Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan ancaman denda administratif bagi Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) yang melanggar aturan penagihan terhadap nasabah atau konsumen. Besaran dendanya mencapai maksimal Rp 15 Miliar.
Hal ini tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 22 Tahun 2023 Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Beleid ini juga mengatur tata cara penagihan dan sanksi jika ada pelanggaran yang dilakukan oleh perusahan pinjaman online (pinjol) atau bank selaku PUJK. Pengenaan denda sendiri hanya menjadi salah satu instrumen dari sanksi administratif yang tertera dalam aturan tersebut.
Baca Juga
Direktur Pengembangan dan Pengaturan Edukasi Perlindungan Konsumen OJK, Rela Ginting menjelaskan, ancaman denda Rp 15 miliar adalah angka paling tinggi. Ini mengacu pada jenis pelanggaran yang dilakukan bank ataupun pinjol.
Advertisement
"Yang mendapat sorotan adalah mengenai denda administratif, denda administratifnya itu Rp 15 miliar, sangat gede gitu ya," kata Rela dalam Media Briefing OJK, di Jakarta, Kamis (1/2/2024).
Merujuk pada POJK 22/2023, diatur mengenai waktu penagihan yang dibatasi hanya dilakukan pada pukul 08.00 pagi hingga 20.00 waktu setempat di luar akhir pekan. Selanjutnya, dilarang untuk melakukan penagihan kepada selain konsumen atau nasabah.
Hal ini lantaran bisa mengganggu pihak selain konsumen. Penagihan juga tidak boleh disertai dengan kekerasan fisik ataupun verbal. Maka, sederet sanksi menjadi ancaman yang bakal diberikan OJK terhadap pihak yang melanggar. Rela mengatakan, ketentuan besaran denda tadi sebetulnya tidak berubah dari POJK Nomor 6 Tahun 2022 sebelumnya.
"Namun demikian bahwa pengenaan denda administratif ini tentu saja memperhatikan tingkat pelanggaran yang dilakukan. Ini kita tegaskan di pasal 113 POJK ini," ungkapnya.
"Selain itu lagi, di pasal 115 itu diatur bahwa PUJK itu bisaa mengajukan keberatan atas sanksi OJK," imbuh Rela.
OJK Kantongi 39.000 Aduan dari 2022-2024, Paling Banyak Perbankan
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengantongi sebanyak 39.866 aduan yang masuk dalam kurun waktu 1 Januari 2022 hingga 23 Januari 2024. Paling banyak aduan terkait dengan masalah di perbankan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi mengatakan, angka aduan ini bukan menjadi satu hal yang dipandang negatif. Secara agregat, angka aduan ini cukup kecil dilihat dari pelayanan secara keseluruhan.
"Tingkat pengaduan yang terus meningkat ya, ini jangan dipandang selalu negatif yang pertama tentu transaksi juga semakin meningkat ya tentu kalau dilihat agregat secara proporsional juga enggak signifikan," ungkap Friderica dalam Media Briefing, di Jakarta, Kamis (1/2/2024).
Mengutip bahan paparannya, dalam kurun waktu yang sama, OJK menangani 665.809 layanan. Dengan jenis layanan pertanyaan sebanyak 580.919 atau 87,3 persen, layanan informasi sebanyak 45.024 atau sebesar 6,8 persen, serta pengaduan sebanyak 39.866 atau sebesar 6 persen.
"Layanan yang 319.000 tadi, 39.000-nya merupakan pengaduan, jadi kadang-kadang enggak semua 300.000 tuh merupakan aduan ya, yang aduan nih kita lihat nih sekitar hampir 40.000 pengaduan," tegasnya.
Jika dirinci pada kategori aduan yang masuk, sektor perbankan menjadi yang paling banyak dengan 19.064 aduan. Ini berkaitan dengan masalah restrukturisasi kredit, perilaku petugas penagihan, hingga masalah agunan.
"Produk yang sering diadukan ke OJK itu kredit multiguna ya kredit tanpa agunan, kemudian model kerja kartu kredit ya, tabungan, terus KPR ini juga banyak disampaikan," ungkapnya.
Kemudian, diikuti oleh financial technology atau fintech peer-to-peer lending dengan 9.226 aduan. Lingkupnya perilaku petugas penagihan atau debt collector, penipuan, hingga kegagalan transaksi.
Advertisement
Sektor Pembiayaan-Asuransi
Selanjutnya, ada di sektor Pembiayaan dengan 7.816 aduan. Ribuan aduan itu melingkupi perilaku debt collector, restrukturisasi, hingga penipuan.
"Nah ini ada beberapa yang kita highlight ya modusnya misalnya tindakan penagihan disertai dengan kekerasan fisik, baik itu kekerasan fisik maupun verbal, tindakan penagihan disertai dengan ancaman penyebaran data pribadi, penagihan dan menghubungi nomor telepon di luar kontak darurat dan sebagainya itu banyak sekali," paparnya.
Lalu, sektor Asuransi dengan 3.007 aduan. Melingkupi klaim produk, premi asuransi, dan pembatalan polis. Terakhir, sektor Pasar Modal dengan 185 aduan. Melingkupi pencairan dana, kegagalan transaksi, sampai penipuan.
"Kalau di sektor asuransi bisa kita tebak permasalahan yang sering muncul apa, pasti kesulitan klaim ya ini persoalan klasik yang setiap hari kita terima aduan persoalan klaim ya," kata dia.
"Misalnya ketika dia mengajukan polis dia tidak jujur, ternyata punya riwayat sakit dan lain-lain ada juga yang memang dipersulit. Jadi kita harus melihat bagaimana sih duduk permasalahannya," imbuh Friderica.