Liputan6.com, Jakarta Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang Zulkifli Rasyid mengungkapkan, stok beras di pasar induk kini sangat kritis. Namun, ia tak bisa berbuat banyak lantaran pasokan beras dari Perum Bulog pun kini sangat terbatas.
"Untuk stok sekarang ini sangat kritis, perlu pasokan dari Bulog. Tapi Bulog sendiri kelihatannya kurang mencukupi stok untuk memenuhi permintaan pasar," ujar Zulkifli kepada Liputan6.com, Jumat (9/12/2022).
Baca Juga
"Sekarang yang jelas beras di Pasar Induk itu sangat prihatin lah," tegas dia.
Advertisement
Menurut perkiraannya, jumlah stok beras di Pasar Induk Cipinang hanya berada di kisaran 20-25 ribu ton per hari. Angka tersebut tidak mencapai separuh dari jumlah normal.
"Kalau dalam perkiraan biasanya untuk pasar induk itu stok per hari rata-rata 40-45 ribu ton per hari. Itu normalnya. Sekarang mungkin kurang dari separuhnya. Sangat kurang lah. Permintaan pasar di konsumen tinggi, barang kurang, tetapi harganya melambung," ungkapnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) sempat memperkirakan, cadangan stok beras Bulog hingga akhir tahun ini diperkirakan hanya tersisa 300 ribu ton. Jumlah tersebut sangat rawan, terlebih mereka dituntut untuk menyediakan minimal 1-1,2 juta ton beras di penghujung 2022.
"Kalau kurangnya 700 ribu ton itu umpama bisa dapat 500 ribu ton dari dalam, masih ada sisa dong, masih aman. Berarti sisa 200 ribu ton (impor beras) itu harus kita datangkan," jelasnya saat dijumpai seusai rapat bersama Komisi IV di Jakarta beberapa waktu lalu.
Hasil Rakortas
Adapun berdasarkan hasil rapat koordinasi terbatas (Rakortas) 8 November 2022, Perum Bulog ditugasi untuk menyerap 500 ribu ton beras dari dalam negeri, dan 500 ribu ton dari luar negeri.
Namun, Buwas menyatakan bahwa tidak memungkinkan untuk pihaknya bisa mengimpor 500 ribu ton beras sesuai rakortas pada sisa bulan ini.
Sehingga skenarionya, Bulog akan berupaya untuk menyerap 200 ribu ton beras impor pada Desember 2022. Sedangkan sisa 300 ribu ton akan diselesaikan pada Januari-Februari 2022.
"Jadi yang paling mungkin dengan segala upaya daya, paling hebat-hebatnya 200 ribu ton. Sisanya kita lihat situasi. Kalau nanti Januari-Februari belum ada panen dan situasinya memang memerlukan itu harus didatangkan dari luar, ya enggak ada masalah," tuturnya.
Advertisement
Terungkap, Biang Kerok Bulog Sulit Serap Beras Petani
Perum Bulog terus berupaya untuk bisa menyerap beras impor untuk bisa menjaga stok cadangan beras pemerintah (CBP) pada akhir 2022 ini. Pasalnya, Bulog mengaku kesulitan untuk bisa menyerap beras dari dalam negeri.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengutarakan, data yang dihimpun pihaknya sampai dengan 6 Desember 2022, stok beras total yang dimiliki oleh Bulog mencapai 503.000 ton. Sebanyak 61 persen diantaranya merupakan CBP.
Sementara Bulog memperkirakan, pada Desember 2022 masih harus mengeluarkan stok sebanyak 200.000 ton. Sehingga sisa stok yang ada hanya sekitar 300.000 ton.
Menurut Yeka, apabila melihat data kebutuhan beras nasional dalam sebulan rata-rata mencapai 2,5 juta ton, serta angka stok beras minimum sesuai penugasan kepada Perum Bulog dari Rakortas rata-rata sekitar 1,5 juta ton, maka dengan stok beras yang ada saat ini terdapat gap yang masih perlu dipenuhi dengan berbagai skema yang bisa dilakukan.
“Proses pemenuhan kekurangan stok beras yang akan dilakukan dihadapkan pada pilihan yang cukup krusial, dimana ketika pilihan dijatuhkan kepada penyerapan dalam negeri, maka akan dihadapkan pada kondisi tingginya harga gabah,” tutur Yeka, Kamis (8/12/2022).
Berdasarkan catatan Ombudsman, harga gabah di penggilingan saat ini sudah mencapai Rp 6.000-6.300 per kg, dan hal ini akan berdampak pada harga beras di hilir yang idealnya ada pada rentang Rp 11.000-12.000 per kg.
Sementara Harga Eceran Tertinggi (HET) beras medium adalah Rp 9.450-Rp10.250 per kg. Berdasarkan temuan Ombudsman di Provinsi Banten, Bengkulu, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan dan Gorontalo, selama Oktober-November 2022, harga gabah terendah yang ditemukan di lima provinsi tersebut Rp 5.150 per kg.
“Dengan kondisi harga gabah yang tinggi, Perum Bulog mengalami kesulitan dalam melakukan pengadaan beras dalam negeri, karena harga pasar gabah sudah diatas Harga Pembelian Pemerintah (HPP),” jelas Yeka.
Terintegrasi
Yeka juga menilai, pemerintah belum efektif dalam membangun kebijakan seputar beras yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Kebijakan pemerintah yang mencabut captive market dalam program penyaluran beras Perum Bulog dan lambannya pemerintah dalam merevisi Harga Pembelian Pemerintah (HPP), mengakibatkan kinerja pengadaan beras Perum Bulog melorot. Otomatis mempersulit pelaksanaan stabilisasi harga beras.
“Agar kejadian ini tidak berulang di akhir 2023, alangkah patutnya jika pemerintah kembali memikirkan untuk memastikan pengadaan beras program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) bersumber dari pengadaan beras Perum Bulog,” tegas Yeka.
Menurutnya, dengan ditetapkannya sumber BPNT dari pengadaan beras Perum Bulog, maka stabilisasi harga beras akan mudah untuk dilakukan. Selain itu, penggunaan dana APBN juga akan semakin efisien.
"Badan Pangan Nasional juga harus bisa mengintegrasikan penugasan dari hulu ke hilir. Sehingga Perum Bulog tidak selalu dijadikan kambing hitam dalam pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah," tandasnya.
Advertisement