Liputan6.com, Jakarta - Seluruh mata dunia saat ini tertuju kepada China. Negara ini telah melonggarkan kebijakan Covid-19 dengan membuka beberapa aktivitas publik tetapi dampaknya terjadi peningkatan kasus Covid-19 dan bahkan berdampak kepada kematian,
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, setelah adanya pelonggaran aktivitas di China terjadi peningkatan kasus Covid-19. Saat ini seluruh dunia menanti kebijakan yang akan dijalankan negara tersebut apakah akan kembali melakukan lockdown atau terus melakukan pelonggaran.Â
Baca Juga
"Saat ini dunia sedang terfokus kepada situasi RRT (Republik Rakyat Tiongkok) yang melakukan pembukaan aktivitas dari masyarakat yang kemudian diikuti kenaikan kasus dari pandemi covid-19," ujar Sri Mulyani, dalam acara APBN KiTa, Selasa, Jakarta (20/12/2022).
Advertisement
Jika China kembali melakukan pembatasan aktivitas tentu saja dampaknya akan besar. Ekonomi kembali akan lesu dan hal tersebut berdampak besar ke seluruh dunia.
Sri Mulyani menjelaskan, secara keseluruhan Indonesia dalam situasi yang relatif baik dari jumlah kasus dan kenaikan vaksinasi. Dia berharap tahun 2022 merupakan tahun terakhir pandemi. "Pandemi kita harapkan ini tahun terakhir untuk Indonesia dan dunia menghadapi pandemi," terang dia.
Sementara itu menjelang libur panjang Natal 2022 dan Tahun baru 2023, Bendahara Keuangan berharap tidak ada kenaikan kasus covid-19 karena akan ada sekitar 45 juta masyarakat akan melakukan traveling akhir tahun ini.
"Kita akan terus berhati-hati agar kegiatan masyarakat yang akan sangat meningkat yaitu akan ada sekitar 45 juta masyarakat melakukan pada akhir tahun ini, tentu akan meningkatkan kegiatan ekonomi. Namun di sisi lain tetap terjaga dari sisi ancaman Covid-19," tutur Sri Mulyani.Â
Prediksi Sejuta Kematian Akibat COVID-19 di China pada 2023
Sebelumnya, pelonggaran pembatasan COVID-19 yang dilakukan China diprediksi dapat meningkatkan ledakan kasus Corona. Imbasnya pada 2023 diprediksi bakal ada satu juta kematian akibat infeksi SARS-CoV-2 di Negeri Tirai Bambu.
Prediksi tersebut dilakukan Institute of Health Metrics and Evaluation (IHME) yang berbasis di Amerika Serikat (AS).Menurut proyeksi tersebut, kasus di China akan mencapai puncak pada 1 April 2022. Saat itu angka kematian mencapai 322 ribu.
"Sekitar sepertiga populasi di China akan terinfeksi saat itu," kata Direktur IHME Christopher Murray mengutip Channel News Asia, Minggu, 18 Desember 2022.
Pemerintah China sendiri sebenarnya belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai angka kematian sejak relaksasi COVID-19 dikeluarkan. Data terakhir per 3 Desember 2022 ada 5.325 kematian.
China mencabut beberapa aturan pembatasan COVID-19 di Desember usai publik memprotes kebijakan soal terlalu ketatnya kebijakan di sana. Usai ada relaksasi, terjadi lonjakan kasus. Hal yang dikhawatirkan adalah penduduk China sekitar 1,4 miliar rentan terinfeksi saat liburan Tahun Baru China 2023 yang jatuh pada 22 Januari 2023.Â
"Tidak ada yang mengira mereka akan tetap berpegang pada nol-COVID selama mereka melakukannya," kata Murray pada Jumat (16/12/2022) ketika proyeksi IHME dirilis secara online.
Advertisement
Metode Proyeksi Pemodelan Kasus COVID-19 di China
IHME yang merupakan organisasi populasi kesehatan independen yang berbasis di University of Washington School of Medicine ini telah diandalkan oleh pemerintah dan perusahaan selama pandemi.
Untuk proyeksi ini mereka menggunakan data dan informasi provinsi dari wabah Omicron baru-baru ini di Hong Kong. Hal ini lantaran China tidak melaporkan gambaran tingkat kematian akibat infeksi COVID-19.
IHME juga mengikutsertakan informasi tingkat vaksinasi COVID-19 dari pemerintah untuk mengetahui gambaran peningkatan infeksi di provinsi yang ada di China.
Sementara itu, pakar lain mengatakan ada 60 persen populasi di China yang bakal terinfeksi tahun depan. Pakar tersebut memprediksi kasus meningkat pada Januari.
Kasus parah kemungkinan pada populasi rentan seperti orang tua dan mereka dengan penyakit penyerta.Hal lain yang dikhawatirkan juga soal penggunaan vaksin yang kurang efektif di sana. Lalu, cakupan vaksinasi yang rendah pada mereka berusia 80 ke atas.
Reporter:Â Siti Ayu Rachma
Sumber: Merdeka.com