Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo, menegaskan tidak ada perubahan tarif pengenaan pajak terhadap gaji karyawan Rp 5 juta, melainkan adanya perubahan lapisan tarif PPh orang pribadi.
"Tarif berubah atau tidak melalui undang-undang, kalau dari UU sebenarnya tarifnya tidak berubah, yang berubah itu tarif yang diatas 35 persen. Tarif di bawah 35 persen tidak berubah, yang berubah lapisan penghasilan yang ada ditarif itu," kata Suryo Utomo dalam konferensi pers informasi perpajakan terkini di kantor DJP, Selasa(10/1/2023).
Baca Juga
Adapun lapisan terbawah yang sebelumnya mencapai Rp 50 juta sekarang dinaikkan menjadi Rp 60 juta setelah dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP) tarifnya tetap 5 persen.
Advertisement
Artinya, perubahan lapisan tarif PPh orang pribadi ini untuk melindungi masyarakat menengah ke bawah, sedangkan yang berpenghasilan tinggi dituntut kontribusi yang lebih tinggi.
"Bahwa kalau namanya penghasilan ini apalagi penghasilan pribadi, bukan penghasilan diterima habis itu langsung dikalikan tarif, itu tidak," ujarnya.
Dia menjelaskan, bahasa sederhananya PTKP untuk orang yang belum beristri atau bersuami atau belum punya anak itu Rp 54 juta setahun. Maka berapapun penghasilan sebulan atau setahun nanti dikurangi PTKP nya Rp 54 juta per tahun baru kemudian dikalikan dengan tarif pajaknya.
"Kalau penghasilannya karyawan Rp 5 juta sebulan, setahun itu Rp 60 juta PTKP itu penghasilan tidak kena pajak bagi orang yang belum memiliki istri dan tangunggan itu Rp 54 juta setahun, kalau Rp 5 juta x 12 = Rp 60 juta dikurangi Rp 54 juta (PTKP) berarti tinggal Rp 6 jutaan. Nah, Rp 6 juta inilah yang dikalikan tarif dibriket 5 persen itu untuk penghasilan bersih sampai Rp 60 juta," ujarnya.
Alhasil bagi para pegawai yang penghasilannya Rp 5 juta sebulan, maka bayar pajaknya kalau diakumulasikan hanya Rp 300 ribu setahun (Rp 300 ribu dibagi 12 maka pajaknya hanya Rp 25 ribu sebulan).
"Kita-kira begitu. Jadi, dari penghasilan Rp 5 juta itu bayar pajaknya sebulan sekitar Rp 25 ribu. Bayar pajak itu dimaknai sesuatu yang harus dikeluarkan dan beban yang harus ditanggung oleh wajib pajak," jelasnya.
Viral Gaji Rp 5 Juta Kena Pajak 5 Persen, Sri Mulyani: Salah Banget
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan tidak ada perubahan aturan pajak untuk gaji karyawan Rp 5 juta. Hal ini menanggapi viral berita di media dan juga di media sosial yang menyebutkan bahwa karyawan dengan gaji Rp 5 juta akan ditarik pajak.
"Hallo semua ..! Judul Berita : Gaji 5 juta dipajaki 5 persen ITU SALAH Banget..!!! JUDUL BERITA mengenai Peraturan Pemerintah 55/2022 mengenai pajak penghasilan MEMBUAT NETIZEN EMOSI..! Untuk gaji 5 juta TIDAK ADA PERUBAHAN aturan pajak," ungkap Sri Mulyani melalui akun instagram pribadinya, @smindrawati dikutip Selasa (3/1/2023).
Menkeu menjelaskan, jika pekerja atau karyawan yang bersangkutan berstatus lajang alias jomblo dan tidak punya tanggungan siapapun bergaji Rp 5 juta, maka pajak yang dibayar adalah sebesar Rp 300.000 per tahun atau Rp 25.000 per bulan. Artinya pajaknya 0,5 persen bukan 5 persen.
Hal berbeda bagi pekerja atau karyawan yang sudah berkeluarga dan memiliki tanggungan 1 anak, namun bergaji Rp 5 juta per bulan maka tidak kena pajak. Menurut Menkeu, adanya berbagai artikel di media terkait hal tersebut membuat masyarakat salah kaprah.
"Kalau anda sudah punya istri dan tanggungan 1 anak. Gaji Rp 5 juta per bulan TIDAK KENA PAJAK," ujarnya.
Kata Menkeu, banyak netizen berkomentar seharusnya yang kaya dan para pejabat yang bayar pajak. Bendahara negara ini pun setuju dengan ungkapan netizen, dia menegaskan kepada netizen untuk orang kaya dan para pejabat memang dikenakan pajak.
"SETUJU DAN BETUL BANGET..! mereka yang kaya dan para pejabat memang dikenakan pajak. Bahkan untuk yang punya gaji di atas Rp 5 milyar per tahun, bayar pajaknya 35 persen (naik dari sebelumnya 30 persen). Itu kita-kira pajaknya bisa mencapai Rp 1,75 milyar setahun ..! Besar ya. Adil bukan..?," jelas Menkeu.
Advertisement
Usaha Kecil
Selain itu, Menkeu juga menjelaskan, usaha Kecil yang omzet penjualan dibawah Rp 500 juta/ tahun bebas pajak. Sedangkan, perusahaan besar yang mendapat keuntungan harus bayar pajak sebesar 22 persen.
"Adil bukan..? Pajak memang untuk mewujudkan azas KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA. Uang pajak anda juga kembali ke anda," ujarnya.
Pajak pada dasarnya adalah oleh rakyat dan untuk rakyat. Pajak digunakan untuk membiayai sektor publik, misalnya untuk listrik, bensin Pertalite, LPG 3 kg semua disubsidi pakai pajak, lalu fasilitas sekolah, rumah sakit, puskesmas, operasinya juga memakai uang pajak.
"Jalan raya, kereta api, internet yang kamu nikmati - itu juga dibangun dengan uang pajak anda. Pesawat tempur, kapal selam, prajurit dan polisi hingga guru dan dokter - itu dibayar dengan uang pajak kita semua. Yuk kita jaga dan bangun Indonesia bersama..! Negeri kita sendiri…milik kita semua," ujarnya.
Menkeu pun meminta agar masyarakat tidak mudah emosi. Dia menegaskan kembali, bagi mereka yang kemampuannya kecil dan lemah dibebaskan pajak, bahkan dibantu berbagai bantuan sosial, subsidi, tunjangan kesehatan, beasiswa pendidikan, dan lainnya. Sementara, mereka yang kuat dan mampu harus bayar pajak.
"Jaga emosi anda, jangan mudah diaduk-aduk oleh berita dan cerita..apalagi yang judulnya memang sengaja bikin emosi. Sayangi pikirkan dan perasaan kita sendiri..bersihkan dari energi negatif," pungkasnya.