Ekonomi Jepang Turun di Kuartal I 2024, Tengok Biang Keroknya

Perekonomian Jepang menyusut jadi 2% secara tahunan pada kuartal I 2024. Salah satu penyebab pelemahan pertumbuhan ekonomi negara sakura ini adalah konsumsi swasta. Bagaimana dengan sektor lainnya?

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 17 Mei 2024, 14:45 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2024, 14:45 WIB
Gunung Fuji dari Prefektur Yamanashi
Gunung Fuji terlihat dari kuil Arakura Fuji Sengen di kota Fujiyoshida, prefektur Yamanashi, pada Kamis (22/4/2021). Prefektur Yamanashi terletak di sebelah barat Tokyo yang memiliki spot-spot wisata terkenal, salah satunya gunung tertinggi di Jepang, Gunung Fuji. (Behrouz MEHRI / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Perekonomian Jepang mengalami kontraksi pada kuartal I 2024, akibat melemahnya konsumsi dan permintaan eksternal.  Penurunan pertumbuhan ekonomi negara sakura ini memberikan tantangan baru bagi para pengambil kebijakan.

Salah satu yang terpengaruh adalah Bank of Japan (BOJ). Bank sentral Jepang saat ini tengah berupaya menaikkan suku bunga menjauh dari tingkat mendekati nol.

Mengutip CNN Business, Jumat (17/5/2024), data awal produk domestik bruto (PDB) dari Kantor Kabinet Jepang menunjukkan perekonomian negara itu terkontraksi 2% secara tahunan pada kuartal I 2024.

Data yang direvisi ke bawah ini menunjukkan bahwa PDB jepang hampir tidak tumbuh dibanding kuartal IV.

Angka tersebut berarti kontraksi triwulanan sebesar 0,5%, dibandingkan penurunan 0,4% yang diperkirakan oleh para ekonom.

Konsumsi swasta, yang menyumbang lebih dari separuh perekonomian Jepang, turun 0,7%, lebih besar dari perkiraan penurunan 0,2%. Penurunan ini merupakan yang keempat berturut-turut,  dan menjadi penurunan terpanjang sejak 2009.

 

"Perekonomian Jepang mencapai titik terendah pada kuartal pertama," kata Yoshimasa Maruyama, kepala ekonom pasar di SMBC Nikko Securities.

"Perekonomian pasti akan pulih pada kuartal ini berkat kenaikan upah meskipun ketidakpastian masih ada pada konsumsi jasa," bebernya.

Belanja Modal 

Belanja modal, yang merupakan pendorong utama permintaan swasta di Jepang juga menurun hingga 0,8% pada kuartal pertama, dibandingkan perkiraan penurunan sebesar 0,7%, meskipun pendapatan perusahaan cukup besar.

Adapun permintaan eksternal, atau ekspor dikurangi impor, turun 0,3 poin persentase dari perkiraan PDB kuartal pertama 2024.

Para pengambil kebijakan di Jepang mengandalkan kenaikan upah dan pemotongan pajak penghasilan mulai bulan Juni untuk membantu memacu konsumsi yang lesu.

Hambatan pertumbuhan akibat gempa bumi di kawasan Noto tahun ini dan penghentian operasional unit Toyota (TM) Daihatsu juga diperkirakan akan memudar.


Penurunan Yen Picu Kekhawatiran pada Lonjakan Biaya Hidup

Dilanda Hujan Salju Lebat, Tokyo dan Sekitarnya Memutih
Pemandangan umum ini menunjukkan atap-atap yang tertutup salju di sebuah lingkungan di pusat kota Tokyo pada tanggal 6 Februari 2024, setelah ibu kota Jepang ini diguyur salju pada malam sebelumnya. (Richard A. Brooks/AFP)

Selain itu, penurunan tajam yen ke tingkat yang belum pernah terjadi sejak tahun 1990 telah memicu kekhawatiran mengenai biaya hidup yang lebih tinggi, sehingga menekan konsumsi.

Bank of Japan (BOJ) menaikkan suku bunga pada bulan Maret untuk pertama kalinya sejak tahun 2007, sebuah perubahan penting untuk menghindari suku bunga negatif, namun bank sentral tersebut diperkirakan akan memperlambat pelonggaran kondisi moneter mengingat perekonomian yang rapuh.


Bursa Asia Tak kompak Jelang Pengumuman Suku Bunga Bank of Japan

Pasar Saham di Asia Turun Imbas Wabah Virus Corona
Orang-orang berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Bursa saham di kawasan Asia dan Pasifik atau sering disebut dengan bursa Asia bergerak bervariasi pada pembukaan perdagang Jumat ini. Pelaku pasar menanti keputusan kebijakan Bank Sentral Jepang.

Sebanyak 13 ekonom yang disurvei oleh sebuah media internasional dengan suara bulat memperkirakan bahwa Bank of Japan tidak akan mengubah kebijakan moneter. Namun pelaku pasar akan tetap memantau setiap langkah yang akan diambil oleh Bank Sentral Jepang untuk mengatasi pelemahan yen Jepang.

Tingkat inflasi utama Tokyo untuk bulan April mencapai 1,8%, melambat dari 2,6% di bulan Maret. Inflasi inti di ibu kota – yang tidak mencakup harga makanan segar – turun tajam menjadi 1,6% dari 2,4% di bulan Maret. Realisasi ini meleset dari ekspektasi para ekonom yang disurvei yaitu sebesar 2,2%.

Data inflasi Tokyo ini dianggap sebagai indikator utama tren nasional.

Gerak Bursa Asia

Indeks Nikkei Jepang dibuka naik 0,17%, sementara Topix diperdagangkan sedikit di atas garis datar.

Indeks Kospi Korea Selatan naik 0,53%, sedangkan perusahaan berkapitalisasi kecil Kosdaq mengalami kenaikan lebih besar yaitu 0,75%.

Namun, S&P/ASX 200 Australia turun 1,26%.

Kontrak berjangka indeks Hang Seng Hong Kong berada di 17,318, juga menunjukkan pembukaan yang lebih kuat dibandingkan dengan penutupan HSI di 17,284.54.

Inflasi Tokyo Melambat

Inflasi Tokyo melambat tajam pada April dan inflasi inti jauh lebih rendah dari perkiraan. Inflasi di ibu kota Jepang ini melambat menjadi 1,8% di bulan April, turun dari kenaikan 2,6% di bulan Maret.

Inflasi inti di kota tersebut – yang tidak termasuk harga makanan segar – mencapai 1,6%, turun dari 2,4% di bulan Maret dan meleset dari ekspektasi para ekonom sebesar 2,2%.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya