Bakal Ada 40 Kementerian di Era Prabowo-Gibran? Ekonom: APBN Keteteran

Wacana pembentukan 40 Kementerian Negara di era Prabowo-Gibran menjadi perbincangan berbagai pihak.

oleh Tira Santia diperbarui 17 Mei 2024, 20:31 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2024, 20:31 WIB
Deklarasi Prabowo - Gibran
Dalam kesempatan tersebut, turut hadir juga seluruh ketua umum Koalisi Indonesia Maju (KIM). Tidak terkecuali Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Badan Legislasi (Baleg) DPR RI akan merevisi Undang-undang (UU) Kementerian Negara isiatif. Rancangan Undang-undang (RUU) tersebut mengenai perubahan UU nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara akan menghapus ketentuan jumlah menteri.

Nantinya, jumlah menteri akan disesuaikan dengan kebutuhan presiden.

Diketahui, pada UU yang berlaku saat ini jumlah Kementerian Negara dibatasi sampai 34 Kementerian. Namun, tersiar isu bahwa di Pemerintah Prabowo-Gibran akan ditambah menjadi 40 Kementerian.

UU Bisa Dirubah

Lantas apakah penghapusan ketentuan jumlah menteri tersebut berdampak baik terhadap pemerintah selanjutnya?

Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economics Action Institution Ronny P Sasmita, mengakui bahwa sebenarnya nomenklatur kabinet sangat tergantung kepada kebutuhan pemerintahan yang baru nanti.

Meskipun ada batasan maksimum di dalam UU Kementerian, Prabowo-Gibran sangat berpeluang untuk merubahnya, karena komposisi kekuatan politik di DPR sangat menguntungkan presiden terpilih.

"Jadi kelebihannya adalah bisa merepresentasikan visi misi pemerintahan yang baru yang berencana untuk membenahi berbagai hal di Indonesia," kata Ronny kepada Liputan6.com, Jumat (17/5/2024).

 

Kebijakan Lebih Fokus

KPU RI Tetapkan Prabowo-Gibran Sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih
Penetapan ini juga dihadiri oleh pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin iskandar (Cak Imin). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menurutnya, pemerintahan yang baru bisa meningkatkan spesialisasi kementerian pada satu bidang khusus agar implementasi kebijakan di bidang tersebut bisa lebih efektif.

"Sementara kekurangannya, span of controll seorang presiden atas kebinet akan semakin luas, sehingga koordinasi dengan kementerian menjadi semakin komplek akibat terlalu banyak menteri," ujarnya.

Kemudian kekurangan lainya adalah akan membutuhkan anggaran yang lebih banyak, yang belum tentu bisa ditutup oleh APBN Indonesia, sehingga berpotensi menambah utang pemerintah dan semakin melebarkan defisit anggaran nasional.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya