Tapera Jadi Beban Baru, Pengusaha Sudah Tanggung Iuran Segini

Ketua Umum APINDO, Shinta W.Kamdani menuturkan, aturan Tapera terbaru dinilai semakin menambah beban baru baik pemberi kerja dan pekerja.

oleh Agustina Melani diperbarui 28 Mei 2024, 16:45 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2024, 16:45 WIB
Tapera Jadi Beban Baru, Pengusaha Sudah Tanggung Iuran Segini
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Widjaja Kamdani.

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan revisi aturan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjadi beban.

Ketua Umum APINDO, Shinta W.Kamdani menuturkan, aturan Tapera terbaru dinilai semakin menambah beban baru baik pemberi kerja dan pekerja.

"Saat ini, beban pungutan yang telah ditanggung pemberi kerja sebesar 18,24 persen-19,74 persen dari penghasilan pekerja,” ujar Shinta, seperti dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (28/5/2024).

Ia menuturkan, beban ini semakin berat dengan ada depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan pasar.

Adapun beban iuran tersebut dengan rincian sebagai berikut:

1.Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (berdasarkan UU No. 3/1999 ‘Jamsostek’): Jaminan Hari Tua 3,7%; Jaminan Kematian 0,3%; Jaminan Kecelakaan Kerja 0,24-1,74%; dan Jaminan Pensiun 2%;

2.Jaminan Sosial Kesehatan (berdasarkan UU No.40/2004 ‘SJSN’): Jaminan Kesehatan 4%;

3.Cadangan Pesangon (berdasarkan UU Nomor 13/2003 Ketenagakerjaan) sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 24/2024 berdasarkan perhitungan akturia sekitar 8 persen.

Shinta menilai, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan kembali diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21/2024 mengenai Tapera. Hal ini laporan tambahan beban bagi pekerja sebesar 2,5 persen dan pemberi kerja sebesar 0,5 persen dari gaji yang tidak diperlukan karena dapat memanfaatkan sumber pendanaan dari BPJS Ketenagakerjaan.

"Pemerintah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan," kata Shinta.

Ia mengatakan, hal ini sesuai dengan regulasi PP Nomor 55/2015 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Sesuai PP tersebut, sesuai PP maksimal 30 % (Rp 138 triliun),aset JHT sebesar Rp 460 triliun dapat di gunakan untuk program MLT perumahan Pekerja. Dana MLT yang tersedia sangat besar dan sangat sedikit pemanfaatannya.

Untuk mendapatkan fasilitas perumahan bisa memanfaatkan Manfaat Layanan Tambahan (MLT) dari sumber dana program JHT (Jaminan Hari Tua) untuk 4 manfaat:

a) pinjaman KPR sampai maksimal Rp 500juta,

b) Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMO) hingga Rp 150 juta,

c) Pinjaman Renovasi Perumahan (PRP) sampai dengan Rp 200 juta,

 d) Fasilitas Pembiayaan Perumahan Pekerja/Kredit Konstruksi (FPPP/KK). BPJS Ketenagakerjaan sudah bekerjasama dengan Perbankan untuk mewujudkannya.

Harapan Apindo

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani menanggapi isu mundur para Menteri Jokowi. Foto: Tira Santia
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani menanggapi isu mundur para Menteri Jokowi. Foto: Tira Santia

Shinta mengatakan, APINDO telah melakukan diskusi dan koordinasi dengan sejumlah pihak terkait, di antaranya BPJS Ketenagakerjaan dan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk mempercepat perluasan program MLT bagi kebutuhan perumahan pekerja.

"Dalam diskusi tersebut, khusus pekerja swasta dapat dikecualikan dari Tapera dan mendapatkan fasilitas perumahan dari BP Jamsostek," kata Shinta.

APINDO juga melakukan sosialisasi kepada Developer melalui DPP Real Estate Indonesia (REI) dan juga menginisiasi Kick Off penandatangan kerjasama antara BPJS Ketenagakerjaan dan 2 Bank Himbara (BTN dan BNI).

