersisa 30 hari lagi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat hingga 30 Mei 2022 pukul 08.00 WIB, sudah ada 53.508 wajib pajak yang ikut Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dengan 62.383 surat keterangan.
Dikutip dari laman pajak.go.id, Selasa (31/5/2022), Pemerintah berhasil mengungkap nilai harta bersih peserta Program Pengungkapan Sukarela sebesar Rp 106,9 triliun. Pemerintah juga mengantongi PPh final sebanyak Rp 10,7 triliun.
Baca Juga
Sementara itu, untuk deklarasi dalam negeri diperoleh Rp 92,47 triliun, dan deklarasi luar negeri mencapai Rp 7,8 triliun. Sedangkan, jumlah harta yang diinvestasikan ke instrumen surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 6,63 triliun.
Advertisement
Program ini sifatnya terbatas, hanya berlangsung 1 Januari hingga hingga 30 Juni 2022, artinya tinggal sebentar lagi program ini akan berakhir.
Wajib pajak bisa dengan mudah mengakses PPS, melalui aplikasi pengungkapan dan pembayaran lewat situs https://pajak.go.id/pps, yang telah dimulai sejak tanggal 1 Januari 2022 lalu, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
PPS adalah program yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak dengan cara pengungkapan harta yang belum dilaporkan. Di dalam PPS, pemerintah memberikan kesempatan atas harta yang diungkapkan untuk dinvestasikan di dalam negeri.
Wajib Pajak akan memperoleh keistimewaan pengenaan tarif terendah baik di kebijakan I maupun II PPS dengan berkomitmen menginvestasikan harta yang diungkapnya. Kebijakan I yang digunakan untuk mengungkapkan harta per 31 Desember 2015 yang belum diungkap saat mengikuti Tax Amnesty memiliki lapisan tarif, 11 persen untuk deklarasi luar negeri, 8 persen untuk deklarasi dalam negeri dan repatriasi luar negeri, dan terendah 6 persen untuk yang diinvestasikan di SBN/hilirisasi Sumber Daya Alam/Energi Terbarukan.
Sementara itu, kebijakan II yang digunakan untuk mengungkapkan harta yang diperoleh tahun 2016 – 2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020 memiliki lapisan tarif, 18 persen untuk deklarasi dalam negeri, 14 persen untuk deklarasi dalam negeri dan repatriasi luar negeri, dan tarif terendah 12 persen untuk yang diinvestasikan di SBN/hilirisasi Sumber Daya Alam/Energi Terbarukan. Semua kebijakan berakhir sampai dengan 30 Juni 2022.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ajakan
Sebelumnya, Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama, mengingatkan kepada wajib pajak yang sebelumnya mangkir dari tax amnesty I segera memanfaatkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau tax amnesty II.
“Terutama peserta tax amnesty yang dulu masih ketinggalan harta-hartanya, apakah ragu atau masih inventarisir ini kesempatan ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya,” kata Yoga dalam acara media briefing DJP Perkembangan Data Penerimaan Pajak Terkini dan Program Pengungkapan Sukarela, Jumat (27/5/2022).
Menurut Yoga, kebanyakan wajib pajak yang sebelumnya tidak ikut tax amnesty I karena ragu, selain itu mereka mengaku masih menginventarisir dokumennya sehingga telat ikut tax amnesty I.
“Saya juga mengamati, ada keraguan sebagian masih ikut tapi belum seluruh aset dilaporkan. Bahkan pasca nya banyak suara ada yang ketinggalan. Kalau melihat data, saya pikir masih banyak yang harus peserta tax amnesty ikuti kebijakan I,” ujarnya.
Dia pun mengingatkan agar wajib pajak memanfaatkan PPS atau tax amnesty II, sebab jika ketinggalan lagi akan dikenakan sanksi oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Advertisement
Kemenkeu Prediksi Penerimaan Pajak 2022 Bisa Rp 220 Triliun di Atas Target
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan penerimaan pajak sepanjang 2022 bisa sentuh angka Rp 1.485 triliun. Jumlah ini Rp 220 triliun di atas target Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 yang di angka Rp 1.265 triliun.
Prediksi pendapatan pajak sepanjang 2022 tersebut didapat dari perhitungan realisasi hingga 26 Mei 2021. Tercatat, penerimaan pajak negara telah mencapai Rp 679,99 triliun atau 53 persen dari target APBN 2022.
Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan DJP Kemenkeu Ihsan Priyawibawa menyebut, ada sejumlah faktor yang menyebabkannya. Salah satunya tren kenaikan harga komoditas.
"Tren harga komoditas otomatis memberi sumbangan, baik ke penerimaan pajak kita," kata Ihsan di Jakarta Selatan, Jumat (27/5/2022).
Selain itu, penerimaan negara juga didorong pemulihan ekonomi yang semakin kuat. Tercermin dari tingkat permintaan masyarakat yang meningkat, pajak dari aktivitas perdagangan internasional hingga kegiatan ekspor impor yang tinggi.
Ihsan memperkirakan, penerimaan pajak dalam beberapa bulan ke depan masih akan tumbuh tinggi, bahkan mencapai dua digit. Sebabnya, terjadi pertumbuhan signifikan pada penerimaan pajak pada bulan April yang diperkirakan masih akan berlanjut di bulan-bulan mendatang termasuk bulan ini.
Selain itu ada juga penerimaan negara dari PPh pasal 29 yang tumbuh tinggi. Sehingga akan mendongkrak penerimaan PPh 25. Termasuk membaiknya penyerapan tenaga kerja baru akan mendorong penerimaan PPh pasal 21.
"Pajak dalam rangka impor juga masih akan tumbuh tinggi, makanya kita optimis akan tumbuh dua digit, mudah-mudahan ini bisa bertahan," kata dia mengakhiri.