Liputan6.com, Jakarta Generasi muda kini mulai menggemari investasi saham. Hal ini terlihat dari mayoritas investor di Bursa Efek Indonesia (BEI) justru telah berasal dari kalangan anak muda.
Berdasarkan data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) pada Maret 2022, 60 persen dari 8,4 juta investor saham di Indonesia masih berusia di bawah 30 tahun, dengan total aset Rp 49,77 triliun. Ini berarti, 6 dari 10 investor saham di Indonesia merupakan anak muda.
Baca Juga
Untuk mendukung generasi muda melek saham, aplikasi investasi sosial (social-invest tech) Cuanz menghadirkan fitur Virtual Trading dan mengadakan kompetisi trading virtual berkolaborasi dengan berbagai lembaga pendidikan.
Advertisement
Di Virtual Trading, calon investor bisa berlatih mengelola portofolio saham-saham riil dan pergerakan naik-turun real-time sesuai pasar modal, namun menggunakan uang virtual.
“Virtual Trading ini dirancang untuk menggandeng semakin banyak generasi muda, agar bisa mencoba berinvestasi saham dengan uang virtual, sehingga tidak perlu menanggung kerugian (loss). Mereka dapat berlatih menajamkan kemampuan analisanya sebelum melakukan jual-beli saham secara nyata, sehingga bisa menjadi lebih percaya diri untuk mulai investasi,” ungkap Co-founder dan COO Cuanz dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (1/11/2022).
Kompetisi Virtual Trading Cuanz bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi, seperti , Universitas Indonesia (UI), Universitas Prasetya Mulya, dan Universitas Bina Nusantara (Binus) dalam event Indonesia Capital Market Festival (ICMF) 2022. Serta Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dalam penggunaan fitur Virtual Trading.
Virtual Trading dapat diakses melalui aplikasi Cuanz dan pemilihan pemenang diumumkan setiap minggu, dinilai dari jumlah saldo virtual mereka.
Para pemenang ini akan mendapatkan Cuanz Coin sebagai reward yang dapat ditukar dengan materi pembelajaran saham lain, seperti kelas online maupun buku. Berdasarkan data, saat ini sudah ada lebih dari 1.400 peserta yang mengikuti/menggunakan fitur Virtual Trading dari Cuanz.
Dukung Pemerintah
Kehadiran fitur terbaru dari Cuanz merupakan bentuk dukungan terhadap misi Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan literasi keuangan masyarakat ke angka 90 persen pada tahun 2024, dari 81,4 persen di tahun 2020.
Salah satu indikator keberhasilannya adalah dengan peningkatan partisipasi masyarakat di dunia investasi.
“Kami berencana untuk terus menambah kerjasama dengan institusi maupun lembaga lain, sehingga edukasi investasi, terutama di pasar modal, bisa berjalan lebih mulus, efektif, serta minim risiko. Kami optimis fitur dan kompetisi seperti Virtual Trading Cuanz pun bisa turut menumbuhkan jumlah investor di Indonesia, sehingga iklim investasi dalam negeri akan semakin kondusif dan merakyat (inklusif),” tambah Marcella.
Sebagai aplikasi investasi sosial terdepan di Indonesia, Cuanz bertujuan untuk membantu investor memahami pasar saham dengan lebih baik, tidak hanya dari mentor yang berpengalaman, tapi juga dari sesama anggota komunitas investasi.
Selain fitur terbaru ini, aplikasi Cuanz telah mengkompilasikan berbagai jenis konten serta channel percakapan aktif dari komunitas penggiat saham dan kripto, agar investor ritel lebih mudah mengakses informasi dan edukasi dalam satu kanal terpusat.
Advertisement
Strategi Investasi di Tengah Volatilitas Pasar yang Tinggi
Pasar keuangan global masih menunjukkan tren volatilitas tinggi. Di tengah kondisi ini, investor harus mencari strategi investasi yang tepat agar tujuan keuangannya dapat terealisasi.
Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Krizia Maulana pun membagikan penjelasan mengenai strategi investasi di tengah volatilitas pasar yang masih tinggi, dikutip Sabtu (22/10/2022):
1. Arah kebijakan global
Krizia menuturkan, Ketika pasar memperkirakan bank sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (The Fed) lebih mengerem laju kebijakannya, yang terjadi justru sebaliknya. The Fed mengubah laju Fed Funds Rate menjadi semakin agresif dibandingkan sebelumnya.
Disamping itu, The Fed juga meningkatkan proyeksi pengangguran serta menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS).
Sisi positifnya, komunikasi yang cukup terbuka oleh The Fed menunjukkan kenaikan Fed Rate tinggi di depan (front loaded) terjadi di tahun ini dan perkiraan siklus tertinggi suku bunga tidak berubah, masih tetap pada awal 2023.
“Kondisi ini menyiratkan bahwa terbuka kemungkinan kebijakan The Fed yang lebih longgar, terutama ketika ekonomi mengalami kontraksi ekstrim dan/atau inflasi turun konsisten,” ujar dia.
Sementara itu, perubahan struktural ekonomi di China (dari semula berorientasi pada ekspor menjadi pasar domestik) membawa dampak perubahan dan/atau regulasi baru di berbagai sektor, antara lain teknologi, edukasi dan properti. Selain itu, China juga dianggap tidak peka terhadap penanganan COVID-19 (Zero Covid Policy).
“Meskipun begitu, kebijakan pemerintah China yang mengembangkan sektor-sektor prioritas industri masa depan seperti kendaraan listrik, EBT (energi baru dan terbarukan), otomasi, dan semikonduktor, dinilai menjadi peluang yang menarik bagi investor untuk masuk ke pasar China,” tutur dia.
2. Langkah antisipatif Bank Indonesia
Menanggapi kebijakan agresif The Fed, Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) ke level 4,25 persen.
“Langkah ini dilakukan untuk menjaga ekspektasi inflasi pasca kenaikan harga BBM bersubsidi, menjaga daya tarik rupiah, dan menjaga selisih antara suku bunga Indonesia dengan AS di zona positif,” kata dia.
Diversifikasi Aset
3. Diversifikasi aset
Krizia mengatakan, di tengah kondisi saat ini, diversifikasi untuk membangun portofolio yang resilien dapat menjadi strategi yang baik bagi para investor untuk mengoptimalkan potensi keuntungan sekaligus meminimalisir risiko.
Diversifikasi bisa dilakukan dari berbagai sisi, seperti diversifikasi kelas aset, diversifikasi pasar atau geografis, diversifikasi mata uang, maupun diversifikasi sektor.
Kawasan Asia yang beragam menawarkan potensi diversifikasi bagi investor. Pelonggaran restriksi aktivitas, pembukaan kembali perjalanan internasional yang mendukung aktivitas ekonomi dan tekanan inflasi yang cenderung lebih rendah, dapat menjadi bantalan di tengah kondisi makroekonomi global yang penuh tantangan.
“Bagi investor yang ingin melakukan diversifikasi investasi di pasar saham luar negeri (offshore), silakan manfaatkan reksa dana saham syariah offshore, misalnya pada kawasan Asia Pasifik. Investasi di kawasan Asia Pasifik memberikan peluang untuk menikmati keuntungan dari diversifikasi geografis, mata uang, dan investasi pada saham-saham unggulan,” kata dia.
Advertisement