Selain itu, empat bank yang masuk Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) yaitu Bank Jabar, Jateng, Bali, dan Aceh dalam rangka perluasan manfaat program MLT Perumahan Pekerja.

 

 

Usulan Apindo

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani, saat ditemui di Kantor APINDO, Kamis (1/2/2024). (Tira/Liputan6.com)
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani, saat ditemui di Kantor APINDO, Kamis (1/2/2024). (Tira/Liputan6.com)

Saat ini terdapat 5 bank yang sedang melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan BPJS Ketenagakerjaan: Bank Sumatera Utara, Bank Sulutgo, Bank Jambi, Bank Sumsel Babel, dan Bank Jawa Timur.

Hal ini menunjukkan program MLT JHT BPJS Ketenagakerjaan mencakup seluruh wilayah Indonesia.

“Untuk itu, APINDO terus mendorong penambahan manfaat program MLT BPJS Ketenagakerjaan sehingga pekerja swasta tidak perlu mengikuti program Tapera dan Tapera sebaiknya diperuntukkan bagi ASN, TNI/Polri,” kata Shinta.

Shinta mengatakan, jika pemerintah tetap akan menerapkannya diharapkan dengan dana yang terkumpul dari ASN, TNI/POLRI untuk manfaat mereka yang sepenuhnya ada dalam kontrol pemerintah. Mengingat pekerja yang telah menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan memiliki kesempatan untuk memanfaatkan dana BPJS Ketenagakerjaan yang dapat digunakan untuk program perumahan.

Gaji Dipotong 3% Buat Tapera, Pekerja Untung atau Rugi?

Rumah KPR
Kementerian PUPR menyerahkan tongkat estafet penyaluran dana bantuan pembiayaan perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) kepada BP Tapera.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan revisi penting terkait penyelenggaraan tabungan perumahan rakyat (Tapera). Salah satu poin utama dari revisi ini adalah penentuan besaran iuran peserta yang dapat dievaluasi.

Namun revisi ini menuai polemik terutama mengenai keputusan pemerintah untuk memotong gaji Aparatur Sipil Negara (ASN/PNS) maupun pekerja swasta sebesar 3 persen per bulan untuk tapera.

Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menjelaskan, perubahan atas PP ini adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat dan akuntabilitas pengelolaan dana Tabungan Perumahan Rakyat.

Nantinya, gaji pekerja yang dipotong akan disimpan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu, yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan atau dikembalikan pokok simpanan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.

"BP Tapera mengemban amanah berupa penyaluran pembiayaan perumahan yang berbasis simpanan dengan berlandaskan gotong royong," kata Heru dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (28/5).

Heru mengungkap manfaat peserta yang yang termasuk dalam kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang mengikuti program Tapera. Yakni, dapat memperoleh manfaat berupa Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR), dan Kredit Renovasi Rumah (KRR) dengan tenor panjang hingga 30 tahun dan suku bunga tetap di bawah suku bunga pasar.

 

Dana Tapera

Rumah KPR
Kementerian PUPR menyerahkan tongkat estafet penyaluran dana bantuan pembiayaan perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) kepada BP Tapera.

Bagi masyarakat yang masuk dalam kategori berpenghasilan rendah dan belum memiliki rumah pertama dapat mengajukan manfaat pembiayaan Tapera, sepanjang telah menjadi peserta Tapera.

"Dalam pengelolaan dana Tapera dimaksud, BP Tapera mengedepankan transparansi dan akuntabilitas sesuai prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan mendapat pengawasan langsung dari Komite Tapera, Otoritas Jasa Keuangan, serta Badan Pemeriksa Keuangan," paparnya.

Dana yang dihimpun dari peserta akan dikelola oleh BP Tapera sebagai simpanan yang akan dikembalikan kepada peserta setelah masa kepesertaan berakhir.

"Dana yang dikembalikan kepada peserta Tapera ketika masa kepesertaannya berakhir, berupa sejumlah simpanan pokok berikut dengan hasil pemupukannya," pungkas Heru.

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya